04 November 2009 Operator keluhkan biaya BlackBerry

Biaya akses diduga mengarah ke kartel tarif

Oleh Roni Yunianto & Arif Pitoyo
Bisnis Indonesia

Jakarta: Operator telekomunikasi mitra Research in Motion (RIM) mengeluhkan biaya akses mahal yang harus dibayarkan ke vendor asal Kanada tersebut.

Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi mengatakan selama ini operator telekomunikasi harus membayar biaya akses ke RIM sebesar 40% dari total pendapatan layanan BlackBerry.

“Ada biaya yang harus dibayar ke RIM yang berbeda antara pelanggan individu atau korporat, semacam biaya interkoneksi. Operator mengeluhkan biaya itu karena terlalu mahal dan menginginkan adanya mirror di Indonesia agar biaya akses bisa ditekan,” ujarnya kepada Bisnis baru-baru ini.

Sementara, lanjutnya, operator juga harus bertanggung jawab pada operasional jaringan, terutama menyediakan kapasitas data yang cukup besar sehingga menghabiskan sumber dayanya.

BRTI mengaku sudah pernah menyampaikan keluhan dan keberatan itu kepada RIM tetapi belum dielaborasi lebih lanjut karena masih fokus pada penyediaan layanan purnajual.

Menurut Heru, setelah layanan purnajual sudah didirikan, maka pihaknya akan fokus menekan biaya akses BlackBerry, sehingga tarif yang dikenakan ke pelanggan pun menjadi lebih murah.

Saat ini, pelanggan BlackBerry dikenakan tarif yang tidak jauh berbeda antara satu operator dengan operator lainnya.

Saat ini, operator di Indonesia yang menjadi mitra RIM adalah PT Indosat Tbk, PT Telkomsel, PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL), dan PT Natrindo Telepon Seluler (NTS).

Untuk tarif pascabayar paket termurah Indosat mengenakan tarif Rp140.000/bulan, Telkomsel Rp180.000/bulan, XL Rp160.000/bulan, dan NTS Rp100.000/bulan.

Sementara itu, untuk tarif harian BlackBerry, Indosat menerapkan tarif Rp6.000, Telkom Rp8.000, XL Rp5.000, dan NTS Rp3.900.

Kartel tarif
Kamilov Sagala, Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI), menegaskan biaya akses BlackBerry mengarah ke kartel tarif.

“Karena ternyata tarif hanya ditentukan oleh RIM beserta mitra operator besar di dunia, yang sebagian besar menjadi pemegang saham operator di Indonesia. Ini sama halnya dengan kartel roaming internasional,” ungkapnya.

Chief Marketing Officer PT Indosat Tbk Guntur S. Siboro menegaskan pihaknya sudah mendapat bagian yang lebih besar dari RIM.

“Ini hal yang wajar, mengingat yang dijual BlackBerry adalah handset dan layanan. Adapun, tarif setiap operator BlackBerry adalah berbeda sehingga tidak bisa disebut kartel,” tuturnya.

Presdir XL Hasnul Suhaimi justru membantah operator keberatan dengan biaya akses BlackBerry.

Nggak juga, bergantung pada jumlah pelanggan, jenis layanan, dan hasil negosiasi dengan RIM. Selain itu juga ditentukan berapa harga jual ke pelanggan.”

Suryo Hadiyanto, Manajer Komunikasi Korporat Telkomsel, mengatakan tarif BlackBerry ditentukan sesuai dengan perhitungan struktur biaya dari operator.

“Semua sesuai perjanjian operator-RIM sehingga tarif tersebut dikemas sebagai nilai tambah yang berbeda-beda dan disesuaikan dengan model layanan BlackBerry dari operator.” Djunaedi Hermawanto, Vice President Direct Sales PT Excelcomindo Pratama Tbk, mengatakan tidak benar tarif BlackBerry mengarah ke kartel jelajah internasional. “Tarif hanyalah salah satu komponen dari RIM, karena dalam penentuan tarif ada biaya operator yang juga turut diperhitungkan seperti pemasaran dan lainnya,” ujarnya kepada Bisnis.

Anita Avianty, Head of Corporate Communication PT Natrindo Telepon Seluler-penyedia layanan Axis-mengatakan kendali dalam menentukan harga akses tidak berada pada RIM.

“Harga peranti dari RIM relatif sama, sedangkan kompoenen lainnya yang diperhitungkan adalah biaya dari operator, sehingga output atau paketnya menjadi berbeda-beda tiap-tiap operator,” tuturnya kepada Bisnis.
(roni.yunianto@bisnis.co.id/arif.pitoyo@bisnis.co.id)

0 komentar: