17 November 2009 ‘Kecepatan ideal tak akan pernah tercapai’

Lalu lintas download lebih dominan

Oleh Fita Indah Maulani
Bisnis Indonesia

Jakarta: Kecepatan layanan data baik melalui peranti modem ataupun ponsel oleh pelanggan tidak akan pernah mencapai angka yang dijanjikan operator, karena adanya sharing (pembagian) kapasitas.

Willy Lukas Kurniadi, Senior Account Manager PT Zte Indonesia, mengungkapkan operator menerapkan sistem sharing kapasitas kebeberapa pelanggan. Dia mencontohkan pembagian alokasi untuk 10 pelanggan di setiap BTS (base transceiver station) pada akses HSDPA (high speed downlink packet access) yang menjanjikan kecepatan 7,2 megabit per second (Mbps).

“Dengan benchmark 7,2 Mbps pun, kecepatan rata-rata yang bisa dinikmati pelanggan hanya 700 Kbps [kilobyte per second]. Bahkan kondisi nyatanya bisa hanya 78 Kbps,” ujarnya kepda Bisnis kemarin.

Dia menambahkan sebagian besar pengguna layanan data di Indonesia cenderung mengunduh (donwload) high speed packet access di bandingkan dengan (upload), sehingga operator lebih sering meningkatkan kecepatan download.

“Biasanya kecepatan download dinaikkan, tetapi pengakses tidak akan pernah bisa memperoleh kecepatan yang ditawarkan karena penggunaannya menggunakan sistem sharing,” tuturnya.

Dia menjelaskan handset baik berupa modem maupun ponsel di pasaran sudah ada yang bisa menerima kecepatan akses hingga 7,2 Mbps, tetapi penggunaannya menjadi tidak maksimal karena kecepatan dari jaringannya tidak sampai senilai itu untuk seluruh pemakai.

Kecuali, dalam satu waktu tersebut dan di cakupan BTS wilayah tersebut hanya ada satu orang pengakses. Kecepatan akses di Indonesia jarang ada yang mencapai 1 Mbps.

Sudah memadai
Perkembangan teknologi seperti HSPA+ (high speed packet access plus) yang digadang oleh dua operator besar, PT Telkomsel dan PT Indosat Tbk pun dinilai tidak bisa menghadirkan kecepatan akses download hingga 21 Mbps.

Kecepatan tersebut di pihak sentral operator, lagipula dengan kecepatan download sebesar 384 Kbps yang menjadi kecepatan tertinggi teknologi 3G sudah cukup cepat untuk browsing. Lambatnya akses baru terasa ketika download.

Willy menambahkan kecepatan download 2,8 Mbps pun sudah sangat cepat dan sudah sangat memadai bagi pelanggan.

“Kecepatan itu tidak membedakan apakah dilakukan oleh handset [ponsel] HSDPA berfitur kecepatan 7,2 Mbps atau ponsel HSDPA 3,6 Mbps,” katanya.

Indonesia dinilai tetap memerlukan teknologi baru HSPA+, meskipun dalam kurun waktu 2-3 tahun mendatang teknologi LTE (long term evolution) sudah hadir di pasar.

Jaikishan Rajaraman, Senior Director of Services GSM Association (GSMA), mengatakan Indonesia tetap harus melakukan pembaruan teknologi saat ini, jangan menunggu suatu teknologi yang belum dipastikan dan masih belum menjangkau nilai keekonomian.

“Harga peranti lunak atau modul HSPA juga terus mengalami penurunan didorong oleh tingginya permintaan pasar dunia dan banyak vendor penyedia. Dalam 18 bulan ke depan bisa turun hingga US$35 per modul dari sekarang sekitar US$70 per modul,” ujarnya baru-baru ini.

Operator seluler 3G di Indonesia dinilai oleh asosiasi GSMA tidak perlu mengeluarkan investasi yang terlalu mahal saat meningkatkan kecepatan akses jaringannya menjadi 21 Mbps dengan teknologi HSPA+.

Jaikishan mengatakan operator tersebut seharusnya masih bisa menggunakan vendor jaringan 3G sebelumnya untuk meningkatkan (upgrade) kapasitas jaringan. (fita.indah@bisnis.co.id)

0 komentar: