Industri telekomunikasi jeri menghadapi krisis tahun ini.
Banyak yang ingin digandeng Telkom
Oleh Agus S. Riyanto, Julianto dan Wisnu Arto Subari
Trust, No. 13 Tahun VII, 26 Januari-1 Februari 2009
Nada Optimistis sebenarnya masih cukup lantang terdengar ketika membahas seputar industri telekomunikasi di Indonesia. Alasannya, industri telekomunikasi masih menjadi primadona utama investasi asing dan sebagai roket pendorong perekonomian nasional.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) memprediksi nilai bisnis industri ini akan mencapai Rp 60-70 triliun di tahun ini. Pemicunya adalah pembangunan jaringan oleh operator ke sejumlah daerah dan kota, serta makin meningkatnya jumlah pelanggan. Jumlah pelanggan telekomunikasi nirkabel saat ini mencapai 126 juta orang dan tahun depan diproyeksikan menembus 150 juta orang.
Masalahnya, kini, di Indonesia sudah teramat banyak pemain di industri ini. Sekarang saja, ada 11 operator telelkomunikasi nasional, di luar yang beroperasi di pulau Batam dan Bintan, yang memperebutkan pasar yang sama dan semakin mengecil.
Dari 11 operator itu, ada yang gemuk dan ada yang kurus. Operator yang paling ginuk-ginuk, tentu saja, PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), perusahaan tertua di Tanah Air. Posisi mapan berikutnya ada pada Indosat, PT Excelcomindo Pratama (XL), dan Bakrie Telecom.
Tatkala terjadi krisis ekonomi dunia, saat ini, sektor telekomunikasi tentu juga ikut terancam. Semua operator terpaksa harus diet dan berat badannya mulai menyusut. Tak terkecuali Telkom. Memang sih, laporan keuangan Telkom belum dipublikasikan. Tapi, banyak yang sudah memprediksi bahwa pendatan Telkom di tahun 2008 bakal tergerus lumayan besar. Penurunan ini bisa ditebak gara-gara persaingan antaroperator, penurunan tarif, dan lemahnya sumbangan pendapatan dari telepon jaringan tetap.
Memang telepon kabel pertumbuhan agak terseok. “Ini karena gaya hidup masyarakat Indonesia yang sudah mobile, sehingga berpengaruh terhadap bisnis ini yang bisa dikatakan tidak ada pertumbuhan,” kata Eddy Kurnia, VP Publik & Marketing Communication Telkom.
Hasil riset NISP Sekuritas yang dirilis November 2008 mengungkapkan bahwa penurunan kinerja Telkom terlihat dari jejak rekam per September 2008. Pendapatan BUMN itu hanya tumbuh 2,2% menjadi Rp 44,60 triliun.
Mandiri Sekuritas yang dipublikasikan risetnya pada 13 Januari 2009 memprediksi laba bersih Telkom tahun lalu turun 11,2% dibanding dengan laba 2007. Sekuritas lokal ini mengestimasi pendapatan dan laba bersih Telkom 2008 mencapai Rp 64,40 triliun dan Rp 11,84 triliun. Bagaimana tahun ini ? Mandiri sekuritas memperkirakan laba Telkom naik 3,4% pada tahun ini yang ditopang oleh pertumbuhan pendapatan 4,6%.
Telkom pun sudah mengambil ancang-ancang menghadapi 2009. Tahun ini Telkom menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) untuk bisnis seluler Rp 14-15 triliun. Sementara itu, capex untuk bisnis nonseluler Rp 7 triliun. Anggaran ini tak terlalu jauh dibanding capex Telkom pada 2008. Capex digunakan untuk meningkatkan jumlah pelanggan perseroan.
JADI INCARAN OPERATOR LAIN
Nah, untuk melakukan ekspansi usaha tahun ini, Telkom akan mengusahakan pinjaman perbankan untuk memenuhi kebutuhan belanja modal sebanyak 30-40% dari capex 2009. Ada beberapa bank sudah ada yang berkomitmen untuk membantu ekspansi usaha Telkom. Bank-bank tersebut diantaranya PT Bank Rakyat Indonesia, Bank Pembangunan Daerah, Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia.
Berbagai rencana 2009 sudah dibuat. Telkom melalui anak usahanya, PT Telekomunikasi Indonesia Internasional (TII), telah mengakuisisi 6,8% saham SCICOM melalui Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE). SCICOM adalah perusahaan penyedia business prosess outsourcing pertama yang tercatat di KLSE dan menunjukkan pertumbuhan pendapatan yang cukup solid lebih dari 25%, laba bersih peraham (EPS) lebih dari 27%.
Telkom juga sedang mengincar saham Iran Telecom. Menurut Komisaris Utama Telkom Tantri Abeng, Telkom akan menggandeng konsorsium yang didalamnya terdapat tiga yayasan Pemerintah Iran untuk mempermulus bisnisnya ke Iran.
Tantri Abeng tidak menjelaskan secara rinci berapa besar saham yang akan dibeli oleh konsorsium tersebut. Namun, ia memperkirakan, setidaknya diperlukan dana di atas US$ 100 juta. Hingga kini Telkom masih terus melakukan pembicaraan secara insentif, untuk segera bisa merealisasikan rencana tersebut.
Bagaimana dengan akuisisi Telkom terhadap operator di Indonesia ? Menurut sumber TRUST, hampir semua operator di Indonesia mendatangi Telkom. Mereka berharap Telkom mau mengakuisisi operator-operator telekomunikasi tersebut. “Hanya Indosat saja yang tidak meminta Telkom untuk mengakuisisi,” kata sumber TRUST tersebut.
Keinginan operator-operator seluler itu sebenarnya klop dengan niat Telkom. Sejak 1,5 tahun lalu, perusahaan ini sudah sesumbar akan mengakuisisi dua perusahaan operator seluler yang berada di dalam dan luar negeri.
Langkah ini, menurut Direktur Utama Telkom Rinaldi Firmansyah, merupakan upaya perseroan memacu pertumbuhan usaha dan penetrasi pasar, baik di dalam maupun di luar negeri. Sebagai langkah awal, Telkom akan mengakuisisi perusahaan domestik. Pendanaannya diambil dari kas internal perseroan. “Kalau kurang kami pinjam dari bank lokal,” kata dia 1,5 tahun lalu.
Kini, kabar akuisisi itu santer lagi. Setelah berencana mengakuisisi Iran Telecom, Telkom juga dikabarkan akan mengambil alih PT Mobile-8 Telecom.
Benarkah ? Eddy Kurnia menyatakan bahwa keinginan operator-operator seluler agar dipinang oleh Telkom hanya isu belaka. Alasan dia, belum ada pembicaraan ke arah sana.
Eddy menambahkan, mengakuisisi sebuah perusahaan konsekuensinya sangat besar. “Kita harus melihat tingkat kesehatan, kewajiban-kewajiban perusahaan itu seperti apa, sehingga proses akuisisi memerlukan waktu yang sangat panjang,” kata Eddy.
Tapi, bukan berarti dalam tahun ini Telkom tidak akan melakukan akuisisi. Tergantung situasi yang ada. Apalagi, Telkom tidak bisa ekpansif di tahun ini karena situasi perekonomian yang sedang lesu. Saat ini Telkom lebih memilih untuk memperkuat core bisnis, baik infrastruktur atau memperkuat kualitas layanan yang ada.
Bagaimana dengan Mobile-8 ?, Direktur dan Chief Corporate Affirs Mobile-8 Merza Fachys menyatakan bahwa kondisi industri telekomunikasi di Indonesia sangat timpang. Ada yang besar dan banyak yang masih kecil. Apalagi ditambah krisis ekonomi kali ini, operator telekomunikasi yang kecil akan semakin kurus dan terlihat tulang iganya. “Relakah kita membiarkan perusahaan yang kecil-kecil menjadi mati? Tentu tidak, kan ?” tanya dia.
Merza hanya berharap, sesama industri telekomunikasi harus duduk bersama mencari solusi yang difasilitasi pemerintah. Dari pertemuan itu diharapkan ada jalan keluar untuk menyelamatkan perusahaan kecil. Apakah nanti bentuknya konsolidasi, merger atau akuisisi, tergantung hasil pembicaraan. Dia khawatir kalau terlalu lama pembiaran ini terjadi, akan membuat perusahaan kecil tadi membusuk alias tidak menarik lagi dijual.
Jadi, berharap Telkom mau membeli Mobile-8? “Saya tidak berani bilang begitu,” kata Merza.
Kalau berharap sih, boleh saja, Mas.
Oleh Agus S. Riyanto, Julianto dan Wisnu Arto Subari
Trust, No. 13 Tahun VII, 26 Januari-1 Februari 2009
Nada Optimistis sebenarnya masih cukup lantang terdengar ketika membahas seputar industri telekomunikasi di Indonesia. Alasannya, industri telekomunikasi masih menjadi primadona utama investasi asing dan sebagai roket pendorong perekonomian nasional.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) memprediksi nilai bisnis industri ini akan mencapai Rp 60-70 triliun di tahun ini. Pemicunya adalah pembangunan jaringan oleh operator ke sejumlah daerah dan kota, serta makin meningkatnya jumlah pelanggan. Jumlah pelanggan telekomunikasi nirkabel saat ini mencapai 126 juta orang dan tahun depan diproyeksikan menembus 150 juta orang.
Masalahnya, kini, di Indonesia sudah teramat banyak pemain di industri ini. Sekarang saja, ada 11 operator telelkomunikasi nasional, di luar yang beroperasi di pulau Batam dan Bintan, yang memperebutkan pasar yang sama dan semakin mengecil.
Dari 11 operator itu, ada yang gemuk dan ada yang kurus. Operator yang paling ginuk-ginuk, tentu saja, PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), perusahaan tertua di Tanah Air. Posisi mapan berikutnya ada pada Indosat, PT Excelcomindo Pratama (XL), dan Bakrie Telecom.
Tatkala terjadi krisis ekonomi dunia, saat ini, sektor telekomunikasi tentu juga ikut terancam. Semua operator terpaksa harus diet dan berat badannya mulai menyusut. Tak terkecuali Telkom. Memang sih, laporan keuangan Telkom belum dipublikasikan. Tapi, banyak yang sudah memprediksi bahwa pendatan Telkom di tahun 2008 bakal tergerus lumayan besar. Penurunan ini bisa ditebak gara-gara persaingan antaroperator, penurunan tarif, dan lemahnya sumbangan pendapatan dari telepon jaringan tetap.
Memang telepon kabel pertumbuhan agak terseok. “Ini karena gaya hidup masyarakat Indonesia yang sudah mobile, sehingga berpengaruh terhadap bisnis ini yang bisa dikatakan tidak ada pertumbuhan,” kata Eddy Kurnia, VP Publik & Marketing Communication Telkom.
Hasil riset NISP Sekuritas yang dirilis November 2008 mengungkapkan bahwa penurunan kinerja Telkom terlihat dari jejak rekam per September 2008. Pendapatan BUMN itu hanya tumbuh 2,2% menjadi Rp 44,60 triliun.
Mandiri Sekuritas yang dipublikasikan risetnya pada 13 Januari 2009 memprediksi laba bersih Telkom tahun lalu turun 11,2% dibanding dengan laba 2007. Sekuritas lokal ini mengestimasi pendapatan dan laba bersih Telkom 2008 mencapai Rp 64,40 triliun dan Rp 11,84 triliun. Bagaimana tahun ini ? Mandiri sekuritas memperkirakan laba Telkom naik 3,4% pada tahun ini yang ditopang oleh pertumbuhan pendapatan 4,6%.
Telkom pun sudah mengambil ancang-ancang menghadapi 2009. Tahun ini Telkom menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) untuk bisnis seluler Rp 14-15 triliun. Sementara itu, capex untuk bisnis nonseluler Rp 7 triliun. Anggaran ini tak terlalu jauh dibanding capex Telkom pada 2008. Capex digunakan untuk meningkatkan jumlah pelanggan perseroan.
JADI INCARAN OPERATOR LAIN
Nah, untuk melakukan ekspansi usaha tahun ini, Telkom akan mengusahakan pinjaman perbankan untuk memenuhi kebutuhan belanja modal sebanyak 30-40% dari capex 2009. Ada beberapa bank sudah ada yang berkomitmen untuk membantu ekspansi usaha Telkom. Bank-bank tersebut diantaranya PT Bank Rakyat Indonesia, Bank Pembangunan Daerah, Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia.
Berbagai rencana 2009 sudah dibuat. Telkom melalui anak usahanya, PT Telekomunikasi Indonesia Internasional (TII), telah mengakuisisi 6,8% saham SCICOM melalui Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE). SCICOM adalah perusahaan penyedia business prosess outsourcing pertama yang tercatat di KLSE dan menunjukkan pertumbuhan pendapatan yang cukup solid lebih dari 25%, laba bersih peraham (EPS) lebih dari 27%.
Telkom juga sedang mengincar saham Iran Telecom. Menurut Komisaris Utama Telkom Tantri Abeng, Telkom akan menggandeng konsorsium yang didalamnya terdapat tiga yayasan Pemerintah Iran untuk mempermulus bisnisnya ke Iran.
Tantri Abeng tidak menjelaskan secara rinci berapa besar saham yang akan dibeli oleh konsorsium tersebut. Namun, ia memperkirakan, setidaknya diperlukan dana di atas US$ 100 juta. Hingga kini Telkom masih terus melakukan pembicaraan secara insentif, untuk segera bisa merealisasikan rencana tersebut.
Bagaimana dengan akuisisi Telkom terhadap operator di Indonesia ? Menurut sumber TRUST, hampir semua operator di Indonesia mendatangi Telkom. Mereka berharap Telkom mau mengakuisisi operator-operator telekomunikasi tersebut. “Hanya Indosat saja yang tidak meminta Telkom untuk mengakuisisi,” kata sumber TRUST tersebut.
Keinginan operator-operator seluler itu sebenarnya klop dengan niat Telkom. Sejak 1,5 tahun lalu, perusahaan ini sudah sesumbar akan mengakuisisi dua perusahaan operator seluler yang berada di dalam dan luar negeri.
Langkah ini, menurut Direktur Utama Telkom Rinaldi Firmansyah, merupakan upaya perseroan memacu pertumbuhan usaha dan penetrasi pasar, baik di dalam maupun di luar negeri. Sebagai langkah awal, Telkom akan mengakuisisi perusahaan domestik. Pendanaannya diambil dari kas internal perseroan. “Kalau kurang kami pinjam dari bank lokal,” kata dia 1,5 tahun lalu.
Kini, kabar akuisisi itu santer lagi. Setelah berencana mengakuisisi Iran Telecom, Telkom juga dikabarkan akan mengambil alih PT Mobile-8 Telecom.
Benarkah ? Eddy Kurnia menyatakan bahwa keinginan operator-operator seluler agar dipinang oleh Telkom hanya isu belaka. Alasan dia, belum ada pembicaraan ke arah sana.
Eddy menambahkan, mengakuisisi sebuah perusahaan konsekuensinya sangat besar. “Kita harus melihat tingkat kesehatan, kewajiban-kewajiban perusahaan itu seperti apa, sehingga proses akuisisi memerlukan waktu yang sangat panjang,” kata Eddy.
Tapi, bukan berarti dalam tahun ini Telkom tidak akan melakukan akuisisi. Tergantung situasi yang ada. Apalagi, Telkom tidak bisa ekpansif di tahun ini karena situasi perekonomian yang sedang lesu. Saat ini Telkom lebih memilih untuk memperkuat core bisnis, baik infrastruktur atau memperkuat kualitas layanan yang ada.
Bagaimana dengan Mobile-8 ?, Direktur dan Chief Corporate Affirs Mobile-8 Merza Fachys menyatakan bahwa kondisi industri telekomunikasi di Indonesia sangat timpang. Ada yang besar dan banyak yang masih kecil. Apalagi ditambah krisis ekonomi kali ini, operator telekomunikasi yang kecil akan semakin kurus dan terlihat tulang iganya. “Relakah kita membiarkan perusahaan yang kecil-kecil menjadi mati? Tentu tidak, kan ?” tanya dia.
Merza hanya berharap, sesama industri telekomunikasi harus duduk bersama mencari solusi yang difasilitasi pemerintah. Dari pertemuan itu diharapkan ada jalan keluar untuk menyelamatkan perusahaan kecil. Apakah nanti bentuknya konsolidasi, merger atau akuisisi, tergantung hasil pembicaraan. Dia khawatir kalau terlalu lama pembiaran ini terjadi, akan membuat perusahaan kecil tadi membusuk alias tidak menarik lagi dijual.
Jadi, berharap Telkom mau membeli Mobile-8? “Saya tidak berani bilang begitu,” kata Merza.
Kalau berharap sih, boleh saja, Mas.
0 komentar:
Posting Komentar