08 Juni 2009 Rinaldi Firmansyah, Dirut PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Tbk

Menjadikan Telkom Perusahaan Kelas Dunia

Investor Daily – Meski tampil sebagai perusahaan telekomunikasi “pelat merah” di era persaingan bebas ini PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Tbk juga dipaksa untuk bersaing dengan operator atau perusahaan telekomunikasi swasta yang mulai tumbuh di Indonesia.

Selain itu, dengan semakin berkembangnya kebutuhan masyarakat dalam industri ini, juga menuntut Telkom lebih inovatif dalam mengembangkan layanannya. Jika tidak, bukan tidak mungkin, badan usaha milik negara (BUMN) yang telah lama menjadi incumbent di indutri telekomunikasi itu akan kehilangan pelanggannya.

Untuk mengetahui bagaimana langkah-langkah strategis yang dikembangkan Telkom untuk mengantisipasi persaingan dengan operator-operator swasta tersebut, Investor Daily berkesempatan berbincang-bincang dengan Direktur Utama PT Telkom Tbk Rinaldi Firmansyah saat dirinya berkunjung ke ruang redaksi koran ini, beberapa waktu lalu. Berikut petikannya:

Bagaimana Anda melihat persaingan industri telekomunikasi di Indonesia saat ini?
Seperti industri-industri lainnya, industri information and communciation technology (ICT) atau telekomunikasi juga mengalami periode masuknya perusahaan baru yang ikut bermain di bisnis ini, terutama sejak dibukanya keran untuk para pemain baru pada sekitar tiga tahun lalu.

Dari hanya empat perusahaan telekomunikasi yang ada di Indonesia, saat ini sudah ada sekitar 10 perusahaan yang ikut bermain di sektor ini. Dibandingkan negara-negara lain, jumlah operator telekomunikasi di Indonesia termasuk yang paling banyak. Karena di negara lain, umumnya paling banyak hanya ada empat atau lima operator telekomunikasi.

Kami percaya, operator telekomunikasi di Indonesia ini terlalu banyak. Tapi saya yakin, nantinya siapa yang bisa survive di industri ini dengan strong maka dia yang akan bertahan dan mengalami perkembangan yang baik. Kami perkirakan, pada 2011 nanti di Indonesia hanya tersisa sekitar lima operator.

Karena dalam industri telekomunikasi yang digunakan itukan spektrum. Tapi kalau spektrum yang tersedia jumlahnya terbatas maka dia tidak akan efisien. Disamping itu dalam industri telekomunikasi, operator juga dituntut untuk mengembangkan jaringannya hingga ke berbagai daerah agar tidak ditinggalkan oleh pelanggan.

Tapi yang aneh di Indonesia, dari 10 operator yang ada saat ini, hanya Telkom dan Telkomsel saja yang terus ‘menancapkan kukunya’ di wilayah luar Jawa.

Untuk menghadapi persaingan di industri telekomunikasi, strategi apa yang dilakukan Telkom untuk melindungi bisnis di telepon kabel?
Untuk mempertahankan bisnis di telepon kabel, ke depan yang kami lakukan adalah dengan strategi ‘Defend the Traditional’. Artinya, kami hanya memberlakukan strategi terhadap telepon kabel itu sifatnya devensif, karena kami yakin telepon tradisional ini tidak akan bisa growt.
Itu sebenarnya sudah kita sadari sejak lama, karena memang kecenderungannya diberbagai negara, telepon kabel memang mengalami penurunan.

Selain itu untuk mempertahankan bisnis telepon tetap tersebut, baru-baru ini Telkom juga menawarkan paket Flexi Add On, di mana melalui program itu pelanggan Flexi bisa menelpon hemat sepuasnya ke telepon rumah.

Program Flexi Add On menerapkan pola tarif flat atau tagihan tetap. Melalui paket itu pemilik Flexi tidak perlu mengkhawatirkan tagihan teleponnya, karena yang membayar biaya percakapan adalah pemilik telepon rumah yang telah mengambil Paket Tagihan Tetap.

Strategi lainnya adalah ‘Growt the New Wave’, yaitu dengan mengembangkan infrastruktur milik Telkom tersebut. Salah satu strategi yang kita lakukan adalah enterprise solution, menawarkan jasa jaringan Telkom kepada perusahaan-perusahaan yang lebih besar dari para pesaing Telkom.

Strategi selanjutnya adalah ‘Advance IT Services’, yaitu mengembangkan konten-konten IT. Karena itulah maka kita membeli PT Sigma Cipta Caraka, sehingga nantinya kita tidak hanya menawarkan koneksi tapi juga konten dan aplikasi IT.

Langkah selanjutnya yang akan kita lakukan adalah meluncurkan Super Portal yang nantinya bisa digunakan untuk segala macam. Termasuk komersial dan news.

Tapi kami akui, untuk itu memang tidak mudah karena kabel-kabel Telkom merupakan kabel-kabel tua yang switching juga sudah tua pula. Karena itu kami punya program yang di sebut ‘Insight 2014’ yang tujuannya untuk meng-up grade jaringan-jaringan Telkom. Saat ini di beberapa daerah sudah siap.

Selain itu, program yang juga kami jalankan adalah ‘Infusion IT’ yang terkait dengan sistem billing Telkom. Program ini sendiri sebenarnya sudah selesai dilaksanakan sejak 2008 (program Telkom Infusion 2008), yang mencakup pengembangan sistem IT di Telkom tapi ke depan akan terus dikembangkan, sehingga nantinya sistem tagihan di Telkom dapat dilakukan dalam satu sistem.

Kalau boleh jujur, sebenarnya operator mana sih yang menjadi saingan terberat Telkom untuk saat ini?
Untuk kompetitor, kami menganggap seluruh operator yang ada saat ini sebagai kompetitor Telkom. Karena di telekomunikasi yang ada adalah perang, bukan sindikasi seperti yang terjadi pada industri perbankan.

Jadi kami menilai, selama ada operator yang berusaha untuk mendapatkan pelanggan maka itulah kompetitor kami.

Tahun ini, berapa capital expenditure (capex) yang ditetapkan dan berapa besar pertumbuhan yang ditargetkan oleh Telkom?
Untuk capex, walau beberapa operator mengurangi capex-nya karena kondisi pertumbuhan yang kurang memungkinkan tapi kita tetap tidak menguranginya. Malah untuk tahun 2009 ini kami menetapkan capex sebesar US$2,1 miliar, di mana 30% akan digunakan oleh Telkom dan 70% digunakan untuk anak perusahaan.

Sedangkan pertumbuhan, pada 2009 ini kami menargetkan untuk Telkom Flexi sekitar 50% atau sekitar 3-3,5 juta, seluler sekitar 50% dari total market, sementara speedy pada 2009 ini ditargetkan penambahan sekitar 700 ribu pelanggan.

Bicara soal tarif, apakah ke depan Telkom atau Telkomsel punya rencana untuk menurunkan tarif teleponnya?
Untuk diketahui, saat ini tarif telepon seluler (ponsel) kita sudah merupakan yang termurah di Asia. Seperti yang dirilis oleh Depkominfo pada 2008 lalu, tarif ponsel dari sekitar 12 sen dolar AS per menit turun hingga sekitar 2 sen dolar AS, jadi hanya tingga sekitar 10 sen dolar per menit.

Dan untuk diketahui, tarif seluler Telkomsel sendiri saat ini sudah sama dengan operator lain. Jadi kalau ada operator yang menawarkan tarif paling murah, itu sama sekali tidak benar.

Menyinggung pengembangan bisnis ke luar negeri, kenapa Telkom tidak mengembangkan bisnisnya ke Singapura, sementara operator dari negara itu justru masuk ke Indonesia?
Itu tidak mungkin dilakukan karena penetrasi telekomunikasi di luar negeri sudah mencapai 100%, sementara di Indonesia baru mencapai 70%. Jadi agak sulit untuk menjustifikasi kalau Telkom harus penetrasi ke luar negeri.

Tapi untuk mengatasi itu Telkom juga tidak tinggal diam. Kita juga bikin Telkom Indonesia Internasional Private Limited yang berada di Singapura. Selain itu kami juga membeli perusahaan call center di Malaysia yang nilai sahamnya hampir 10%.

Jadi secara bertahap kami melakukan gaining experient dulu, tapi disamping itu juga bersiap-siap kalau nanti ada yang tutup. Dan sekarang ini, fasilitas TI kita di Singapura itu juga sudah dipakai oleh Telkom Malaysia. Jadi mereka sudah bisa hidup sendiri.

Bagaimana dengan rencana mengembangkan bisnsi ke Iran?
Untuk ke Iran itu saat ini statusnya memang belum di putuskan jadi atau tidak. Tapi sebagai gambaran, di Iran itu saat ini baru ada dua operator dan Telkom Iran (TCI/Telcom Company of Iran) sendiri baru mengeluarkan lisensi untuk operator ketiga.

Iran ini dari segi komersial memang bagus sekali. Tapi dari segi politis, tentu harus menjadi perhitungan, termasuk juga faktor-faktor lain. Jadi sampai saat ini belum kami putuskan.

0 komentar: