Koran Jakarta – Kehadiran perangkat BlackBerry milik Research In Motion (RIM) membuat terjadinya pergeseran persaingan layanan data operator dalam waktu beberapa bulan belakangan ini. Simak saja publikasi dua mitra RIM, yakni Telkomsel dan XL, yang dikeluarkan terkait jumlah pengguna atau kapasitas yang dimiliki ke server RIM.
XL mengklaim, Jumat (7/8), layanan Blackberry-nya telah mencapai 135 ribu pelanggan. Tidak lama berselang, Telkomsel menyebut angka yang sama untuk perolehan jumlah pelanggan BlackBerry di Jaringannya.
Entah ingin berbalas pantun, XL pada Sabtu (8/8) malam mengeluarkan angka 136 ribu pelanggan telah terjerat menggunakan layanan BlackBerry di jaringannya.
Kondisi ini juga terjadi pada peningkatan kapasitas ke server RIM. XL mengklaim dalam waktu dua pekan ke depan akan meningkatkan kapasitas ke server RIM menjadi 65 Mbps.
Tak terima dengan rencana dari XL, Telkomsel pun mengklaim akan meningkatkan kapasitas ke server RIM hingga 100 Mbps. Saling klaim Telkomsel dengan XL juga terjadi dalam menyelenggarakan layanan BlackBerry Internet Service (BIS) secara harian.
BIS adalah roh dari layanan data milik RIM. Aplikasi ini memungkinkan pengguna melakukan browsing atau chatting dengan biaya murah. Jika aplikasi ini tidak berjalan, perangkat tak ubahnya ponsel yang hanya bisa digunakan untuk jasa suara dan SMS.
Telkomsel akhirnya mengikuti langkah XL yang menawarkan berlangganan BIS secara harian dengan banderol lima ribu rupiah. Angka yang sama dengan milik XL.
Bahkan, Telkomsel juga meniru langkah XL dengan menawarkan application store BlackBerry. XL memiliki BlackBerry Mall, sedangkan Telkomsel mengusung Mobilife.
“Sebenarnya susah mengklaim jumlah pelanggan BIS karena yang menggunakan adalah pengguna prabayar. Di Prabayar itu semua bisa berubah dalam sekejap. Angka paling sahih adalah data di RIM,” ungkap Chief Marketing Officer Indosat Guntur S Siboro.
Praktisi telematika Bayu Samudiyo menilai aksi para mitra RIM dengan gencar memublikasikan jumlah pelanggan atau kapasitas data ke server RIM tak lebih dari upaya mengangkat citra perseroan.
Para mitara RIM itu dinilai hanya ingin mengejar citra karena layanan BlackBerry sedang hype. Padahal, margin menyelenggarakan layanan tersebut sangat tipis.
Pasar BlackBerry di Tanah Air sendiri sebenarnya masih kecil karena segmen yang digarap adalah kalangan menengah atas. Apalagi harga handset-nya masih mahal.
Untuk itu, Bayu menilai tidaklah tepat aksi banting harga di jasa BlackBerry terutama dari operator sekelas Telkomsel.
“Saya bisa maklumi Telkomsel mengambil langkah tersebut karena tidak tahan juga melihat pesaingnya terus tumbuh jumlah pelanggannya. Tetapi jika sekelas Telkomsel melakukan ini, kejadian di jasa suara di mana terjadi perdarahan pendapatan layaknya tahun lalu bisa terulang,” katanya.
Menguntungkan RIM
Para mitra RIM yang berasal dari teknologi GSM saat ini masih bisa menguber jumlah pelanggan dengan mengandalkan pola penarifan karena belum ada pesaing. Namun, jika Smart Telecom yang berbasis CDMA berhasil menggandeng RIM maka peta persaingan akan berubah.
“Secara teknologi, CDMA lebih unggul di data. Saya yakin Smart akan banting harga dengan kualitas layanan yang lebih baik. Kalau sudah begini, pemain GSM bisa kedodoran,” kata Bayu.
Sementara itu, bagi praktisi telematika Suryatin Setiawan, layanan BIS seharusnya lebih banyak digunakan untuk mengakses aplikasi lokal. Sayang, masyarakat masih suka mengakses situs luar ketimbang buatan dalam negeri.
Pendapatan yang menarik ditelaah diungkapkan pengamat telematika Bambang Sumaryo Hadi. Menurut dia, secara industri tidak ada gunanya bagi industri manufaktur dalam negeri dari aksi berjualan produk RIM tersebut. “Perangkat itu tidak ada unsur lokalnya. RIM sebagai penjual perangkat dan akses data paling diuntungkan dari fenomena ini.” ■ dni/E-2
0 komentar:
Posting Komentar