11 Agustus 2009 Dua PJI diduga gulung tikar

Operator besar keluarkan paket internet murah

Oleh Muhammad Sufyan
Bisnis Indonesia

Bandung: Sedikitnya dua penyedia jasa internet (PJI) di Kota Bandung diduga gulung tikar akibat kalah bersaing dengan operator besar. Kondisi ini diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun depan.

Heru Nugroho, Anggota Dewan Pengawas Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), mengungkapkan berdasarkan pengamatannya, ada dua operator yang sudah tidak beroperasi lagi di Kota Bandung.

“Ada beberapa nama yang sudah lama tidak saya dengar. Kami duga mereka gulung [tikar] sejak dua tahun terakhir. Ada juga satu perusahaan lagi yang sedang kritis,” katanya kepada Bisnis, kemarin.

Meski belum ada data resmi, jumlah PJI di Bandung saat ini tercatat lebih dari 15 perusahaan, di mana sebagian besar merupakan perusahaan swasta dan baru satu perusahaan yang go public.

Komisaris PT Melvar Lintasnusa (Melsa) ini melanjutkan penyebab utama kebangkrutan adalah ketidakmampuan operator, yang rata-rata bermodal terbatas, dalam menghadapi persaingan amat keras.

Pasalnya, lanjut dia, dua operator incumbent seperti PT Telkom dan PT Indosat sama-sama mengeluarkan paket layanan internet yang tarifnya sangat terjangkau dan dinilai tidak layak ditawarkan oleh operator sebesar itu.

Tarif di kisaran Rp100.000 yang ditawarkan IM2 Broom atau Telkomsel Flash Rp125.000 dengan kuota tidak terbatas misalnya, mestinya menjadi wilayah pemasaran bagi operator kecil dan menengah.

“Memang kami tidak bisa melarang, apalagi mereka punya semua resources. Akan tetapi, kalau mengacu konsep ideal akan industri yang sehat, tentu operator besar tidak boleh banting-bantingan tarif di wilayah.

Menurut dia, dengan modus utama bisnis penyedia jasa internet, yakni menyewa link bandwidth internasional ke dua operator utama tadi, secara logikanya sulit bagi penyedia jasa internet untuk memberikan tarif minimum yang sudah diberikan.

Mekanisme pasar
Di sisi lain, ujar Heru, pemerintah juga baru menggelar tender lisensi jaringan pita lebar (WiMax) beberapa waktu lalau, yang juga dimenangkan sejumlah operator besar seperti PT Telkom, PT IM2, dan PT First Media.

Situasi itu membuat layanan internet tahun depan bakal makin beragam dan banyak, sehingga kompetisi tarif diprediksi makin gencar dan membuat posisi penyedia jasa internet kecil-menengah kian terdesak.

“Di sinilah kami tanyakan peran pemerintah. Pastinya mereka sudah punya roadmap saat menggelar berbagai layanan. Kenyataannya, saat kami konfirmasi, jawaban Depkominfo selalu bilang ‘itu mekanisme pasar’. [Jawaban] tidak dewasa.”

GM Kandatel Bandung PT Telkom Beni Sukowanto mengungkapkan pihaknya sudah mengambil risiko besar saat melakukan investasi jaringan internet beberapa tahun silam, dengan biaya yang tidak sedikit.

Dia mempertanyakan tidak adanya peran penyedia jasa internet swasta dalam investasi bersama peningkatan jejaring bandwidth internasional dalam proyek Asia America Gateway (AAG).

“Padahal, dengan terlibat AAG, investasi akses yang vital sangat efisien. Dulu, mereka menilai investasi AAG berisiko. Faktanya, inilah yang membuat tarif kami sangat terjangkau,” katanya di sela-sela Telkom Great Sale, kemarin.

Beni menjelaskan pihaknya sudah menyewakan sebagian jaringannya ke pihak swasta, sehingga skala ekonomis yang menguntungkan sudah tercapai.

Dia menilai Telkom juga tidak hanya memiliki kelengkapan dari jejaring internasional ke pusat pengelolaan trafik, tapi juga dari pusat trafik ke ujung pelanggan, sedangkan PJI umumnya hanya memiliki jaringan ke pengguna akhir.

EGM PT Telkom Divre III Walden Robert Bakara optimistis BUMN itu terus memimpin pasar internet di Jabar yang pelanggannya kini 75.000 nomor. (muhammad.sufyan@bisnis.co.id)

0 komentar: