26 November 2009 Perangkat BWA belum dipasarkan

Vendor perangkat WiMax belum siap produksi massal

Oleh Fita Indah Maulani
Bisnis Indonesia

Jakarta: Perusahaan pemenang tender broadband wireless access (BWA/WiMax) pada frekuensi 2,3 GHz diketahui belum melakukan pesanan pada sejumlah vendor penyedia perangkat WiMax berteknologi 16d yang telah memperoleh sertifikasi pemerintah.

Indar Atmanto, Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2), sebagai pemenang satu paket di zona 5 BWA, mengatakan pihaknya baru saja menyelesaikan pembayaran up front fee dan biaya hak penyelenggaraan (BHP) atau annual fee tahun pertama pada pekan lalu.

“Mengenai perangkat saat ini kami baru dalam tahap meminta informasi [request of information] dari para vendor penyedia perangkat,” ujarnya kepada Bisnis, kemarin.

Saat ini baru PT Hariff Daya Tunggal dan PT Teknologi Riset Global (TRG) yang telah memegang sertifikasi pemerintah terkait aturan tingkat kandungan lokal (TKDN) pada perangkat yaitu 40% untuk perangkat BS (based station) dan 30% bagi perangkat SS (subsciber station).

Sementara itu PT First Media Tbk dalam paparan publik mengumumkan anggaran investasi Rp500 miliar hingga Rp1 triliun untuk membangun menara telekomunikasi berikut base transceiver station (BTS) dan infrastruktur lainnya yang diperlukan proyek WiMax. Paparan publik itu tidak menyebutkan siapa vendor penyedia perangkat yang ditunjuk.

Perusahaan ini memenangi tender untuk Zona I yaitu Sumatra bagian utara meliputi Sumatra Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam, serta Zona 4 yaitu Jabodetabek dan Banten.

IM2 dan First Media merupakan dua dari tiga perusahaan pemenang tender yang sudah membayar up front fee dan BHP. Seluruh perusahaan pemenang sendiri telah menerima izin prinsip awal bulan ini.

Pekan lalu, PT TRG mengumumkan PT Indosat dan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) akan memelopori penggelaran teknologi akses fixed WiMax menyusul terwujudnya transksi pembelian peranti WiMax 2,3 GHz tersebut.

Gatot Tetuko, Direktur PT Teknolgi Riset Global (TRG) salah satu produsen peranti WiMax lokal, mengatakan perusahaan dari Grup Indosat dan PT Telkom merupakan beberapa perusahaan yang telah membeli peranti WiMax.

“Transaksi pembelian (dari beberapa perusahaan) sudah terjadi dan sebagian lainnya masih dalam proses penjajakan,” ujarnya (Bisnis, 19 November).

Menurut Gatot, pabrik mitra TRG di Batam sudah siap memproduksi sesuai kebutuhan operator yang akan segera melakukan penggelaran.

Dia mengatakan peranti WiMax akan fleksibel untuk diterapkan sesuai perencanaan operator yang ingin mengoptimalkan pendapatan dari biaya berlangganan Internet.

Contohnya, untuk meraih biaya pelanggan yang murah, operator dapat mengintegrasikan WiMax dengan WiFi.

Artinya, WiMax dapat memperkuat akses ke base station (switch) dan akses ke gedung-gedung dapat menggunakan WiFi.

TRG sendiri menyatakan siap melakukan produksi, tentunya sesuai dengan pesanan dari para pemenang tender.

Ketua Umum Mastel (Masyarakat Telematika Indonesia) Setyanto P. Santosa mengungkapkan selama ini operator mengira bahwa perangkat BWA belum siap.

“Padahal hal itu belum dicoba melalui tender. Setelah menerima izin prinsip, operator seharusnya bergerak cepat membuat perencanaan layanan agar bisa tepat waktu sesuai dengan lisensi modern,” ujarnya.

Perusahaan pemenang tender BWA atau WiMax masih mempertanyakan keberadaan perangkat based station (BS) dan subscriber station (SS) dengan kandungan lokal yang telah tersetifikasi, sesuai aturan pemerintah dalam dokumen tender.

Roy Rahajasa Yamin, Direktur Utama PT Wireless Telecom Universal (WTU), mengatakan perangkat BWA untuk teknologi 16.d seperti yang ditetapkan dalam tender beberapa waktu lalu sudah ada di pasaran.

“Namun, kami masih belum tahu dan masih harus melakukan pengecekan apakah perangkat tersebut telah memenuhi tingkat kandungan dalam negeri yang ditetapkan pemerintah, yaitu 40% untuk perangkat BS dan 30% bagi perangkat SS,” ujarnya kepada Bisnis.

Dia menjelaskan siapa saja vendor yang memenuhi aturan tersebut masih harus dikonfirmasikan kepada regulator (Depkominfo).

Begitu juga dengan siapa saja vendor perangkat yang memenuhi persyaratan global roaming sesuai dengan kesepakatan yang ditandatangani Indonesia dalam APECTEL (The APEC Telecommunications and Information Working Group).

Direktur PT WTU Teddy A. Purwadi mengatakan TKDN peranti WiMax belum siap dan masih sekadar uji coba saja.

“Kami terpaksa akan memakai perangkat dengan kandungan lokal 40%, sisanya mencari yang lebih canggih. Untuk ketersediaan TKDN sebaiknya tanya ke pemerintah,” tuturnya.

Tidak siap
Ketidaksiapan kedua perusahaan lokal itu juga terlihat pada saat uji coba perangkat WiMax di Puspitek Serpong, awal Juni lalu.

Perangkat base station Hariff dan TRG hanya bisa menjangkau 15 CPE (customer premises equipment) dengan daya jangkau sapai 6 km.

Padahal, WiMax Forum mensyaratkan bahwa dalam satu base station layanan WiMax bisa menjangkau minimal 100 CPE atau titik pelanggan.

Forum Komunikasi Broadband Wireless Indonesia (FKBWI) menilai konsekuensi dari spesifikasi tersebut adalah butuh investasi sengat besar untuk dapat menyelenggarakan layanan Internet nirkabel pita lebar tersebut.

“Dengan hanya menjangkau enam CPE untuk satu base station [BS], maka perlu banyak BS agar memenuhi standar WiMax Forum sebanyak 100 CPE. Padahal satu BS menelan investasi ratusan juta rupiah,” ungkap organisasi yang terdiri dari vendor dan operator WiMax tersebut.

Untuk diketahui, WiMax terdiri dari dua standar yaitu IEEE 802.16d-2004 (lebih dikenal dengan 16d) untuk WiMax fixed atau nomadic dengan teknik modulasi orthogonal frequency division multiplex (OFDM) dan IEEE 802.16e-2005 (16e) untuk WiMax mobile dengan teknik modulasi spatial orthogonal Frequency Division Multiplex Access (SOFDMA). (ARIF PITOYO) (fita.indah@bisnis.co.id)

0 komentar: