
Oleh Fita Indah Maulani & Arif Pitoyo
Jakarta, Bisnis Indonesia – Telkomsel memperoleh frekuensi broadband wireless access (BWA) di pita 2,3 GHz selebar 10 MHz tanpa membayar up front fee di lima paket pengerjaan proyek universal service obligation (USO) sehingga totalnya menjadi 50 MHz.
Santoso Serad, Kepala Balai Telekomunikasi dan Informatika Pedesaan (BTIP), mengatakan Telkomsel memperoleh insentif tersebut karena mereka memenangi proyek USO untuk lima paket yang ditenderkan tahun lalu.
“Hak memperoleh dan menggarap frekuensi BWA sebesar 10 MHz tanpa perlu membayar up front fee berlaku hanya untuk satu paket. Telkomsel memenangi lima paket, jadi dia total memperoleh 50 MHz,” ujarnya kepada Bisnis, kemarin.
Insentif tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.32/2008 tentang Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi. Pemenang tender USO berhak untuk mengembangkan insentif tersebut.
Telkomsel berhak memperoleh frekuensi tanpa up front fee hanya untuk wilayah USO yang dikerjakan. Namun, aturan mengenai overlapping zona USO dan BWA yang berbeda belum diatur oleh pemerintah.
Santoso mengatakan segala kegiatan komersial bisa dilakukan menggunakan frekuensi BWA tersebut.
Dirut Telkomsel Sarwoto Atmosutarno mengungkapkan insentif itu memang sudah dijanjikan oleh pemerintah sejak awal penyelenggaraan tender USO.
Lelang BWA
Pemerintah membantah tudingan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bahwa terbukanya konsorsium ikut tender BWA dilakukan untuk memberikan peluang bagi pihak asing.
Basuki Yusuf Iskandar, Dirjen Pos dan Telekomunikasi Departemen Komunikasi dan Informatika, mengatakan diberikannya kesempatan kepada konsorsium mengikuti tender BWA bukan mengakomodasi pihak asing, melainkan memberikan ruang bagi penyedia jasa Internet (PJI) kecil untuk bergabung.
“Aturannya, frekuensi yang diperoleh melalui tender adalah eksklusif dan tidak bisa diberikan kepada banyak orang atau perusahaan. Harus ada satu penanggung jawab yang ditunjuk, tidak bisa seperti kemauan APJII dan pihak lainnya,” ujarnya, kemarin.
Pemerintah menetapkan apabila konsorsium menang, tetapi ada satu atau sebagian anggota mengundurkan diri, kemenangannya akan dibatalkan.
Basuki melanjutkan harga dasar lelang BWA nantinya bervariasi pada setiap region. Harga tersebut juga akan dikaji kembali pada pita lainnya, seperti 2,5 GHz dan 3,3 GHz.
Pemerintah akan menetapkan biaya hak penggunaan frekuensi berdasarkan lebar bandwidth bukannya jumlah izin stasiun radio yang diajukan seperti yang selama ini diberlakukan pada telekomunikasi seluler generasi kedua (2G).
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menilai konsep konsorsium tawaran pemerintah hanya untuk mengakomodasi kepentingan operator yang mayoritas dimilik asing.
“Konsep yang kami tawarkan sebenarnya bukan seperti tiu, karena nantinya operator milik asing bisa tetap berpartisipasi dalam tender melalui konsorsium,” ujar Yadi Heryadi, anggota APJII sekaligus Sekjen Forum Komunikasi Broadband Wireless Indonesia (FKBWI).
Iwan Krisnadi, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), mengatakan diperbolehkannya konsorsium ikut tender BWA memang membuka peluang bagi asing untuk masuk.
“Tentu saja ada skemanya dan sedang kami bicarakan persentasenya. Bagaimana komposisinya dana apakah izin diberikan kepada lokal atau asing akan segera diputuskan pekan ini,” ujarnya.
Menurut dia, untuk tender BWA kali ini hanya untuk akses layanan data, tidak termasuk akses layanan suara (voice).
Ketika disingggung mengenai masih mahalnya tarif Internet di Indonesia yang dipicu oleh masih mahalnya harga local loop maupun leased line, Basuki menuturkan PJI harus melaporkan hal tersebut secara resmi kepada pemerintah.
“Selama ini bandwidth internasional sudah turun, jadi semestinya tarif ritel ke masyarakat juga turun,” tegasnya.
(fita.indah@bisnis.co.id/arif.pitoyo@bisnis.co.id)
0 komentar:
Posting Komentar