Setahun penurunan tarif boroskan nomor telepon
Oleh Fita Indah Maulani
Jakarta, Bisnis Indonesia – Operator telekomunikasi mengeluhkan sulitnya mengembangkan jaringan komunikasi pascakeluarnya regulasi (beleid) April 2008 yang mendorong penurunan tarif telekomunikasi secara signifikan.
Oleh Fita Indah Maulani
Jakarta, Bisnis Indonesia – Operator telekomunikasi mengeluhkan sulitnya mengembangkan jaringan komunikasi pascakeluarnya regulasi (beleid) April 2008 yang mendorong penurunan tarif telekomunikasi secara signifikan.
Johnny Swandi Sjam, Ketua Komite Tetap Telekomunikasi Kadin Indonesia, mengatakan kedua regulasi tersebut menghadirkan perang harga antara para operator selama setahun terakhir dan berdampak pada tingginya tingkat migrasi pengguna (churn rate).
“Dampaknya membuat biaya akuisisi pelanggan semakin mahal, belum lagi regulator terus meningkatkan biaya penggunaan frekuensi. Salah satunya BHP frekuensi yang sangat mahal,” ujarnya kemarin.
Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) menilai murahnya tarif, ditambah tingginya biaya yang dibebankan regulator kepada operator membuat pendapatan operator berkurang sehingga kemampuan meningkatkan kapasitas dan coverage berkurang.
Pada April 2008, pemerintah mengeluarkan beleid Permenkominfo No. 09/2008 tentang Tatacara Penetapan Tarif Jasa Telekomunikasi yang Disalurkan Melalui Jaringan Bergerak Seluler dan Permenkominfo No.15/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Jasa Teleponi Dasar yang Disalurkan Melalui Jaringan Tetap Berdasar Biaya Interkoneksi Baru.
Menurut Direktur LPPMI Mazwita Idrus, kehadiran regulasi itu bagi pelanggan memiliki dampak positif semakin mudahnya memperoleh layanan telekomunikasi dan turunnya alokasi belanja telekomunikasi karena penurunan tarif ritel rata-rata mencapai 70%.
“Kerugiannnya, kualitas layanan menurun drastis dan masyarakat di daerah terpencil sulit memperoleh akses karena terbatasnya investasi ke daerah baru. Padahal setiap bulannya pelanggan membayar Rp100.000-Rp200.000,” tuturnya.
Nomor Boros
Miftadi Sudjai, pengamat dari Institut Teknologi Bandung (ITB), melalui penurunan pendapatan operator merupakan hal yang wajar karena selama ini banyak operator yang menikmati EBITDA margin luar biasa tinggi.
“Sayangnya, perang tarif ini berdampak pada meningkatnya nomor hangus karena tingginya tingkat perpindahan pelanggan dari satu operator ke operator lainnya. Hal ini membuat nomor menjadi mubazir,” ujarnya.
Sekjen Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) Dian Siswarini menjelaskan rendahnya kualitas layanan yang diberikan oleh operator terjadi karena anomali di lapangan.
“Seandainya trafik suara menggunakan kapasitas sampai utilisasi maksimum, trafik data tidak dapat terlayani,” ujarnya.
Untuk mengatasi masalah teknis tersebut, dia meminta pemerintah memberikan stimulus berupa kemudahan dalam hal pembangunan site, pengaturan kembali biaya hak penyelenggaraan (BHP), dan roadmap alokasi frekuensi baru.
ATSI mengusulkan pengaturan kembali BHP barupa penetapan batas atas untuk BHP berdasarkan jumlah pemancar, setelah melewati ambang diberikan BHP flat (berdasarkan Pita) dengan harga yang akan mendorong peningkatan teledensitas. (ARIF PITOYO) (fita.indah@bisnis.co.id)
0 komentar:
Posting Komentar