24 Juli 2009 CEO OF THE YEAR 2009

Meninggalkan monopoli untuk berkompetisi

Rinaldi Firmansyah
Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk


Oleh Aprilian Hermawan & Lutfi Zaenudin
Wartawan Bisnis Indonesia

Persiapan yang sempurna dan kepercayaan diri yang tinggi. Kesan seperti itu mungkin berhasil ditanamkan Rinaldi Firmansyah, Dirut PT Telkom, kepada lawan bicaranya. Dari penuturan orang nomor satu di tubuh BUMN telekomunikasi seolah tantangan dan peta bisnis ‘jarak bukan hambatan’ itu terpampang dengan jelas dan relatif mudah dicerna.

Rinaldi yang didaulat rapat umum pemegang saham luar biasa pada 28 Februari 2007 untuk menduduki kursi Dirut Telkom itu tangkas menjelaskan visi dan misi BUMN telekomunikasi kepada juri Bisnis Indonesia Award 2009 pada akhir pekan lalu.

PT Telkom yang sempat identik dengan ‘telepon kabel rumahan' itu pun terus dipacu agar tetap menjadi pemimpin pasar sekaligus menguntungkan. Adik kandung dari Erry Firmansah, mantan Dirut Bursa Efek Indonesia, ini terus mencari jalan untuk meninggalkan paradigma lama dari monopoli menjadi kompetisi. Tentu saja termasuk ‘mimpi’ menjadi Telkom perusahaan informasi dan komunikasi di Asia Tenggara, Asia, dan bahkan Asia Pasifik.

Akan tetapi, target yang dikejar manajemen Telkom tak semudah membalikkan telapak tangan. Ketika resesi ekonomi global melumpuhkan hampir seluruh raksasa ekonomi dunia, perkembangan bisnis di Tanah Air juga ikut terseret arus.

Industri telekomunikasi tanpa terkecuali tidak luput dari sergapan resesi global itu. Indonesia beruntung memiliki pasar domestik yang besar, sehingga perekonomian masih tumbuh meski terkoreksi.

Ukuran pasar yang menjanjikan itu menjadi magnet bagi perusahaan luar negeri untuk mengadu nasib di Tanah Air. Meski Telkom masih menikmati kue industri telekomunikasi terbesar di Indonesia, perusahaan pesaing terus membayang.

“Tahun lalu terjadi perang tarif terdahsyat yang pernah ada sehingga sekarang tarif [telekomunikasi di Indonesia] menjadi yang paling murah di Asia,” kata Rinaldi.

Pria kelahiran Tanjung Pinang, 10 Juni 1960 itu mencoba menggambarkan perang bisnis operator telekomunikasi tidak sekadar meningkatkan pelayanan, tetapi juga menyediakan tarif yang lebih menarik bagi konsumen pada saat resesi ekonomi sekalipun.

Menurut alumni S1 Teknik Elekktro ITB pada 1985 itu, investasi yang berkelanjutan merupakan kata kunci agar Telkom tetap menjaga jarak dengan para pesaingnya. “Kami tetap investasi cukup besar agar gap dengan kompetitor tetap terjaga.” Resep itu tecermin dari target pengeluaran modal (capital expenditure/capex) tahun ini yang mencapai sekitar US$2,5 miliar.

Meski demikian, nilai capex yang besar bukan tanpa kelemahan, apalagi pada saat margin keuntungan relatif tipis. Investor tentu menginginkan pembagian dividen yang menarik.

Dengan sedikit data dan selayar data, Rinaldi menunjukkan saham Telkom masih menjanjikan Perkembangan saham BUMN itu pada tahun lalu dan paruh pertama tahun ini masih lebih baik dari kinerja indeks harga saham gabungan.

Efisiensi usaha
Investasi yang tinggi itu tidak melulu mengganti jaringan kabel tembaga yang rusak, tetapi juga mengembangkan pilar bisnis lain yang mulai dipupuk sejak 2002 yaitu telepon bergerak, jaringan dan interkoneksi, data dan internet, serta fixed wireless access yang lebih dikenal sebagai CDMA.

Selain menggelontorkan modal, pria pemegang MBA dari IPMI Jakarta dan Chartered Financial Analyst dari Association for Investment Management and Research Charlottesville, Amerika Serikat itu juga terus melakukan efisiensi.

“Pola pikir orang Telkom juga berubah dari hard ke soft technolgy.” Kebutuhan SDM yang berkualitas menjadikan jumlah tenaga kerja di BUMN telekomunikasi tersebut berkurang hampir separuhnya dalam kurun waktu 5 tahun menjadi sekitar 20.000 orang.

Sejumlah perbaikan itu pula yang memungkinkan Telkom mengembangkan sistem pengadaan barang dan jasa dengan sistem elektronik, sehingga tingkat pertemuan pegawai dengan peserta tender bisa diminimalkan.

Meski terkesan lebih sulit dan ketat, Rinaldi mengklaim vendor yang berhubungan dengan Telkom lebih menikmatinya. “Kami jadi benchmark. Kalau bisa menjadi mitra Telkom berarti mereka [vendor] lebih mudah ke perusahaan lain.”
(aprilian.hermawan@bisnis.co.id/lutfi.zaenudin@bisnis.co.id)


0 komentar: