25 Juli 2009 Pita 5,8 GHz bebas BHP

Efektivitas kebijkan diragukan

Oleh Arif Pitoyo
Bisnis Indonesia

Jakarta (24/07/2009) – Pemerintah akhirnya membebaskan pita frekuensi 5,8 GHz dari biaya hak penggunaan (BHP) dan menggantinya dengan izin kelas atau sertifikasi perangkat seperti yang selama ini diterapkan pada pita 2,4 GHz.

Ketentuan pembebasan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 25/2009 tentan Pelaksanaan tarif Atas PNBP dari Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.

Dalam regulasi tersebut terungkap bahwa setiap penyelenggara telekomunikasi yang menggunakan frekuensi radio untuk keperluan layanan pita lebar nirkabel (wireless broadband) pada pita frekuensi 2,4 GHz dan 5,8 GHz diberikan izin penggunaan frekuensi berdasarkan izin kelas.

Sebagai tindak lanjutnya, kemudian ditetapkanlah Peraturan Menkominfo No. 27/2009 tentang Penetapan Pita Frekuensi Radio Untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel Pada Pita Frekuensi Radio 5,8 GHz.

Pita 5,8 GHz pada rentang frekuensi radio 5,725-5,825 MHz ditetapkan untuk keperluan layanan pita lebar nirkabel dengan moda TDD (time division duplex). Penggunaan frekuensi berdasarkan izin kelas wajib memenuhi ketentuan digunakan bersama dan dilarang menimbulkan gangguan yang merugikan.

Penggunaan bersama (sharing) tersebut dilakukan berdasarkan koordinasi antarpengguna frekuensi radio. Pemberian izin penggunaan frekuensi radio berdasarkan izin kelas tidak berlaku pada kota di mana terdapat pengguna pita 5,8 GHz existing untuk keperluan layanan pita lebar nirkabel sampai dengan 19 Januari 2011.

Kepala Informasi dan Humas Depkominfo Gatot S. Dewa Broto mengungkapkan izin kelas akan membatasi spesifikasi teknis perangkat pengguna pita 5,8 GHz.

“Terutama pada lebar yang maksimal 20 MHz dan daya pancar frekuensi yang dibatasi secara ketat,” tegasnya.

Praktisi Internet nirkabel dari Forum Komunikasi Broadband Wireless Indonesia (FKBWI) Barata Wisnuwardhana meragukan keberhasilan pembebasan BHP pita 5,8 GHz karena sejauh ini Ditjen Postel belum menunjuk suatu komunitas yang harus mengoordinasikan pengunaannya.

Hutan rimba
“Jika tidak, maka kondisi di pita 2,4 GHz yang seperti hutan rimba juga akan terjadi di pita 5,8 GHz,” tegasnya.

Ketua Indonesia Wireless LAN dan Internet (IndoWLI) Atif M. Soerjadi mengatakan pemerintah harus konsisten dengan kebijakan yang dibuatnya.

Sedikitnya 50% dari seluruh pengguna pita frekuensi 2,4 GHz sebagian besar berasal dari institusi pemerintah-disinyalir melanggar Kepmenhub No. 2/2005 tentang Pembebasan Pita Frekuensi 2,4 GHz.

IndoWLI-asosiasi yang mewadahi pengguna Internet nirkabel di Indonesia, mengungkapkan pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna pita 2,4 GHZ tersebut biasanya berupa pengunaan daya yang melebihi batas maksimum yang ditetapkan, radio yang tidak disertifikasi, dan penolakan terhadap pengaturan bersama penggunaan frekuensi tersebut oleh komunitas.

Asosiasi itu menyayangkan pengguna-pengguna pita 2,4 GHz terutama yang datang dari pemain besar tidak mau berkoordinasi dengan komunitas sehingga menimbulkan persinggungan yang sangat mengganggu pengguna di sekitarnya.

Barata juga mensinyalir sampai saat ini pita 5,8 GHz sudah dimanfaatkan secara ilegal oleh sejumlah instansi pemerintah atau pemerintah daerah sehingga kebijakan pembebasan dikhawatirkan hanya menjustifikasi pelanggaran tersebut.

Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi mengatakan sebaiknya komunitas mengatur terlebih dahulu pemanfaatan pita 2,4 GHz sebelum mengatur pita 5,8 GHz secara mandiri.

“Saat ini pengguan pita 2,4 GHz sangat kacau.”
(FITA INDAH MAULANI) (arif.pitoyo@bisnsi.co.id)

0 komentar: