RI diminta mencontoh tender WiMax di Malaysia
Oleh Arif Pitoyo
Bisnis Indonesia
Jakarta: Penyelenggara WiMax (worldwide interoperability for microwave access) dinilai perlu memiliki modal besar agar bisa mengembangkan jaringan Internet nirkabel pita lebar hingga ke ibu kota kecamatan sesuai dengan komitmen dalam dokumen tender.
Oleh Arif Pitoyo
Bisnis Indonesia
Jakarta: Penyelenggara WiMax (worldwide interoperability for microwave access) dinilai perlu memiliki modal besar agar bisa mengembangkan jaringan Internet nirkabel pita lebar hingga ke ibu kota kecamatan sesuai dengan komitmen dalam dokumen tender.
Hermanudin, praktisi broadband wireless access (BWA) dari Indosat M2, mengatakan selain harga dasar tender yang sangat tinggi dan bisa berkali lipat apabila lelang sudah digelar, penyelenggara WiMax juga harus membangun backbone antarcity, backhaul intercity, dan tower yang investasinya cukup besar.
“Penyelenggara WiMax juga wajib memenuhi komitmen pembangunan jaringan hingga ke ibu kota kecamatan di wilayah zone yang dimenangkannya,” ujarnya kepada Bisnis kemarin.
Menurut dia, dari kondisi ini, apabila permodalan peserta kecil akan sulit merealisasikan Internet murah, dan dikhawatirkan malah menjadi broker frekuensi.
Total reserved price (harga dasar penawaran) tender broadband wireless access (BWA) atau WiMax untuk 15 zona mencapai Rp52,35 miliar atau hanya sepertiga dari harga dasar penawaran tambahan frekuensi 3G.
Harga dasar penawaran terendah ada pada zona 10, yang mencakup wilayah Maluku dan Maluku Utara dengan besaran Rp45 juta per blok. Adapun reserved price tertinggi seperti diprediksi ada pada zona 4 yang mencakup wilayah Banten dan jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi Rp15,16 miliar per blok.
Salah satu peserta tender WiMax yang datang dari perusahaan kecil menengah adalah Konsorsium WiMax Indonesia (KWI). Perusahaan yang menjadi anggota konsorsium itu, kemarin, menandatangani memorandum of understanding (MoU) dalam rangka mengikuti tender WiMax. Kontribusi pendanaan konsorsium dibagi rata kepada 30 perusahaan yang menjadi anggotanya.
Konsorsium tersebut sudah memiliki dana awal sekitar Rp3,2 miliar untuk mengincar lisensi WiMax di seluruh zone yang ditenderkan.
Konsorsium yang dipimpin oleh PT Rahajasa Media Internet (Radnet) itu nantinya akan menjadi suatu entitas baru. Konsorsium masih membuka diri terhadap PJI lainnya yang akan bergabung sampai penyerahan dokumen tender.
Teddy A. Purwadi, pemilik PT Transmedia Indonesia (Acess.net) anggota konsorsium WiMax, mengungkapkan Indonesia perlu mencontoh tender WiMax di Malaysia.
“Di negara tersebut, dari tiga blok frekuensi BWA yang dilelang, satu blok dilelang kepada operator besar atau incumbent, adapun dua blok lainnya dilelang kepada perusahaan kecil menengah.”
Selain konsorsium APJII, sejumlah operator telekomunikasi juga siap mengikuti tender WiMax, seperti PT Telkom Tbk, PT Smart Telecom.
Dirut Smart Telecom Sutikno Widjaya menegaskan pihaknya sedang meneliti rencana bisnis WiMax tersebut.
Lisensi packet switch
“Sampai saat ini kami belum menentukan zone yang akan dipilih dalam tender WiMax, sehingga belum bisa juga disebutkan investasi yang disiapkan,” ujarnya.
Pemenang tender WiMax, selain mendapatkan alokasi pita 2,3 GHz untuk fixed broadband wireless access, juga akan mendapatkan lisensi jaringan tetap packet switch.
Smart Telecom, melalui Wireless Indonesia (WIN), juga pernah memiliki lisensi tersebut, tetapi dikembalikan dengan alasan kesulitan mengembangkan jaringan.
Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi menilai hal tersebut merupakan urusan internal Smart Telecom yang terbentuk dari merger dua perusahaan, yaitu Primasel dan WIN. (RONI YUNIANTO) (arif.pitoyo@bisnis.co.id)
0 komentar:
Posting Komentar