01 Mei 2009 Pelanggan Ilegal TV Berbayar Sampai Satu Juta

Jakarta, Investor Daily – Sedikitnya satu juta orang di sejumlah kota besar di Indonesia menikmati konten dari siaran TV berbayar secara ilegal. Hasil penemuan Cable and Satellite Broadcasting Association of Asia (CAASBA) sudah dilaporkan pada Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) untuk ditindaklanjuti.

“Pejabatnya (CAASBA) sudah ada yang menemui saya atas temuan tersebut,” kata Dirjen Sistem Komunikasi dan Diseminasi Informatika Departemen Kominfo Freddy Tulung usai seminar Kemandirian Telekomunikasi dan Informatika di Jakarta, Kamis (30/4).

Jumlah pelanggan televisi berbayar (pay TV) di Indoneisa sekitar satu juta. Namun, jumlah pelanggan ilegal (illegal redistribution) pun ternyata sama besanya dengan pelanggan legal.

Untuk menindak praktik terlarang tersebut, pihaknya melibatkan Ditjen HAKI Depkum dan HAM dan Kepolisian RI. Sejumlah kota besar di Sumatera, Gorontalo, dan Banjarmasin (Kalimantan) disinyalir paling banyak pelanggan ilegal TV berbayar.

Penyedia konten, seperti HBO dan Discovery meradang atas ulah pelanggaran hak cipta tersebut, yang diistilahkan dengan illegal redistribution. Modus pelanggarannya yaitu seorang pelanggan TV berbayar legal mendistribusikan kembali siaran TV tersebut kepada tetangganya.

“Biasanya satu pelanggan resmi bisa mendistribusikannya secara ilegal ke 200-300 rumah lain yang tidak berlangganan,” kata dia.

Atas pelanggaran tersebut, negara sebenarnya tidak mengalami kerugian besar, paling hanya pendapatan pajak. Kerugian besar justru menimpa operator televisi berbayar karena tidak menerima pendapatan.

Namun, Presiden Direktur Telkom Vision Rahadi Arsyad meragukan jumlah pelanggan ilegal (satu juta) seperti yang disebutkan CAASBA itu. Hasil penyelidikan internal perusahaan, jumlahnya berkisar 200-300 ribu. Mereka mendapatkannya tidak gratis dan tetap dipungut bayaran Rp30-50 ribu per bulan dari harga resmi mulai dari Rp75 ribu per bulan.

“Praktiknya terjadi karena mereka menganggapnya masih mahal sehingga praktik yang istilah kerennya illegal redistribution itu dijalani juga,” ujar dia.

Pelanggan ilegal mendapatkan salurannya dari satu pelanggan resmi, yang kemudian menjadi distributor ilegal. Kejadiannya kebanyakan di daerah-daerah perdesaan dan terpencil. Umumnya mereka tidak mengetahui bila mendapatkan saluran televisi dengan melanggar hukum.

Pemberantasannya cukup sulit karena lokasi kejadiannya jauh dari perkotaan. Untuk itu dicarikan jalan keluar dengan menggandeng lima penyedia konten, diantaranya HBO, ESPN, Star World, dan Cartoon Network untuk melegalkannya.

“Solusi ini lebih bagus daripada kita berantas karena mereka panjang akalnya. Sudah dilarang malah pakai cara lain. Lebih baik, legalkan saja,” kata dia.

Melalui kerja sama dengan Irdeto, vendor solusi dan layanan perlindungan konten dan model bisnis, praktik illegal redistribution diberantas. Selama periode 1997-2007, jumlah pelanggannya hanya 27 ribu. Pemasangan alat keamanan antipembobolan membuat manajemen melakukan relaunch pada Juli 2007 dengan hasil tambahan pelanggan menjadi 230 ribu pelanggan. Biaya berlangganannya Rp30-275 ribu per bulan.

Rahadi menolak dikatakan bersekongkol dengan pelaku ilegal untuk menjaring pasar dan meningkatkan pendapatan. (cep)

0 komentar: