16 Juli 2009 Harga pita WiMax melambung

Aturan revisi DNI belum disahkan

Oleh Fita Indah Maulani
Bisnis Indonesia

Jakarta: Harga lelang broadband wireless access (BWA) putaran ketiga diprediksi melambung sangat tinggi dari harga dasar dan mendekati harga dasar lelang telekomunikasi seluler generasi ketiga (3G).

Adapun, pada putaran kedua kemarin harga tertinggi lelang masih relatif sama dengan putaran pertama, yaitu hampir dua kali lipat (1,9 kali lipat) dari harga dasar. Harga dasar lelang BWA adalah Rp26,17 miliar, adapun harga dasar lelang 3G adalah Rp100 miliar.

“Peningkatannya tidak signifikan, mungkin hanya di daerah-daerah tertentu saja yang cukup tinggi, tetapi masih tidak lebih dari 2,5 kali harga dasar,” ujar seorang peserta tender BWA kepada Bisnis, kemarin.

Meski kenaikannya tidak signifikan, harga yang sudah mulai merangkak naik tersebut cukup mencemaskan sejumlah peserta tender karena diprediksi harganya akan melambung cukup signifikan setelah putaran ketiga hari ini.

“Sangat memberatkan karena harganya naik sangat tinggi. Inilah pengaruh lelang sampai 3 putaran,” keluh salah seorang eksekutif peserta tender BWA lainnya.

Pada putaran pertama, harga lelang rata-rata di seluruh zona sudah naik hingga dua kali lipat dari harga dasar, sementara kenaikannya pada putaran kedua tidak signifikan.

Ketika dikonfirmasi, Kepala Pusat Informasi dan Humas Depkominfo Gatot S. Dewa Broto, mengungkapkan pihaknya belum akan membuka harga lelang kepada masyarakat karena akan sangat rentan terhadap konflik seperti pada saat lelang universal service obligation (USO).

“Pemerintah berjanji akan membuka harga setelah putaran ketiga besok [hari ini]. Semua peserta juga tidak saling mengetahui harga masing-masing karena yang diinformasikan hanya harga tertinggi dan tertinggi kedua,” tegasnya.

Dalam perkembangan lain, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkapkan revisi Perpres mengenai Daftar Negatif Investasi diperkirakan baru selesai akhir bulan ini, dan masih memungkinkan molor.

Aturan kepemilikan asing dalam mengikuti tender BWA semula mengacu pada Peraturan Presiden No. 111/2007 yang mengatur bahwa kepemilikan modal asing untuk penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis packet switched maksimal 49%.

Namun, surat Menko Perekonomian merekomendasikan bahwa perusahaan dengan kepemilikan asing lebih dari 49%, asal terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dibolehkan ikut tender.

“Surat itu merupakan jawaban atas pertanyaan Depkominfo kepada Menko Perekonomian. Surat itulah yang jadi pedoman bagi panitia tender BWA dan tidak ada kepentingan apapun di dalamnya,” tutur Gatot.

Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala menyesalkan adanya aturan yang lebih tinggi justru dikangkangi oleh surat memo.

Teddy A. Purwadi anggota dewan pengawas Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia mengatakan apabila konsorsium menang berarti ada skala sustainablitiy PJI tingkat UKM untuk bersaing sehat dengan penyelenggara incumbent sesuai dengan UU No. 5 tentang Persaingan Sehat dan Antimonopoli.

“Penyelenggara jasa Internet sektor UKM sebaiknya diberi kesempatan lebih besar dalam mengelola frekuensi,” ujarnya.

Indosat terancam
Heru Nugroho, Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), mempertanyakan kesungguhan pemerintah terhadap kebijakan yang telah dibuat karena seharusnya aturan revisi diterapkan setelah disahkan agar tidak ada pelanggaran.

“Pelaku usaha pasti kecewa karena pemerintah bersikap inkonsisten dengan landasan hukum tidak jelas dan selalu berubah. DNI ini baru dibuat, sekarang direvisi, dalam waktu dekat akan berubah seperti apalagi,” ujarnya.

Apabila aturan DNI diterapkan, maka PT Indosat Tbk terancam tidak bisa memenangi tender WiMax karena revisi aturannya belum disahkan.

Adita Irawati, Division Head Public Relations Indosat, memilih untuk tidak terlalu memikirkan masalah ini karena pihaknya sepenuhnya fokus dan konsentrasi pada lelang BWA yang sedang berlangsung. (ARIF PITOYO) (fita.indah@bisnis.co.id)

0 komentar: