12 Desember 2009 Operator Menilai Kualitas Lebih Penting

Menkominfo Minta Tarif Telepon Turun Lagi

Oleh Encep Saepudin

Jakarta (10/12/2009) – Menkominfo Tifatul Sembiring minta operator telekomunikasi menurunkan tarif telepon dan internet. Namun, operator menilai, tarif sekarang sudah teramat rendah, sehingga lebih baik fokus pada kualitas.

Saat berbicara di Workshop Nasional: Konvergensi Jaringan dan Layanan Telekomunikasi, di Jakarta, Rabu (9/12), Tifatul yang sudah hampir dua bulan menjabat Menkominfo itu mengatakan, “Operator diharapkan makin turunkan tarifnya.”

Harapan mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu didasarkan pada makin meluasnya ketersediaan infrastruktur yang kedaerah-daerah. Selain itu, pemain makin banyak, persaingan makin ketat, dan teknologi makin canggih.

Pernyataan Tifatul itu kontan saja mendapat tanggapan dari direktur perusahaan telekomunikasi yang hadir pada acara itu. Seperti berbalas pantun, Direktur Utama Telkom Rinaldi Firmansyah mengatkaan, “Mau turun berapa lagi?”

Tentu saja, yang dimaksud Rinaldi itu adalah mengenai tarif telepon. Hasil survei Deutsch Bank (2008), pada 2005, tarif telepon seluler di Indonesia termasuk termahal di Asia setelah Tiongkok, dengan tarif US$0,15 per menit (Rp1.500). pada 2008, tarif telepon di Indonesia menjadi US$0,015 per menit (Rp150) atau termurah di Asia. Bahkan, operator XL mengklaim, tarifnya sekarang Rp80 per menit, dan Flexi Rp49 per menit.

“Ini bukan saya yang bilang, lho. Ini hasil survei sebuah lembaga yang diumumkan tahun lalu. Terus, harus turun berapa lagi?” kata Rinaldi.

Menurut Rinaldi, tarif yang ditawarkan operator telekomunikasi saat ini sudah sangat rendah dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, tugas operator sekarang adalah bagaimana menghadirkan layanan telekomunikasi berkualitas.

Rinaldi mengakui, tren teknologi makin maju membuat harga makin turun. Tapi, tren tersebut tidak sepenuhnya berlaku bagi semua industri. Pada 1997, harga ponsel Nokia sampai Rp17 juta atau hampir setara dengan harga sebuah mobil (Toyota) Kijang, yang saat itu Rp25 juta. Sekarang, harga keduanya berbeda sangat jauh, yaitu harga ponsel cuma Rp 1 juta, dan harga modil Kijang mencapai Rp200 juta.

Sedangkan Sekjen Depkominfo yang juga Plt Dirjen Postel Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar mengatakan, memang tarif seluler di Indonesia paling murah di Asia. “Perang tarif sesama operator pun sudah reda karena operator sekarang memasuki era menghadirkan layanan telekomunikasi berkualitas,” kata Basuki.

Sementara itu, Chief Commercial Officer PT Hutchison CP Telkom Indonesia (HCPTI) Suresh Reddy mengatakan, tarif yang diberlakukan oleh 3 masih belum menyentuh batas minimal. Program promosi tarif murah yang ditawarkan belum mengundang marah pelanggan. “Karena itu, masih dimungkinkan bagi kami untuk menurunkan tarif,” kata dia.

Konsolidasi Sesama Operator
Berbicara tentang konsolidasi sesama operator, Tifatul mengatakan, pemerintah tidak akan capur tangan atas rencana bisnis mereka. Tentunya masing-masing operator memiliki pertimbangan sendiri untuk melakukan akuisisi atau merger.

“Natural saja. Nggak ada paksaan. Seperti orang mau kawin atau cerai, nggak ada yang paksa, bukan?” ujar Tifatul.

Menyangkut rumor rencana akuisisi Telkom terhadap Bakrie Telecom, Rinaldi mengatakan, Telkom pada posisi pasif. Kalau pembicaraan bukan hanya pada satu operator, tapi juga dengan operator lain. Singkatnya, sesama operator pun sebenarnya terjadi saling kontak.

Sedangkan Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia dalam keterangan resminya mengutip hasil analisa kredit Standard & Poor’s, berdasarkan konsolidasi bisnis empat tahun belakangan, aktivitas akuisisi dan merger mulai tampak di pasar yang tengah berkembang, seperti India dan Indonesia. Hal ini terjadi karena adanya kekurangan likuiditas dan perhitungan skala ekonomi.

0 komentar: