Jakarta, Koran Jakarta – Pemegang lisensi akses nirkabel pita lebar (Broadband Wireless Access/BWA) diwajibkan menyewakan 20 persen dari kapasitas jaringannya untuk pihak ketiga.
“Tidak semua kapasitas dipakai sendiri oleh pemenang. Ada kewajiban untuk menyewakan,” ungkap Konsultan Ditjen Postel Bidang Regulasi Koesmarihati Koesnowarso, belum lama ini.
Dikatakannya, kewajiban menyewakan tersebut akan membuka kesempatan bagi pemain yang tidak mendapatkan lisensi BWA melakukan virtual network operation (VNO) sehingga aksesibilitasnya bisa digunakan secara bersama.
“Ini untuk menolong pemain yang kalah dalam tender, sementara keadaan memaksa mereka membutuhkan layanan ini. Jadi, jangan berpikir pemerintah hanya ingin mencari untung dari lisensi ini,” katanya.
Koes mengatakan jika para peserta merasa harga penawaran dasar yang ditetapkan pemerintah terlalu mahal, semuanya mesti secara kompak tidak mengikuti tender. “Jika demikian, nantinya Ditjen Postel bisa bilang ke Depkeu kalau harganya kemahalan. Nah, setelah itu akan keluar harga baru. Tetapi, pertanyaannya, apa benar itu yang diinginkan oleh para peserta?” cetusnya.
Koes juga menyakini tidak akan terjadi fenomena pasang harga tinggi dalam menawar satu zona karena peserta harus berhitung dengan kondisi di lapangan.
“Apalagi tahun depan akan ada tender standar mobile. Ini beda dengan tender 3G, di mana operator merasa jika tidak mendapat lisensi bisa kehilangan daya saing,” katanya.
Sebelumnya, Departemen Komunikasi dan Informatika (Dpekominfo) membanderol harga frekuensi BWA untuk spekterum 2,3 GHz sebesar 52,35 miliar rupiah. Angka tersebut merupakan total harga dari 15 zona, yang satu zonanya ditawarkan dua blok frekuensi. *dni/E-2
0 komentar:
Posting Komentar