08 September 2009 Mencermati layanan IPTV

Pelanggan IPTV diperkirakan meningkat sekitar 60 juta pada 2010

Oleh Abdul Salam Taba
Alumnus School of Economics, The
University of Newcastle, Australia, bekerja
Sebagai PNS di Departemen Komunikasi
dan Informatika


Bisnis Indonesia (05/09/2009) – Pengesahan Peraturan Menteri Kominfo No. 30/Per/M.KOMINFO/8/2009 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television /IPTV) pada 19 Agustus 2009 menarik untuk dicermati.

Peraturan itu menarik dicermati karena selain berdampak memicu perkembangan layanan yang bersifat konvergen, juga dapat memicu operator menyelenggarakan layanan IPTV yang telah berkembang pesat di Eropa Barat dan Amerika sejak 2007, termasuk di kawasan Asia.

Menjadi pertanyaan, apa yang dimaksud IPTV dan apa kelebihannya bila dibandingkan dengan layanan televisi lainnya? Mengapa layanan ini marak diselanggarakan di berbagai negara? Apakah Permen yang mengatur layanan IPTV tersebut dapat dibenarkan secara yuridis, sesuai dengan UU yang ada.

Per definisi, IPTV merupakan layanan pengiriman suara (audio), gambar (video), dan data (Internet) secara simultan melalui internet protocol (IP) yang bersifat tertutup dan aman. Dikatakan tertutup karena yang dapat menikmati layanan ini hanya pelanggan yang terdaftar pada operator. Tidak seperti televisi internet yang menggunakan jaringan internet publik yang bersifat terbuka dan memungkinkan semua orang terlibat tanpa harus diketahui identitasnya, alias gratis seperti streaming video dan streaming audio pada situs Youtube, Google Vidoe, Metacafe, dan Truveo.

Dianggap aman karena arsitektur IPTV berbasis NGN (next generation network) yang memiliki fungsi kontrol layanan, sumber daya dan izin masuk. Operator IPTV juga sangat memanjakan pelanggannya dengan layanan yang bersifat personal (propiatery) dan interaktif. Pada saat acara belangsung, pelanggan dapat melakukan koreksi, pooling, rating, dan voting hingga usulan perbaikan program.

Pemberian layanan tersebut dimungkinkan karena layanan IPTV disalurkan melalui beragam platform telekomunikasi yang berbeda dengan koneksi broadband dan manajemen “back to back”, sehingga berkemampuan menawarkan kualitas layanan end to end dengan inovasi tak terbatas. Contohnya, penawaran beragam jenis layanan yang sesuai dengan keinginan pelanggan (on demand) seperti video on demand, pay per view, gaming, dan personal video recorder untuk merekam program tertentu.

Keberadaan IPTV juga lebih menarik karena beberapa kelebihannya yang tidak dimiliki layanan televisi lainnya seperti personalzed e-commerce, misalnya. Layanan ini memungkian pengiklanan (penjual), pelanggan (calom pembeli), dan operator (penyedia layanan iklan berinteraksi secara personal, terbuka dan relatif tidak terbatas berkenaan dengan produk yang ditawarkan dan diperjualbalikan.

Berbagai kelebihan tersebut telah memicu peningkatan jumlah pelanggan dan keuntungan yang diperoleh pebisnis IPTV setiap tahunnya di berbagai kawasan.

Management Group Inc. yang dilangsing di http://reports.tngtelecom.com/iptv, pelanggan IPTV bertumbuh dua kali lipat setiap tahun sejak diluncurkan 2002 dan diperkirakan meningkat sekitar 60 juta pada 2010 yang tersebar di 40 negara di seluruh dunia.

Dengan potensi bisnis tersebut, tidak heran bila banyak operator telekomunikasi di Indonesia yang berminat menyelenggarakan IPTV. Karena berdasarkan Roadmap Infrastruktur Telekomunikasi yang dirilis Ditjen Postel, diperkirakan akan ada 4,8 juta pengguna IPTV pada 2011.

Majukan TI
Besarnya animo masyarakat dan potensi bisnis IPTV inilah mungkin yang mendorong regulator (Depkominfo) mengesahkan Permen No.30/Per/M.KOMINFO/8/2009, meskipun payung hukum (umbrella act) yang mengatur konvergensi belum dibuat. Lazimnya, satu regulasi ditetapkan setelah ada payung UU-nya. Namun, secara yuridis, penetapan permen tersebut sesuai dengan ketentuan hukum dan UU yang berlaku.

Alasannya, selain memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan IPTV, juga selaras dengan esensi Permen Kominfo No.30/Per/M.KOMINFO/8/2009 sejalan dengan UU No.36/1999 tentang Telekomunikasi, UU No 32/2002 tentang Penyiaran, dan UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Esensi dimaksud tersirat di konsideran dan penjelasan umum ketiga UU tersebut, yang pada intinya menyatakan perlunya penataan dan penyesuaian regulasi untuk mengakomodasi dinamika perkembangan teknologi (konvergensi).

Penilaian yang menyatakan keberadaan permen tersebut dipaksakan dan tidak komprehensif memang beralasan. Karena yang diatur baru layanan IPTV yang berbasis kabel sedang yang nirkabel belum.

Namun, terlepas dari kekurangan itu, keberadaan Permen Kominfo No. 30/Per/M.KOMINFO/8/2009 memberikan berbagai manfaat bagi kemajuan industri teknologi informasi dan komunikasi (infomation and communication technology/ICT).

Pertama, dukungan pengembangan konten lokal yang tercermin dari keharusan operator IPTV menggunakan sedikitnya 10% konten produksi dalam negeri untuk layanan penyiaran (pushed services), dan 30% dari koleksi konten (content library) bagi layanan multimedia (pulled serviced dan interactive services).

Selain itu, operator juga diwajibkan memakai penyedia konten independen minimal 10% dari jumlah penyedia konten di koleksi konten milik operator, dan secara bertahap jumlah tersebut ditingkatkan menjadi 50% dalam 5 tahun.

Kedua, pertumbuhan industri perangkat keras dan perangkat lunak juga akan terpacu dengan adanya permen tersebut. Pasalnya, tiap operator diwajibkan membangun infrastruktur jaringan dan jasa, serta menggunakan sistem perangkat IPTV yang dibuat di Indonesia. Belum termasuk keharusan penggunaan Internet Protocol Set-Top-Box (IP-STB) dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sebesar 20%, dan secara bertahap ditingkatkan menjadi 50% dalam waktu 5 tahun.

Ketiga, regulasi IPTV itu juga menguntungkan konsumen (pengguna) karena operator diwajibkan menjaga kualitas jaringan, penerimaan, kecepatan pindah layanan, dan pengelolaan pelanggannya (customer care). Sementara untuk mencegah terjadinya monopoli dalam penyelenggaraan layanan IPTV, tiap operator diharuskan berbentuk konsorsium dengan jumlah anggota minimal dua perusahaan.

Dengan berbagai manfaat tersebut, sudah sepantasnya bila keberadaan Perment Kominfo No. 30/Per/M/KOMINFO/8/2009 seyogjanya disambut dengan tangan terbuka dan didukung dalam pelaksanaannya.

0 komentar: