17 Juli 2009 Buntut Dicabutnya Pembekuan Impor BlackBerry

Depkominfo Seperti Sedang Main “Yoyo”

Kebijakan pemerintah membuka lagi kran impor produk BlackBerry mendapat kritikan pedas. Depkominfo diibaratkan tengah bermain yoyo dengan kebijakan tarik ulur, bukan jadi pelaksana regulasi yang mesti mengutamakan kepentingan konsumen ketimbang industri.

“Kebijakan itu menunjukkan Depkominfo tidak tegas,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala di Jakarta, kemarin.

Seperti diketahui, Research in Motion (RIM) selaku prinsipal produk BlackBerry sebelumnya memperoleh sanksi keras Depkominfo dengan dibekukannya seluruh sertifikasi impor BlackBerry ke Indonesia.

Sanksi itu terkait persyaratan untuk menghadirkan layanan purna jual produk BlackBerry dalam negeri yang tidak dipatuhi. Apalagi, RIM mencatat pertumbuhan penjualan BlackBerry hampir 500 persen di Indonesia, tapi belum satu pun gerai resmi purna jual yang dikelola produsen asal Kanada tersebut merentasi keluhan produk pelanggan.

Sejuah ini, jika ada service center, sebatas inisiatif mitra operator RIM, seperti Indosat, Telkomsel, Excelcomindo Pratama (XL) maupun Axis. Sementara, hanya 20 persen dari kisaran 400 ribu pengguna BlackBerry yang bisa menikmati purna jual dari operator tersebut, karena 80 persen sisanya dianggap ilegal karena membeli di luar operator.

Dilain pihak merebaknya persoalan yang dialami pengguna BlackBerry non-bundling operator itu, mendorong Depkominfo turun tangan mengultimatum RIM meresmikan pembangunan pusat layanan purna jual paling lambat 16 Juli 2009. tenggat waktu yang dianggap RIM mustahil dipenuhi. RIM kemudian menjanjikan merampungkan pembangunan service center pada 26 Agustus meski operasionalnya bisa dimulai 21 Agustus 2009.

Belakangan, Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) menarik kebijakannya dengan mengundurkan batas tenggang waktu pada Research in Motion membuka layanan purna jual.

Namun, menurut Kamilov, seharusnya Depkominfo berkaca dari kasus larangan terbang yang dikenai Uni Eropa (UE) harhadap sejumlah maskapai penerbangan Indonesia, dimana pemerintah Indonesia harus berupaya setengah mati mencabut larangan tersebut.

Dalam kaitan itu, Kamilov menilai kebijakan Depkominfo itu terlalu pro Industri. “Seharusnya, dalam kasus ini, posisi masyarakat harus lebih diutamakan dan pemerintah harus mementingkan konsumen,” katanya.

Menanggapi sejumlah kritik itu, Kepala Pusat informasi Depkominfo Gatot S Dewa Broto membantah tudingan inkonsistensi dan ketidaktegasan pemerintah. Menurut Gatot, langkah yang ditempuh oleh pemerintah merupakan win-win solution, baik bagi industri maupun masyarakat pengguna.

“Kita juga harus melihat seluruh aspek yang ada, keputusan itu merupakan sebuah keputusan kolektif,” jelasnya.

Senada dengan Gatot, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia Heru Sutadi mengatakan, waktu tenggang agar RIM membuka layanan purnajual hingga 21 Agustus 2009 sebenarnya merupakan waktu yang tepat.

“Regulator memang memundurkan toleransi untuk RIM, karena secara logika, untuk membuka service center pasti membutuhkan waktu. Jadi kami beri kelonggaran waktu sampai 21 Agustus 2009,” katanya.

Dilain pihak, menanggapi kebijakan Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) mencabut pembekuan sertifikat produk BlackBerry, Produsen BlackBerry Research in Motion (RIM) menyambut antusias. RIM dikabarkan memberikan komitmen melanjutkan investasi untuk memberikan dukungan pada para pelanggan dan mitra RIM. ■ DWI

0 komentar: