23 Juli 2009 Kompetitor Wimax Siap Mengadang

Koran Jakarta – Setelah tender akses nirkabel pita lebar (Broadband Wireless Access/BWA), masyarakat bakal mencicipi teknologi akses Internet broadband berbasis Worldwide Interoperability for Microwave Access (Wimax).

Wimax merupakan teknologi berbasis data yang bekerja pada spektrum pita lebar layaknya Wi-Fi. Namun, jangkauannya lebih luas dan kemampuan transmisinya lebih cepat, yakni mencapai 75 Mbps.

Kompetitor dari teknologi ini adalah Long Term Evolution (LTE). LTE adalah siklus terakhir pengembangan teknologi data seluler dengan standar IEEE 802.20 yang diproyeksikan menemukan momentumnya pada 2010 nanti.

Dalam uji coba operator seluler terbesar di Jepang, NTT DoCoMo, pada Februari 2008, terungkap bahwa kecepatan downlink LTE bisa mencapai 250 Mbps, sementara kecepatan uplink berkisar 50 Mbps.

Di luar negeri, diperkirakan LTE tidak akan dikomersialkan akhir tahun ini. LTE banyak dipergunakan operator untuk meningkatkan kapasitas dan kecepatan akses data. Hal ini karena dari aspek ketersediaan spektrum, LTE dapat digunakan pada alokasi yang tersedia.

Selain LTE, Wimax akan berhadapan dengan teknologi pita lebar eksisting seperti 3G untuk Fixed Broadband ala Speedy besutan Telkom. Speedy dan 3G diperkirakan digunakan dua juta pengguna. Angka tersebut di luar penggunaan akses Internet melalui mobile handheld.

Praktisi telematika Gunadi Dwi Hartoro mengatakan Wimax akan sulit mengalahkan solusi broadband eksisting mengingat pasar yang digarapnya sangat terbatas.

“Harus diingat lelang itu untuk lisensi nomadic atau tetap sehingga yang digarap para area unserved dan tidak bersifat personal. Belum lagi kemampuan dari perangkat yang tidak maksimal,” katanya, Rabu (22/7).

Pengamat telematika dari Universitas Indonesia, Gunawan Wibisono, menjelaskan jika teknologi Wimax tidak diberikan penomoran atau minimal fasilitas Voice over Internet Protocol (VoIP), untuk tahap awal tidak akan bisa berbicara banyak dalam persaingan dengan kompetitornya.

Namun, Gunawan mengingatkan, saat waktu masuk ke pasar, Wimax lebih unggul ketimbang LTE mengingat akan digelar awal tahun depan. “LTE akan terkendala frekuensi nantinya mengingat pemerintah tentu meminta harga setara Wimax atau lebih. Kalau begini, bagaimana operator mau mengembangkan LTE?” jelasnya.

Tantangan Terberat
Penantang Wimax lainnya adalah pemilik lisensi BWA di frekuensi 3,3 GHz seperti Telkom atau Indosat. Frekuensi tersebut dinilai juga ideal menyelenggarakan Wimax. Bahkan untuk kendala cuaca penyelenggaraan broadband di frekuensi ini lebih rendah.

“Dan untuk di perkotaan meskipun jangkauan 3,3 GHz lebih rendah tetapi ini menguntungkan secara kualitas,” kata pengamat telematika, Miftadi Sudjai.

Tantangan paling berat bagi Wimax, lanjut Miftadi, jika operator 3G tetap menggelar jaringannya yang berujung pasar lebih menerima 3G ketimbang Wimax. “Pelanggan tidak mau tahu teknologi yang digunakannya. Terpenting koneksi Internet tanpa putus,” katanya.

Sementara itu, Gunawan mengingatkan tantangan bagi penyelenggara broadband di frekuensi 3,3 GHz adalah jika pemerintah menerapkan Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) setara dengan 2,3 GHz. “Jika itu terjadi, bisa saja Telkom atau Indosat mengembalikan frekuensinya. Soalnya kemahalan disewa frekuensi,” katanya.

Secara terpisah, Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Iwan Krisnandi membantah akan terjadi penarikan BHP yang sama di frekuensi 2,3 dan 3,3 GHz. “Satu hal yang pasti sisa frekuensi di 3,3 GHz akan ditender ulang. Soal BHP dan lainnya sedang dikaji,” tegasnya. ■dni/E-2

0 komentar: