27 Juli 2009 SOFYAN DJALIL:

Indosat Kaji Delisting dari NYSE

Oleh Yohana SP Philips

Jakarta, Investor Daily – Kementerian Negara BUMN menyatakan, PT Indosat Tbk, (ISAT) sedang mengkaji penghapusan pencatatan (delisting) sahamnya dari New York Stock Exchange (NYSE). Pasalnya, peraturan di bursa efek Amerika Serikat tersebut dinilai memberatkan perseroan.

“Saya dengat Indosat sedang mengkaji untuk delisting dari NYSE. Bukan semata-mata masalah fee, tapi repotnya itu,” kata Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil di Jakarta, Jumat (24/7).

Menurut Sofyan, setiap orang saat ini bebas membeli efek perusahaan terbuka tanpa harus mencatatkan sahamnya (listing) di NYSE. Sebab, sistem perdagangan saham bersifat global, tidak mengenal batas suatu negara.

Sementara itu, ketika dikonfirmasi, Direktur Utama Indosat Johnny Swandi Sjam mengaku belum mengetahui rencana delisting saham Indosat. “Saya no comment dulu, karena saya belum tahu tentang kabar ini dan saya masih di luar negeri,” ujar dia saat dihubungi Investor Daily.

Indosat mulai listing di NYSWE pada 1994. Pada tahun yang sama, perseroan juga melangsungkan penawaran umum perdana (initial publik offering/IPO) saham dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) yang kini menjadii Bursa Efek Indonesia (BEI).

Menanggapi hal itu, Direktur Penilaian Perusahaan BEI Eddy Sugito mengatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada Indosat terkait rencana delisting dari NYSE. “Itu adalah pilihan komersial perusahaan, mungkin antara untung dan rugi listing di sana yang diperoleh perseroan kurang seimbang,” kata dia.

Namun, Eddy berharap Indosat tidak delisting di BEI. Pasalnya, saham Indosat termasuk saham yang likuid. Perseroan juga termasuk emiten dual listing yang selalu tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangan ke bursa. “Berbeda dengan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk yang memiliki unit operasi yang luas, sehingga butuh waktu untuk menyusun laporan keuangan,” jelas dia.

Laba bersih Indosat selama kuartal I-2009 anjlok 82,4% akibat rugi kurs dari Rp612,9 miliar menjadi Rp107,9 miliar. Penurunan laba tersebut akibat dampak depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Namun, pendapatan usaha perseroan tumbuh 5,3% menjadi Rp4,497 triliun.

Pengamat pasar modal Felix Sindhunata menilai, masalah rugi kurs kemungkinan masih akan membayangi laporan keuangan sejumlah emiten di Tanah Air, khususnya perusahaan yang memiliki eksposur cukup tinggi terhadap nilai tukar mata uang asing. Namun, dia menegaskan, rugi kurs tidak mencerminkan kinerja fundamental.

Qatar Telecom (Qtel) kini menguasai 65% saham Indosat. Pemerintah Indonesia memiliki 14,29% saham, sedangkan sisanya dimiliki publik. Pada perdagangan di BEI kemarin, saham perseroan dengan kode ISAT ditutup stagnan di level Rp5.300.

Delisting Telkom
Sementara itu, sumber di Kementerian Negara BUMN meyebutkan, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) disarankan untuk mengikuti langkah serupa dengan Indosat yang mengkaji rencana delisting saham dari NYSE. Alasannya sama, yakni peraturan di bursa AS itu memberatkan perusahaan.

“Telkom diminta lakukan studi untuk delisting dari New York,” ungkapnya. Dia menambahkan, alasaln lain Telkom untuk mengkaji delisting saham tersebut, karena ada beberapa aksi korporasi yang terganjal oleh peraturan di NYSE.

Pemerintah Indonesia kini menguasai 51,19% saham Telkom, JP Morgan Chase Bank BA tercatat memegang 5,26% saham perusahaan telekomunikasi terbesar di Tanah Air itu dan sisanya dimiliki publik. Pada perdagangan kemarin, TLKM ditutup menguat Rp300 (3,6%) ke posisi Rp8.550.

0 komentar: