12 Juni 2009 Idealnya, 3 Operator GSM dan 2 CDMA

Oleh Rizagana
Investor Daily

Jakarta – Operator telekomunikasi di Indonesia segera berkonsolidasi hingga menjadi empat atau lima perusahaan. Operator yang bertahan boleh jadi empat GSM dan satu CDMA, atau hanya tiga GSM dan dua CDMA.

Demikian dikatakan Presdir PT Ericsson Indonesia Bengt Thornberg saat memperkenalkan Arun Bansal, calon penggantinya sebagai presdir PT Ericsson Indonesia di Jakarta, Selasa (9/6). Arun sebelumnya adalah presdir Ericsson Bangladesh.

“Konsolidasi itu kemungkinan besar tidak akan terjadi pada tahun ini, tapi segera. Paling cepat pada tahun depan,” kata Bengt Thornberg.

Thonberg tidak menyebutkan operator mana yang bakal bertahan kelak. Namun, menurut dia, operator yang memiliki jaringan base transceiver station (BTS) kurang dari 10 ribu sangat sulit untuk bersaing dengan operator besar.

Catatan Investor Daily, operator telekomunikasi yang memiliki BTS di atas 10 ribu hanya tiga per akhir 2008, yakni Telkomsel (27.500 unit BTS), Indosat (14.162 BTS), dan Excelcomindo Pratama (16.500 BTS). Bahkan operator CDMA terbesar, Telkom Flexi, baru memiliki 4.500 BTS.

Selain itu, lanjut Thornberg, kinerja keuangan operator kecil yang baru berdiri umumnya negatif. Dia juga tidak menyebutkan operator mana saja yang kinerja keuangannya negatif itu.

Dari 11 operator telekomunikasi di Indonesia, ada lima yang telah go public, yakni PT Telkom (yang didalamnya ada PT Telkomsel yang menjadi anak usaha PT Telkom), PT Indosat, PT Excelcomindo Pratama, PT Bakrie Telecom, dan PT Mobile-8 Telecom. Sedangkan operator lainnya belum go public, yakni PT Natrindo Telepon Seluler, PT Hutchison CP Telecom, PT Smart Telecom, PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia, dan PT Pasific Satelit Nusantara.

Pada akhir 2008, Telkom mampu meraup laba bersih sebesar Rp11,32 triliun atau turun 12% dibanding tahun sebelumnya Rp12,86 triliun, Indosat (Rp1,88 triliun atau turun 8% dibanding tahun sebelumnya), Excelcomindo Pratama (Rp348 miliar atau turun 50%), dan Bakrie Telecom (Rp136,8 miliar atau turun 5,2%),

Sedangkan kinerja keuangan Mobile-8 belum diketahui karena masih tersandung utang yang jatuh tempo. Kinerja keuangan operator lain yang belum go public yang juga tergolong operator baru, belum bisa diketahui.

Prediksi Thornberg itu tidak jauh dari perkiraan Dirut Telkom Rinaldi Firmansyah ketika berkunjung ke kantor Investor Daily pada akhir April lalu. Dia memperkirakan, jumlah operator telekomunikasi di Tanah Air tinggal lima atau enam operator saja.

Salah satu yang mendasari perkiraannya itu adalah ketidaksiapan operator bersaing di tengah perang tarif. Ia menyebutkan hasil survei Deutche Bank tentang tarif. Pada 2005, tarif telepon seluler (ponsel) di Indonesia termahal di Asia, yakni US$0,15 per menit. Pada 2008, tarif ponsel di Indonesia menjadi termurah di Asia, yakni US$0,014 per menit.

“Kami percaya, dalam tahun ini juga ada satu atau dua operator yang akan melakukan konsolidasi. Dan, hingga 2011, saya kira, jumlah operator di Indonesia idealnya tinggal lima operator saja,” kata Rinaldi.

Prediksi Rinaldi itu diamini anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi. “Tahun ini mungkin saja terjadi konsolidasi karena daya beli masyarakat makin kurang sehingga pendapatan operator ikut turun,” kata Heru.

Krisis finansial yang menghantam sejak tahun lalu telah membuktikan bahwa sebagian besar operator telekomunikasi memangkas belanja modalnya pada 2009. Indosat dan XL menurunkan capex-nya dari US$1,2 miliar pada 2008 menjadi US$600-700 juta pada 2009. “Hanya Telkom dan Telkomsel yang bertahan, tak menurunkan capex tahun ini,” kata dia.

Selain itu, menurut Rinaldi, jumlah operator di Indonesia ada 11 dan itu terlalu banyak, bahkan terbanyak di dunia. Di Amerika Serikat (AS) cuma ada empat operator, Australia yang semula empat kini tinggal tiga operator, Tiongkok ada tiga operator, India yang tadinya tujuh kini tinggal enam operator. Banyak negara hanya memiliki tiga atau empat operator telekomunikasi.

0 komentar: