Import peranti TI & Telekomunikasi ditolak jika data tidak lengkap
Oleh Roni Yunianto
Jakarta, Bisnis Indonesia – Departemen Komunikasi dan Informatika sudah memasukkan data 6.000 sertifikat peranti TI dan telekomunikasi ke sistem database national single window.
Oleh Roni Yunianto
Jakarta, Bisnis Indonesia – Departemen Komunikasi dan Informatika sudah memasukkan data 6.000 sertifikat peranti TI dan telekomunikasi ke sistem database national single window.
Azhar Hasyim, Direktur Standardisasi Ditjen Postel Depkominfo, menuturkan sudah ada sekitar 6.000 sertifikat peranti teknologi informasi (TI) dan komunikasi yang masuk dalam database NSW.
“Jumlahnya masih akan terus bertambah dan setiap sertifikat memiliki batas waktu masing-masing. Ini sebagai bagian data persayaratan dan perizinan yang harus masuk database,” ujarnya kepada Bisnis belum lama ini.
Pemerintah tengah berupaya menyelesaikan penerapan NSW sebagai sistem pelayanan elektronik terpadu ekspor-impor.
Dalam dua tahun ke depan seluruh layanan kepabeanan sudah online. Adapun khusus pelayanan terhadap barang-barang impor diharapkan selesai tahun 2009 ini.
NSW ditargetkan dapat dimanfaatkan oleh 15 instansi, tetapi saat ini baru 8 instansi yang sudah menjalankannya termasuk Ditjen Postel Depkominfo.
Ditjen Postel telah membangun proses utama sertifikasi dengan e-licensing dengan keterhubungan proses sertifikasi dan menggunakan web service antara pemohon dan Direktorat Standardisasi.
Dalam hal ini Direktorat Standardisasi sebagai instansi penerbit sertifikat dangan Lembaga Uji seperti Balai Besar Perangkat Telekomunikasi Ditjen Postel atau R&D PT Telkom di Bandung. Data sertifikat itu kemudian di upload ke Portal NSW yang dikelola Departemen Keuangan atau Ditjen Bea dan Cukai.
Data harus lengkap
Menurut Azhar, dengan berlakunya kewajiban pelaksanaan NSW, setiap pabrikan distributor, importir, dan institusi yang akan melakukan importasi alat dan peranti telekomunikasi melalui wilayah kepabeanan harus memiliki elemen data yang lengkap pada portal NSW. Data tersebut antara lain nomor pokok wajib pajak (NPWP), HS Code.
“Prosesnya, setiap barang harus memenuhi syarat dan izin instansi pemerintah lain di luar kewenangan bea cukai, sehingga custom clearance juga bisa cepat. Bulan-bulan lalu saja ada sekitar 400-500 transaksi impor peranti per bulan,” tuturnya.
Dia mengingatkan ketidaklengkapan data yang tercantum pada portal NSW dapat menyebabkan proses importasi alat dan peranti telekomunikasi tidak dapat dilakukan.
Setiap barang impor, tuturnya, membutuhkan pertanggungjawaban dan Depkominfo melakukan sertifikasi peranti sesuai dengan amanat Undang-Undang Telekomunikasi No. 36/1999.
Barang tersebut diantaranya berbentuk peranti pelanggan (customer premises equipment/CPE) seperti handset, mesin faksimile dan lainnya ataupun yang non-CPE seperti radio base station, radio microwave, pemancar radio/TV siaran dan sebagainya.
Pengusaha warung Internet dan komputer sebelumnya mengajukan keberatan dengan kebijakan sertifikasi model B Depkominfo, karena dinilai tumpang tindih dan menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
“Bagaimana disebut biaya tinggi kalau biayanya Rp 10 juta per 1.000 unit, kecuali impornya hanya 10 unit,” kata Azhar.
Kewajiban sertifikasi hanya dikenakan untuk barang impor dengan kuantitas lebih dari dua unit. ( roni.yunianto@bisnis.co.id)
0 komentar:
Posting Komentar