08 September 2009 Pembongkaran BTS, solusi atau arogansi?

Pemkab Badung menempuh risiko black out

Oleh Arif Pitoyo
Wartawan Bisnis Indonesia

(07/09/2009) – Kabupaten Badung yang terkenal sebagai daerah seribu pura terancam berubah menjadi daerah seribu menara telekomunikasi. Namun, pembongkaran menara existing dinilai bukan merupakan solusi yang bijaksana.

Saat ini, sedikitnya 169 unit menara berada di kabupaten tersebut. Dan jumlah itu, sekitar 126 unit merupakan menara existing, dan 43 unit merupakan menara baru yang dibangun oleh PT Bali Towerindo Sentra.

Dari sejumlah 126 unit menara existing, Pemkab Badung mengklaim sekitar 43 unit tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Bahkan kondisi fisik beberapa menara disinyalir sudah keropos dan beberapa lainnya berdiri di dekat pura atau sekolah.

Bupati Badung Anak Agung Gde Agung mengungkapkan pembongkaran menara tersebut memiliki makna filosofi yang sangat dalam, yaitu menjaga keseimbangan antara lingkungan dan prasarana fisik di wilayah Badung, agar tercipta keharmonisan.

“Dari aspek yuridis, hal tersebut juga sudah melalui proses dan kajian yang sangat panjang, di antaranya dengan diselenggarakannya pertemuan atau workshop antara pemkab, operator, dan DPRD setempat pada 2006, di mana saat itu operator sudah menyatakan dukungannya terhadap gagasan pendirian menara terpadu,” ungkapknya, akhir pekan.

Selanjutnya, pada April 2007 pemkab menyelenggarakan tender penyedia menara yang dimenangkan Bali Towerindo Sentra. Atas dasar itulah, pemkab melaksanakan penertiban menara yang tidak memiliki IMB mulai Desember 2008, yang dilanjutkan Agustus 2009.

Menurut rencana, setelah Lebaran, pembongkaran yang mengacu pada penelitian Teknik Elektro Universitas Udayana tersebut akan terus dilaksanakan. Penelitian itu merekomendasikan bahwa jumlah menara telekomunikasi yang dibutuhkan di wilayah Badung hanya sekitar 49 unit.

Berdasarkan pemantauan Bisnis di Badung, menara telekomunikasi yang dirobohkan terletak bersebelahan dengan BTS milik Bali Towerindo yang berwarna keabu-abuan.

Pembongkaran tersebut, menurut sejumlah operator setempat menyebabkan putusnya sinyal selama 3 hari – 4 hari. Operator telekomunikasi seperti Telkom bahkan membiarkan BTS layanan Flexi yang dirobohkan tidak dipasang lagi.

Sedikitnya 10 unit BTS Flexi dari jumlah total 120 BTS di Badung sudah dirobohkan oleh pemkab setempat, di mana setiap unit melayani 2.500 pelanggan (belum termasuk pelanggan mobile).

Bupati Badung mengaku pembongkaran menara telekomunikasi di wilayahnya hanya yang tidak memiliki IMB dan tidak memenuhi ketentuan teknis pemerintah.

Gede Negara mengungkapkan pihaknya bukannya tidak mengurus perpanjangan IMB, melainkan justru pihak Pemkab Badung yang menolak perpanjangan tersebut.

Wajar saja pemkab menolak pengurusan dan perpanjangan IMB, karena sudah terikat perjanjian kerja sama (PKS) dengan Bali Towerindo.

Dugaan monopoli
Dalam ssalah satu butir PKS tersebut, Pemkab Badung tidak diperkenankan memberikan izin baru penyedia menara dan tidak boleh memperpanjang izin menara existing selama 20 tahun.

Klausa poin C, Pasal 10 Ayat 2, dan pasal 14 menutup peluang pengusaha yang baru, bahkan mengeluarkan pengusaha existing penyedia jasa menara telekomunikasi di wilayah tersebut.

Gde Agung mengklaim perjanjian kerja sama antara Pemkab Badung dan Bali Towerindo merupakan solusi pemkab untuk mengatasi tumbuhnya hutan tower.

Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) Sarwoto Atmosutarno menegaskan Pemkab Badung harus menghentikan pembongkaran menara karena dalam aturan mana pun tidak ada yang menyebutkan pemaksaan penggunaan menara oleh suatu penyedia tertentu.

Saat ini, lanjut Sarwoto, operator melakukan konsolidasi pada menara yang ada untuk saling bergabung.

ATSI mengungkapkan operator tidak anti terhadap Bali Towerindo asalkan jangan melarang provider lainnya untuk berusaha. Asosiasi itu menilai persoalan hukum hendaknya diselesaikan secara hukum, persoalan bisnis dengan PT Bali Towerindo diselesaikan B2B.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah memberikan peringatan resmi dalam surat tertulis No.408/K/VI/2009 pada 18 Juni 2009 yang dikirimkan kepada bupati dan pihak terkait.

“Beberapa kalausa dalam surat perjanjian antara Pemkab Badung dan Bali Towerindo menyebabkan terjadinya penguasaan pasar menara telekomunikasi bersama di kabupaten itu oleh satu pelaku usaha atau monopoli,” ujar Ketua KPPU Benny Pasaribu.

Kasus Badung sudah menjadi isu nasional. Apabila kasus tersebut sampai lolos dan tidak terbendung, pemkab lain sudah mengintipnya untuk melakukan hal serupa.

Operator telekomunikasi juga sebenarnya tidak sepenuhnya benar, karena terdapat surat pernyataan dari satu penyedia menara dan satu operator yang mendukung penyelenggaraan menara terpadu.

Alangkah baiknya apabila kedua pihak berdialog kembali untuk mencapai kesepakatan, karena pelangganlah yang akhirnya akan dirugikan apabila polemik ini terus berlanjtu. (FITA INDAH MAULANI/RONI YUNIANTO) (arif.pitoyo@bisnis.co.id)

0 komentar: