25 Mei 2009 DIRUT IM2 INDAR ATMANTO

Targetnya Bukan Keluarga, Tapi Individu

Investor Daily – Ke depan adalah era internet. Teknologi yang mendukung untuk kehadiran layanan internet berkecepatan tinggi terus lahir. Mulai dari teknologi GSM genarasi ketiga (3G), High Speed Downlink Packet Access (HSDPA), Long Term Evolution (LTE) atau 4G, dan worldwide Interoperability for Microwave Access (Wimax) sudah mulai dihadirkan. Dua teknologi terakhir disebut-sebut bisa menghantarkan data dengan kecepatan hingga 100 megabit per detik (Mbps) dan 50 Mbps. Kini, pemerintah tengah menggelar tender penyelenggara Wimax.

Namun, pertanyaan yang paling mendasar dari konsumen adalah apakah kehadiran teknologi yang terus berkembang itu bisa memberikan tarif yang terjangkau buat masyarakat. Saat ini tarif berlangganan internet tanpa batas masih sekitar Rp740 ribu, padahal di Tiongkok hanya sekitar Rp200 ribu per bulan. Untuk itu Investor Daily telah mewawancarai Dirut PT Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto dan Ketua Umum Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) Sylvia Sumarlin, yang diturunkan dalam dua tulisan terpisah. Berikut petikan wawancara Rizagan, wartawan Investor Daily, dengan Dirut IM2 Indar Atmanto.

Bagaimana Anda melihat perkembangan internet di Tanah Air?
Pengguna internet sekarang sudah 27-28 juta dan jumlah pelanggan internet sekitar 10%-nya.

Guna meningkatkan pelanggan internet, apa yang harus dilakukan?
Begini. Dulu, hampir setiap keluarga Indonesia ingin memiliki telepon rumah. Satu telepon dipakai banyak orang, dari kakek, nenek, orangtua, anak, hingga om dan tante. Sekarang, ketika telepon seluler hadir, semua orang punya telepon seluler (ponsel). Di Industri internet, hal itu bisa terjadi juga. Targetnya bukan lagi satu rumah atau satu keluarga, tapi setiap orang bisa berlangganan internet.

Mungkinkan hal itu direalisasikan?
Dari sisi suplai, mungkin. Pemegang lisensi penyedia jasa internet di Indonesia saat ini lebih dari 100. Sekarang operator telepon seluler berlomba-lomba menyediakan layanan internet berkecepatan tinggi (mobile broadband). Sebentar lagi, ada operator Wimax.

Namun, tarif internet masih relatif tinggi. Semula pemerintah ingin mengeluarkan regulasi (hard policy) agar tarif internet turun, tapi akhirnya pemerinah memilih cara mengimbau.
Secara teoritis, suplai banyak. Harga harusnya turun. Jadi, kenapa harus dikomando. Lagi pula, faktanya memang terjadi penurunan, meski tidak cepat seperti seluler. Persoalannya adalah, penyedia intenet itu butuh bandwidth, akses last mile dari operator lain. Dan, pemain yang bisa menyediakan bandwidth internasional di Tanah Air tak banyak, sehingga harga tak bersaing. Dulu, penyedia bandwidth internasional hanya Indosat. Sekarang ada Telkom, XL, Moratel, dan Matrix. Tarif sewa bandwidth internasional pelan-pelan turun. Pada 2000-2006, tarif sewanya US$ 1.200 per megabit per detik (Mbps) menjadi US$ 800 per Mbps pada 2008. tahun ini, saya kira akan turun lagi, karena mereka harus menjual kapasitas bandwidth yang ada. ISP tinggal pilih yang murah. Jadi, kenapa harus diatur-atur.

Bagaimana dengan akses ke rumah-rumah untuk ritel?
Ritel, beda lagi. Katakanlah pada level rumah, belum individu. Cara akses ke rumah adalah kabel telepon milik Telkom yang jumlahnya sekitar 9 juta. Ada cara lain, TV kabel, tapi jumlahnya sekitar 1 juta. Skalanya untuk TV kabel itu masih kecil.

Kan ada wireless, yang disediakan operator telepon seluler?
Ya. Akses nirkabel itu bisa lewat hotspot WiFi (frekuensi 2,4 GHz). Ini tanpa lisensi, sehingga setiap orang bisa menyediakannya, tapi jangkauannya terbatas (seratusan meter), sehingga tidak ekonomis. Kini harapan jatuh pada operator telepon seluler, yang sudah menggelar jaringan berteknologi 3G hingga HSDPA. Jaringannya sudah masih, tapi kanal yang disediakan pemerintah masih amat terbatas.

Artinya, harapan kini jatuh pada penyedia akses internet nirkabel?
Jadi, begini. Internet itu ada dua tipe. Pertama, large screen (komputer) dan small screen (ponsel). Ada laporan Frost & Sullivan yang baru saja dilansir bahwa di Indonesia, perkembangan internet yang small screen luar biasa. Indonesia, bahkan disebutkan sebagai nomor satu di dunia dalam trafik internet melalui small screen. Oleh karena itu pula kenapa eksekutif Yahoo dari Asia Pasifik, Google, Frienster, dan Facebook berbondong-bondong datang ke Jakarta. Itu karena peran operator seluler yang membuat akses internet jadi marak. Browser mini pun ramai diunduh ke ponsel.

Melihat data Frost & Sullivan itu, sesungguhnya apa yang harus dilakukan operator, seperti IM2, Indosat, Telkom dan Telkomsel, dan XL? Ini kan potensi pasar, yang sudah dibaca orang luar?
Mereka melihat numbers. Google itu hidup dari iklan. Dia melihat ada komunitas internet yang besar di Indonesia. Google ingin me-monetizing potensi itu. Yahoo dan Facebook, juga. Itu berarti sebentar lagi mobile advertising akan marak di Tanah Air. Karena dari situlah sumber uang. Dari situlah Google dan yang lainnya me-monetizing pengakses internet yang small screen.

Lalu peluang IM2 ada di mana?
Kami memang fokus pada layar lebar. Sedangkan small screen itu domain operator. Namun, kami bisa memanfaatkan peluang itu dengan menyediakan platform atau digital delivery-nya. Misalnya, kami sediakan konten full music, full track download, lewat Kongkow Music. Selain itu, kami juga akan hadirkan konten e-learning yang hasil jalinan dengan salah satu provider yang biasa membuat soal-soal ujian akhir nasional.

0 komentar: