Telekomunikasi, Industri Kreatif,
dan Tantangannya

Media Indonesia, Berlangsungnya proses konvergensi yang sangat cepat antara telekomunikasi, teknologi informasi (TI), dan penyiaran (broadcast) telah memacu kompetisi yang semakin ketat dan terbuka di sektor telekomunikasi itu sendiri.

Kondisi tersebut tidak bisa lagi dihindarkan, baik oleh operator incumbent ataupun pendatang baru.
Dengan kata lain, konvergensi telah menggiring terjadinya perubahan pada pola bisnis, tingkat kompetisi, dan penyiapan regulasi. Bagi operator, akhirnya mutu dan jenis layananlah yang menjadi faktor penentu keberhasilan mereka.
Sementara itu, konvergensi ternyata memberikan tantangan yang tidak mudah pula bagi pemerintah dalam mengatur bisnis telekomunikasi.

Sejak diberlakukannya UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi, berbagai kemajuan telah dicapai dan hasilnya telah dirasakan langsung pengguna jasa. Sektor telekomunikasi, khususnya telekomunikasi seluler, merupakan satu-satunya sektor jasa yang mampu memberikan pelayanan dengan harga yang makin terjangkau masyarakat.

Di jelang krisis ekonomi finansial yang dampaknya mulai terasa di dalam negeri, sektor telekomunikasi masih mampu bertahan untuk memberikan pelayanan terbaik dengan tarif yang kompetitif. Besarnya peluang usaha telah membuka jalan bagi investor asing, khususnya dalam bentuk kepemilikan operator seluler.

Meskipun demikian, perkembangan telekomunikasi di Indonesia juga diwarnai beberapa penyelesaian menyeluruh seperti kesenjangan digital antardaerah, kejelasan tentang menara telekomunikasi bersama, tertundanya pelaksanaan USO telekomunikasi dan ketidaksinkronan regulasi dengan pemerintah daerah.

Kinerja telekomunikasi
Pertumbuhan sektor telekomunikasi Indonesia pasca UU 36/1999 tidak bisa dilepaskan dari pesatnya pertumbuhan jaringan bergerak nirkabel (wireless). Jumlah pengguna telepon nirkabel di Indonesia pada 2004 mencapai 32 juta. Angka itu tumbuh menjadi 130 juta pada juli 2008. Laju pertumbuhannya sebersar 52 pengguna/menit. Sebaliknya, jumlah sambungan telepon tetap (PSTN) berkurang sejak 2005. Meskipun belum ada angka resmi, hingga akhir 2008 jumlah total sambungan telepon di Indonesia diperkirakan 150 juta satuan sambungan.

Liberalisasi perdagangan jasa turut pula mewarnai perkembangan telekomunikasi di Indonesia. Pasar telekomunikasi yang sebelumnya monopolistik mengalami transformasi menuju pasar bebas berbasis kompetisi. Saat ini terdapat 11 operator layanan telekomunikasi, 10 di antaranya bergerak di pasar layanan nirkabel. Sejak besaran tarif interkoneksi diturunkan pemerintah pada 2007, tiga operator seluler terbesar telah menurunkan tarifnya sebesar 44%-70%, yang memberikan kenaikan volume percakapan rata-rata sebanyak 35%-280%.

Meski demikian, tingginya okupansi jaringan yang didorong oleh perang tarif telekomunikasi telah berpengaruh terhadap turunnya mutu layanan (service level) karena keterbatasan kapasitas jaringan. Bentuk penurunan mutu layanan yang banyak dialami adalah tingkat succesfull call ration (SCR) yang rendah, tingginya delay untuk melakukan penggilan, dropped call di tengah pembicaraan, sinyal tiba-tiba melemah, hingga kualitas sambungan kurang bagus.

Tantangan ke depan
Peningkatan kebutuhan akan ketersediaan jaringan, pertumbuhan konten (aplikasi) yang membutuhkan koneksi jaringan yang lebih stabil, dan kebutuhan investasi dalam menghadapi era konvergensi merupakan faktor pendorong bagi operator untuk menaikkan kapasitas jaringannya. Pada era transisi, layanan data diprediksi akan tumbuh dengan lebih pesat daripada layanan suara.

Pertumbuhan konten multimedia masa depan juga akan menimbulkan pergeseran makna digital divide. Kesenjangan digital antara daerah maju, berkembang, dan terbelakang, serta antara daerah perkotaan dan perdesaan, perlahan-lahan akan mengecil pada layanan telepon dan internet. Namun, kesenjangan menjadi semakin nyata pada layanan broadband.
Dengan kata lain, fokus layanan dan kesenjangan digital yang saat ini berada seputar kuantitas, cakupan, dan akses akan bergeser menjadi kesenjangan kualitas dan kapasitas.

Dengan demikian, menjadi tantangan pula untuk meningkatkan kerja sama antara penyedia konten (content provider) dan operator. Ke depan, jika kita menginginkan fasilitas eksisting telekomunikasi untuk meningkatkan produktivitas, sangat diperlukan terciptanya pola kerja sama (pembagian hasil) yang baik antara operator dan penyedia konten sebagaimana paktrik di banyak negara maju.

Dicanangkannya tahun 2009 sebagai tahun Industri Kreatif Indonesia oleh Presiden, jelas memberikan tantangan tambahan dalam pengelolaan industri telekomunikasi nasional karena industri kreatif merupakan aplikasi telematika yang sangat mengadalkan ketersediaan infrastruktur.

Lepasnya berbagai tender pelaksanaan proyek animasi internasional dari penggiat animasi di dalam negeri sering kali disebabkan oleh terbatasnya ketersediaan infrastruktur broadband jika dibandingkan dengan ketersediaan pekerja seni yang andal. Namun, patut juga dicatat, saat ini sudah semakin banyak pelaku industri teknologi informasi (TI) kita yang memperoleh berbagai pekerjaan lepas dari industri besar di luar negeri.

Menyatukan potensi yang berserakan dalam bidang aplikasi ini serta merangkul para profesional di bidang TI tentu juga menjadi tantangan yang tidak mudah bagi pemerintah dan pengusaha kita. Karena itu, di samping mendorong peningkatan di sisi aplikasi telematika seperti e-commerce, e-government, dan industri kreatif, maka institusi terkait sebaiknya juga segera menyelesaikan beberapa pekerjaan rumahnya.

Sebut saja menyelesaikan cetak biru indusri teknologi informasi dan komunikasi (TIK) nasional, menyiapkan RUU TIK lebih konprehensif, menyelesaikan kekisruhan soal menara dan retribusi dengan pemerintahn daerah, serta menyempurkanakn bentuk dan fungsi badan regulasi telekomunikasi.

Sebagai penutup, kejelian pemerintah untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan yang berkembang di masyarakat juga tidak bisa diabaikan.
Jutaan fasilitas telekomunikasi yang tersedia saat ini kiranya bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan nasional seperti halnya sosialisasi pemilu yang masih dirasakan kurang.

Memang sudah saatnya bersama TIK kita bisa !

0 komentar: