16 September 2009 Menara BTS ditoleransi sampai 2013

Infrastruktur belum siap, pelaku usaha khawatir rugi

Oleh Bastanul Siregar & Mia Chitra Dinisari
Bisnis Indonesia

Jakarta (15/09/2009): Pemprov DKI hanya menoleransi bangunan menara base transceiver station (BTS) yang tidak sesuai dengan peruntukan lokasi sampai 2013.

Apabila sampai batas waktu 3 tahun itu para operator seluler (provider) atau perusahaan jasa penyewa menara tidak melakukan pembongkaran, Pemprov DKI melalui Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) akan melakukan pembongkaran paksa.

Asisten Pembangunan dan Lingkungan Sekdaprov DKI Sarwo Handayani menyatakan untuk memastikan rencana tersebut, pemprov akan menyosialisasikan peraturan gubernur tentang penentuan titik menara atau cell coverage planning mulai pekan ini.

“Dinas P2B sudah punya daftar mana menara BTS yang diizinkan dan mana yang tidak. Tapi yang pasti, provider diberikan waktu untuk penyesuaian sampai 3 tahun sejak pergub berlaku efektif awal 2010,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Sarwo menjelaskan pergub itu sendiri sudah ditandatangani oleh gubernur awal September lalu, dan diharapkan sudah efektif awal 2010. Menurut rencana, sosialisasi pergub itu akan dilakukan Dinas Tata Ruang sampai akhir 2009.

Sosialisasi ini, katanya, dimaksudkan agar seluruh provider seluler dan perusahaan penyewa menara BTS mengetahui isi pergub tersebut. Namun, pergub itu tidak menyebutkan jumlah pasti menara yang dapat berdiri di Jakarta.

Yang disebutkan hanyalah akan ada 895 titik persebaran menara dengan sistem pembagian menara atau tower sharing. Sedangkan pola persebarannya dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona white area, zona renggang, dan zona padat.

Zona white area merupakan kawasan bebas adanya menara BTS, tetapi dapat dibangun jaringan serat optik atau dengan sistem menempel di atas gedung tinggi. Kawasan white area yang ditetapkan a.l. jalan-jalan protokol, kawasan padat penduduk, dan jalan-jalan kecil.

Untuk zona renggang merupakan kawasan yang diizinkan berdiri bangunan menara jumlahnya dibatasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Adapun, zona padat merupakan kawasan yang diperbolehkan membangun menara BTS dalam jumlah maksimal.

Karena itu, sambungnya, terhadap menara-menara eksisting yang masuk dalam zona white area harus dibongkar. Demikian juga terhadap menara eksisting dalam zona renggang, khususnya terhadap menara yang titik persebarannya terlalu dekat.

“Artinya, salah satu atau beberapa di antaranya harus dibongkar jika melebihi kapasitas, pengaturan pola persebaran ini sangat penting. Sebab, DKI merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berpotensi menjadi hutan menara BTS,” kata Sarwo.

Sulit dilakukan
Dihubungi terpisah, Ketua Asosiasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi (Apnatel) DKI Sutoto mengatakan rencana penertiban menara BTS dengan tenggat 2013 sulit dilakukan jika infrastruktur pendukung pemberlakukan pembatasan BTS belum disiapkan.

Selain itu, bagi perusahaan yang beru saja membangun tower pada tahun ini, minimal mereka baru mencapai titik impas 5 tahun ke depan, atau paling tidak 2014. Artinya, jika pemprov akan menertibkan sebelum titik impas, perusahaan akan merugi.

Sutoto menjelaskan dampak akibat ketidaksiapan infrastruktur ini, sangat sulit menerapkan sistem satu menara untuk 11 operator seperti yang hendak dirancang DKI. Pasalnya, untuk menampung 11 operator, besaran menara paling tidak harus seluas 10 x 10 meter.

Saat ini, luas menara maksimal 3x3 meter atau 4x4 meter, hingga idealnya hanya menampung empat antena. “Kami juga meminta mereka meningkatkan kekuatan fisik konstruksi untuk menjamin agar mampu menampung antena yang digabungkan itu,” katanya.

Dalam situasi ini, menurut Sutoto, pelaku usaha lebih setuju dengan rencana sentralisasi menara BTS di Menara Jakarta Kemayoran.

“Kalau sentralisasi, kualitas sinyal membaik. Akan tetapi jika penggabungan menara, kualitas sinyal berkurang jika lokasi jaringannya berjauhan.”

Dia menambahkan pengusaha juga siap membuat berkonsorsium untuk bersama-sama pemprov membangun transmisi jaringan serat optik yang direncanakan. Sebab, pembangunan infrastruktur itu butuh dana besar, terutama untuk pembangunan dak yang berlokasi di bawah tanah. (bustanul.siregar@bisnis.co.id/mia.chitra@bisnis.co,id)

0 komentar: