25 Februari 2009 Di Balik Robohnya Menara Seluler

Oleh Audy WMR Wuisang
Pengajar FISIP UI dan UPH
Pengamat Masalah Sosial Politik


Rakyat Merdeka, Hiruk pikuk dirobohkannya menara telekomunikasi (BTS) seperti yang dilakukan Bupati Kabupaten Badung, Bali, menyisakan persoalan. Tidak serta merta hanya pada lingkup teknis semata. Bukan hanya persoalan seputar mekanisme perizinan ataupun terlanggarnya tata ruang dan persoalan-persoalan kandungan budaya lokal, yang membuat Bali dan Kabupaten Badung menjadi unik.

Memang benar, isu yang mengemuka adalah seputar tidak adanya perizinan, pelanggaran budaya dan keyakinan masyarakat Bali dan tata ruang.

Dalam catatan kami, pada tahun 2008 pernah mencuat rencana menertibkan hampir 800-an BTS di Jakarta Selatan, sementara di Jakarta Timur sebanyak sekitar 40-an menara serta juga di Batam dalam jumlah yang besar. Sementara kasus semacam di Badung, juga terjadi di Palu, Makassar dan Yogyakarta. Artinya, kasus perubuhan Menara Telekomunikasi bukan hanya terjadi di Badung, tetapi terjadi di beberapa daerah. Mungkin dengan alasan yang berbeda, tetapi yang pasti persoalan yang mencuat kepermukaan tidak jauh berbeda.

Repotnya, kebijakan oleh beberapa operator. Padahal para operator tersebut sudah menandatangani surat persetujuan penataan menara telekomunikasi di daerah ini. Ada apa dibalik operator ini ?

Pemda dan DPRD secara logika lebih mengenal kebutuhan dan karakteristik daerahnya. Karena itu, Pemda bukan hanya mewakili kepentingan pembanguanan daerahnya, tetapi juga merefleksikan kesejahteraan rakyatnya.

Fakta menunjukkan bahwa DPRD Kabupaten Badung juga mendukung kebijakan Pemkab. Bahkan mereka, lebih jauh telah meminta (lewat surat) Menkominfo turun tangan menertibkan menara para operator. Jelas sekali, keberpihakan DPRD adalah elaborasi kebijakan pemerintah Badung dan bahwa mekanisme yang ditempuh Pemerintah Kabupaten memang legitimate.

Apapun dan bagaimanapun, kasus perobohan BTS merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi banyak pihak. Bagi pihak regulator, menjadi penting untuk memikirkan “regulasi” dan “blue print” masalah telekomunikasi yang sesuai dengan karakteristik daerahnya.

0 komentar: