23 Juli 2009 11 izin PJI dicabut

Ditjen Postel dinilai lakukan ‘tebang pilih’

Oleh Fita Indah Maulani & Roni Yunianto
Bisnis Indonesia

Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika mencabut izin 11 penyelenggara jasa Internet, karena tidak memenuhi kewajiban penyesuaian izin, tidak menyampaikan laporan kinerja operasi, tidak beroperasi dan karena permohonan sendiri.

Kepala Informasi dan Humas Depkominfo Gatot S. Dewa Broto mengungkapkan pihaknya terus melakukan pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan telekomunikasi di seluruh Indonesia.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, izin penyelenggara jasa Internet saat ini dimiliki oleh 172 perusahaan, penyelenggara jasa interkoneksi Interenet (NAP/Network Access Point) oleh 40 perusahaan, penyelenggara Internet teleponi untuk keperluan publik (IKTP) oleh 25 perusahaan, dan penyelenggara sistem komunikasi data (Siskomdat) oleh tujuh perusahaan.

“Salah satu dampak pengawasan tersebut adalah adanya beberapa penyelenggara telekomunikasi, khususnya yang menyediakan jasa Interent, terhitung mulai 29 Juni 2009 telah dicabut izinnya berdasarkan Keputusan Dirjen Postel No. 168/2009 tentang Pencabutan Izin Penyelenggara Jasa Akses Interenet,” ujarnya kemarin.

Pada saat yang sama, Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar juga telah menandatangani Keputusan Dirjen Postel No. 169/2009 tentang Pencabutan Keputusan Dirjen Postel No. 152/2006 tertanggal 24 April 2006 tentang Izin Penyelenggaraan Jasa Internet Teleponi Untuk Keperluan Publik (IKTP) PT Corbec Communicaiton.

Gatot mengungkapkan baik dalam pencabutan izin penyelenggaraan jasa akses Internet dan jasa Internet teleponi untuk keperluan publik ini, Ditjen Postel sudah mempertimbangakan berbagai hal dan juga mengacu pada ketentuan yang berlaku.

Aturan pencabutan dimungkinkan menurut UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

Secara lebih terperinci aturan pencabutan tersebut juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Pencabutan izin dilakukan setelah diberikannya peringatan tertulis sebanyak tiga kali berturut-turut di mana masing-masing peringtatan tertulis berlangsung selama 7 hari kerja.

PJI ilegal
Yadi Heryadi, Sekjen Forum Komunikasi Broadband Wireless Indonesia (FKBWI), mendukung upaya pemerintah dalam mencabut izin PJI yang tidak menjalankan komitmen dan kewajibannya selama ini.

“Namun, saya mengimbau pemerintah supaya lebih tegas lagi terhadap PJI ilegal karena jumlahnya jauh lebih banyak daripada menutup izin PJI yang memang sudah hampir mati,” tuturnya.

Kenyataannya, tambahnya, tidak ada satu kasus pun yang dipermasalahkan Ditjen Postel.

Lebih parah lagi, lanjut Yadi, pemerintah seakan-akan menutup mata terhadap PJI ilegal yang kemudian diberi izin hanya karena PJI ilegal itu merupakan rekanan PJI besar sehingga terkesan melakukan tebang pilih.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) berencana melakukan pertemuan dengan para penyelenggara jasa Internet (PJI) ilegal di Yogyakarta sebagai kota dengan PJI ilegal terbanyak di Indonesia.

Sapto Anggoro, Ketua Bidang Kemitraan APJII, mengatakan jumlah PJI ilegal saat ini berimbang dengan jumlah PJI legal.

“Kami akan melakukan diskusi dengan mereka untuk memberikan pengertian agar mau mengurus lisensi menjadi PJI legal,” ujarnya kepada Bisnis, kemarin.

Keberadaan PJI legal hampir sama dengan warung Internet (warnet), tumbuh dan tumbang silih berganti, jumlahnya yang banyak pada akhirnya sering menyulitkan para PJI legal.

PJI ilegal memperoleh bandwidth dari satelit luar negeri atau menarik kabel (terestrial) dari PJI legal. APJII bahkan pernah menemukan ada PJI ilegal yang memperoleh koneksi langsung dari network access point (NAP) legal dan menjualnya kembali ke berbagai warnet.

Skala layanan PJI ilegal sejauh ini lebih sempit dibandingkan dengan yang legal. Mereka jarang bermain di sektor korporasi, kebanyakan rumah tangga dan warnet.

Namun, karena jumlahnya banyak, gerakan mereka menghambat bisnis PJI legal.

PJI legal yang melayani pelanggan korporat lebih sulit berkembang karena untuk memperoleh kepercayaan dan memenangi tender dari pemerintah atau perusahaan asing diperlukan lisensi.

Jumlah pelanggan PJI ilegal rata-rata 20 pelanggan korporat atau warnet per perusahaan. Untuk rumah tangga mereka bermain di perumahan.

Gatot mengatakan pihaknya sudah berusaha mengurangi jumlah PJI ilegal dengan melakukan sweeping di daerah oleh balai monitoring.

“Memang sweeping tidak dilakukan setiap bulan, mereka yang ketahuan langsung diserahkan ke aparat kepolisian. Kota yang paling banyak PJI ilegalnya adalah Yogyakarta, Bandung, dan Malang,” ujarnya. (ARIF PITOYO) (fita.indah@bisnis.co.id/roni.yunianto@bisnis.co.id)

0 komentar: