09 September 2009 Retribusi menara bebani operator

‘Besaran retribusi harus dikendalikan pemerintah pusat’

Oleh Fita Indah Maulani & Roni Yunianto
Bisnis Indonesia

Jakarta: Pelaku usaha telekomunikasi mendesak pemerintah agar mengurangi beban tambahan bagi industri, terutama terkait dengan rencana penarikan retribusi menara telekomunikasi kepada operator dan penyedia menara.

“UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pendapatan Daerah harus disinkronkan dengan kebijakan pemerintah pusat dalam hal penerimaan negera bukan pajak [PNBP],” ujar Ketua Umum Asosiasi Telekomunikaasi Seluler Indonesia (ATSI) Sarwoto Atmosutarno kepada Bisnis kemarin.

Menurut dia, prinsipnya adalah agar tidak ada beban tambahan bagi pelaku usaha, mengingat setelah regulasi telekomunikasi sukses prokonsumen dan pro negara melalui PNBP dan pajak, sudah saatnya memberi keseimbangan baru kepada industri untuk kesinambungan usaha dan kualitas layanan.

Operator telekomunikasi mengkhawatirkan sebuah pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang sudah disetujui DPR tinggal menunggu penomoran UU yang memberikan kewenangan penuh bagi daerah dalam menetapkan besaran restribusi menara.

Sarwoto menegaskan besaran retribusi daerah harus diatur dan dikendalikan oleh pemerintah pusat meskipun penarikannya oleh pemda sehingga bisa dipungut berdasarkan asas manfaat dan keadilan.

Chief Marketing Officer Indosat Guntur S Siboro mengatakan hal ini sangat berbahaya, apalagi tidak ada dasar perhitungan besar retribusi yang akan ditetapkan oleh pemerintah kabupaten (pemkab) dan pemerintah kota (pemkot).

“Empat tahun lalu waktu saya menjadi kepala region ada pemda yang mau memberlakukan peraturan daerah tentang hal ini. Para operator tidak setuju karena akan menambahkan biaya pajak ke harga jual pada pelanggan,” ujarnya kepada Bisnis kemarin.

UU Pajak Daerah dan Restribusi Daerah di dalamnya terdapat salah satu pasal berisi bahwa operator dan pemilik menara telekomunikasi akan dikenakan retribusi pengendalian menara telekomunikasi yang besarnya diatur oleh pemkab/pemkot.

Pemerintah tidak menetapkan batasan besar restribusi maupun aspek-aspek yang menjadi dasar perhitungan dalam menetapkan besaran restribusi yang akan ditarik dari operator dan pemilik menara telekomunikasi.

Gatot S. Dewa Broto, Kepala Pusat Informasi dan Humas Depkominfo, mengatakan untuk restribusi menara telekomunikasi pemerintah telah mengaturnya dalam surat keputusan bersama.

“Pemkab atau pemkot berhak mendapat retribusi menara dari izin mendirikan bangunan [IMB] yang diperhitungkan sesuai dengan kondisi di setiap daerah. Ini halal bagi mereka,” ujarnya.

Dia menegaskan retribusi yang dimaksud itu adalah retribusi tunggal artinya hanya sekali dikenakan dan tidak mengizinkan retribusi tambahan lainnya seperti jaminan keamanan, sosial, dan lain-lain.

Formula PP
Danrivanto Budijanto, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), menuturkan retribusi terhadap infrastruktur telekomunikasi sebenarnya sudah menjadi bagian dari UU Pajak dan Retribusi Daerah yang baru.

“UU ini sudah disahkan oleh Rapat Paripurna DPR Agustus 2009 lalu dan retribusi itu masuk dalam bagian klausul Pengelolaan Menara Telekomunikasi,” ujarnya kepada Bisnis kemarin.

Menurut Danrivanto, UU yang belum diterbitkan nomornya itu nantinya diikuti dengan keluarnya peraturan pemerintah (PP).

SKB, tuturnya, tidak berlaku surut. Artinya jika ada perda terkait dengan retribusi yang ada sebelum SKB Menara keluar itu tetap berlaku dan wajib dipatuhi operator, kecuali setelah PP dan UU baru ini berlaku maka [PP dan UU Pajak dan Retribusi Daerah] ini yang menjadi acuan perda retribusi tersebut.

Dia mengatakan operator melalui ATSI dapat mengajukan masukannya kepada Depkeu sebelum PP tersebut disusun seperti halnya ketika memberi masukan saat penyusunan PP Penerimaan Negara Bukan Pajak (PBP).

Danrivanto mengakui selama ini pada satu titik memang tidak mudah mencari irisan yang menguntungkan operator atau pemilik infrastruktur untuk mencapai kondisi yang dinilai ‘nyaman’ dari regulasi yang ada.

Ini mengingat regulasi daerah juga memiliki kewenangan di bawah UU Otonomi Daerah dan PP tentang Pembagian Kewenangan Daerah.

0 komentar: