SELAMATKAN UANG NEGARA RP 2 TRILIUN
Telkom Bidik Fastel perusahaan Migas
Jakarta, Investor Dily – PT Telkom Tbk mengincar layanan fasilitas telekomunikasi (fastel) perusahaan migas (minyak dan gas) untuk menyelamatkan uang negara hingga Rp 2 trilun.
Saat ini, Telkom sedang melakukan pembicaraan dengan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).
“Tahun depan, krisis belum selesai. Seharusnya kita memakai produk dalam negeri, tarmasuk dalam hal penggunaan fastel. Industri dalam negeri seharusnya juga memakai Telkom,” tandas Direktur Utama PT Telkom Tbk Rinaldi Firmansya pada peluncuran produk i-Sure di Jakarta, Senin (22/12).
Dia mengatakan, bila perusahaan dibawah BP Migas dapat digaet, uang negara yang diselamatkan mencapai Rp 200 miliar per perusahaan per 10 tahun atau sebesar Rp 2 triliun.
Menurut Rinaldi, dalam kondisi krisis, setiap negara harus menyelamatkan dirinya sendiri. Dia memberi contoh Tiongkok. Dalam menghadapi krisis, Tiongkok memberdayakan perusahaan dalam negeri dan pasar lokal agar perekonomian terus bergulir. Hal yang sama dilakukan dengan Amerika Sarikat (AS). AS tengah berkonsentrasi mengembangkan industri dan pasar lokalnya.
Terkait Indonesia, Dirut Telkom menilai adanya ketidak adilan dalam aliran dana dari kas negara yang dinikmati seluruh perusahaan pertambangan baik asing maupun lokal.
Pasalnya, pemerintah Indonesia menyediakan dana cost recovery (klaim biaya produksi dan pengangkatan minyak) yang dapat diambil perusahaan pertambangan setelah melakukan eksplorasi.
Namun yang terjadi, dana tersebut sebagian justru jatuh ke tangan perusahaan telekomunikasi asing sebab operator yang ditunjuk berasal dari negara pemilik perusahaan tambang itu.
Dia memberi contoh, salah satu perusahan pertambangan Inggris melakukan eksplorasi di Indonesia. Saat melakukan eksplorasi perusahaan Inggris itu tidak memakai fastel lokal namun membawa British Telecom ke Indonesia.
Padahal, operator telekomunikasi itu akan menikmati tagihan cost recovery dari pemerintah Indonesia melalui perusahaan migas tersebut. Artinya, British Telecom dihidupkan secara tidak langsung oleh pemerintah melalui fasilitas yang diterima perusahaan pertambangan.
“Bagi kami, ini tidak adil. Seharusnya dana itu bisa kami raih dan pasti akan kembalikan lagi pada negara” papar dia.
Data Investor Daily menyebutkan, cost recovery yang dibayarkan pemerintah pada seluruh kontraktor atau perusahaan migas mencapai US$ 8,33 miliar selama 2007. Adapun kontraktor yang mengajukan tagihan masing-masing yaitu Pertamina sebesar US$ 1,956 miliar, Chevron Pacific Indonesia di Blok Rokan PS (US$ 1,133 miliar), Inpex di Blok Kalimantan Timur (US$ 828 juta), dan Total E&P Indoneie (US$ 823 juta).
Menurut Direktur Enterprise and Wholesale Telkom Arif Yahya, potensi dana yang bisa dikembalikan kenegara bila perusahaan migas itu memakai Telkom untuk penyediaan fastel sebesar Rp 200 miliar per perusahaan per 10 tahun. Sebab itu, tidak berlebihan bila Telkom melakukan pembicaraan dengan BP Migas untuk bisa meraih potensi dana tersebut. “Kami bisa menyediakan fastel untuk mereka,” papar dia.
Akan tetapi, tandas Arief, perusahaan migas biasanya berkelit, perushaan migas sudah terikat kontrak kerja dengan operator telekomunikasi di negara asalnya untuk tingkat kantor pusat. Kontrak tersebut mengharuskan mereka memakai operator negara masing-masing meski beroperasi di negara manapun. “Klausul seperti ini perlu dipelajari agar operator lokal semacam Telkom bisa turut meraih ceruk cost recovery,” tandas dia. (cep)
0 komentar:
Posting Komentar