23 Februari 2009 REGULASI TELEKOMUNIKASI RUMIT

Investor Asing Berniat Tinggalkan RI

Oleh Rizal Calvary

Hong Kong, Investor Daily – Investor asing sektor telekomunikasi mulai merasa kurang puas berinvestari di Indonesia. Pasalnya, regulasi telekomunikasi dinilai makin rumit dan kepastian berusaha makin menurun. Perubahan menara di daerah ikut memberi andil dalam kekecewaan investor.

“Di Indonesia ada pengaduan tentang risiko regulasinya yang rumit dan faktor-faktor lainnya,” ucap sumber dari OSK Research belum lama ini. Dia menegaskan, salah satu contoh adalah Hutchison Telecom International Ltd (HTIL) tengah mencari strategi untuk keluar dari Indonesia.

Pada 2006, HTIL dan CP Group of Indonesia mendirikan usaha patungan Hutchison CP Telecom Indonesia (HCPT), operator 3. Menurut OSK Research, setelah beroperasi, perusahaan berbasis di Hong Kong itu mulai tidak puas dengan minimnya kepastian berusaha di Indonesia. Sayangnya, saat dikonfirmasi, petinggi HCPT tidak bisa mengangkat telepon selulernya setelah beberapa kali dihubungi.

Terkait pasar wireless di Indonesia OSK Research mengatakan HTIL tidak akan terlibat lebih dalam pada proses konsolidasi industri telekomunikasi Indonesia. Melalui HCPT, HTIL saat ini mengoperasikan layanan 2G dan 3G dibawah brand 3 dan telah memiliki lebih dari 3,6 juta pelanggan sampai September tahun lalu dengan pangsa pasar sebesar 2,8%.

Selain itu, investor truma dengan peristiwa vonis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas kepemilikan silang dan tuduhan monopoli pada kelompok usaha Temasek, Singapura, di Indosat dan Telkomsel.

Itu sebabnya, dalam rencana bisnis sejumlah perusahaan global, Indonesia mulai kurang daya tariknya. Perusahaan telekomunikasi terbesar di Asia Tenggara Singtel (anak usaha Temasek) misalnya tidak lagi menempatkan Indonesia dalam daftar investasinya ke depan.

SingTel sedang mengarahkan dananya untuk berinvestasi dengan mengakuisisi sejumlah perusahaan di Australia, India, dan Pakistan. “Kami akan mengakuisisi perusahaan di negara-negara itu,” tegas CEO SingTel Chua Sock Koong di Singapura.

Sejalan dengan SingTel, HCTI akan memperbesar bisnisnya di Australia. HCTI menggandeng Vodafone membentuk Vodafone Hutchison Australia (VHA Ltd) tahun ini.

Perubuhan Menara
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI) Merza Fachys membenarkan kian rumitnya investasi telekomunikasi di Tanah Air. Dia mengingatkan, lebih dari 50% sektor ini didanai oleh asing.

“Ditambah lagi dengan adanya peristiwa perubuhan menara di Bali, semakin ada indikasi ketidakpastian bagi investor,” kata Merza.

Merza memahami kekecewaan investor asing itu. Pasalnya, sejak awal yang membujuk para investor datang ke Indonesia adalah pemerintah, “Namun dalam perjalanannya, tak sesuai dengan yang dijanjikan, “ lanjut dia.

Direktur PT Excelcominfo Pratama Hasnul Suhaimi membenarkan perubuhan menara dan ketidakpastian kewenangan pusat dan daerah menciptakan preseden buruk bagi investasi di Indonesia. “Saya kira ini yang harus segera dibenahi,” kata dia.

Persaingan Ketat
Anggota Badan Regulasi dan Telekomunikasi Heru Sutadi melihat tingginya persaingan di industri ini membuat sejumlah perusahaan berpikir lebih panjang untuk terus berinvestasi. “Saya belum dapat pemberitahuan resmi dari Hutchison, tapi kalau ada pasti masalah ketatnya persaingan,” kata Heru.

Buktinya, ketertarikan asing itu, terlihat dari tingginya minat terhadap lelang 3G. Namun, dia mengatakan, pihaknya terbuka pada masukan konstruktif dari investor untuk pembenahan investasi di industri ini. “Kita lakukan komunikasi rutin dengan investor. Kalau ada masukan silakan ungkapkan kepada kami,” kata dia.

Ke depan, kata Heru, pemerintah berupaya membuat industri ini berjalan dengan efisien dan lebih kompetitif. Pemerintah harus tetap menjaga agar industri telekomunikasi tetap dikuasai oleh pemain lokal.

“Kalau tidak kita akan dijajah melalui industri telekomunikasi,” kata dia. Namun, pemerintah tetap berpedoman pada ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

0 komentar: