04 Maret 2009 Pemerintah Atur Frekuensi Bersama

ATSI siapkan kajian untuk hindari konflik antaroperator

Oleh Roni Yunianto

Jakarta, Bisnis Indonesia – Pemerintah akan mengatur frekuensi bersama sebagai solusi keterbatasan pembangunan jaringan disebagian operator, efisiensi penggunaan nomor sekaligus membuka ruang kompetisi antaroperator.

Menkominfo Mohammad Nuh mengatakan pengaturan frekuensi bersama (frequency sharing) dapat menjadi solusi untuk mendukung peningkatan kualitas layanan telekomunikasi.

“Jadi bukan hanya menara [base transceiver station/BTS] yang bisa di-share melainkan juga frekuensi, sehingga kompetisi operator bisa bergeser dari kompetisi berbasis kepemilikan menjadi kompetisi berbasis kualitas layanan,” ujarnya, Senin.

Nuh mengatakan wacana tersebut di sela-sela pelantikan ketua dan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia 2009-2011.

Dia mengingatkan kualitas menjadi aspek selanjutnya dari layanan telekomunikasi yang mendapat perhatian pemerintah setelah ketersediaan dan keterjangkauan.

Ridwan Effendi, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), mengatakan frekuensi bersama yang juga dikenal sebagai jelajah nasional (national roaming) sudah diterapkan di sejumlah negara di luar negeri.

Menurut dia, operator tertentu yang tidak mempunyai jaringan BTS di wilayah tertentu dapat menggunakan BTS ataupun frekuensi operator lainnya. Penerapan tersebut di satu sisi membantu operator yang daya kemampuan pembangunan jaringannya terbatas di sisi lain membantu pengelolaan blok nomor yang juga terbatas. “Pengguna telekomunikasi pun tidak perlu ganti nomor,” ujarnya kepada Bisnis.

Dia mengatakan BRTI akan segera mengatur frekuensi bersama dengan terlebih dahulu mempelajari kemungkinan penyesuaian regulasi perizinan. Dengan izin kepemilikan satu pita frekuensi oleh satu operator saat ini setiap operator hanya dapat melayani pelanggan kartu miliknya, nantinya operator tertentu dapat melayani kartu milik operator lain.

Siapkan kajian
Merza Fachys, Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia menuturkan rencana frekuensi bersama sangat mungkin diterapkan. “Ini mungkin saja diterapkan agar lebih efisien mengingat frekuensi adalah sumber daya terbatas. Ini menjadi solusi bagi operator karena siapa pun operator itu pasti terbatas [frekuensinya],” tuturnya kepada Bisnis.

Menurut Merza, pihaknya masih harus membahas dan mengkajinya secara rinci. “Pembahasan bersama ini penting agar didapatkan benefit-nya [manfaatnya], karena konflik pasti ada dan jangan dibayangkan frekuensi ini dibagi-bagi,” tegasnya.

Rakhmat Junaidi, Direktur Corporate Services PT Bakrie Telecom Tbk, salah satu operator code division multiple access (CDMA) menuturkan pemerintah diharapkan dapat mulai membuat garis-garis besar pengaturan.

“Setahu saya, menurut aturan yang ada sekarang frequency sharing tidak diperbolehkan jadi harus diamendemen. Dengan keterbatasan frekuensi saat ini memang sudah saatnya frekuensi bersama dibuka,” tuturnya.

Kendati demikian, katanya, frekuensi bersama perlu memperhatikan kesesuaian teknologi di setiap operator. “Untuk antaroperator GSM [global system for mobile communication] ini lebih mudah, sedangkan bagi CDMA lebih rumit karena tidak terstandardisasi.”

Menurut Rakhmat, regulator dan operator perlu memastikan interoperabilitasnya terlebih dulu dari aspek teknis antaroperator agar tidak mengganggu operasional yang sudah ada, pertimbangan pemanfaatan, kompetisi serta aspek komersialnya. (roni.yunianto@bisnis.co.id)

0 komentar: