30 Juli 2009 TEKNOLOGI

Kota Industri Telekomunikasi ?

Kota Bandung dan sekitarnya masih menyimpan kebanggan sebagai kluster industri elektronika nasional subsektor industri perangkat telekomunikasi dan subsektor Industri komponen. Namun, kebanggan itu semakin tipis karena perkembangan kluster tersebut kurang kondusif dan tidak sejalan dengan apa yang bekembang di dunia.


Oleh Hemat Dwi Nuryanto
Kompas

Wajah kluster Indonesia perangkat telekomunikasi bagi Bandung diwarnai dengan adanya PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti) dan industri swasta sejenis. Kini perusahaan tersebut sarat dengan masalah. Karena itu, penting meneguhkan kembali struktur industri dengan cara mendorong terjadinya aliansi strategis dengan industri terkemuka dunia.

Dalam hal ini pemerintah daerah memiliki peran strategis untuk ikut serta meneguhkan struktur industri bersama dengan Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negera (BUMN). Departemen Perindustrian, serta Departemen Perdagangan. Tujuannya, agar predikat Bandung sebagai kota industri telekomunikasi yang melekat sejak awal kemerdekaan tidak sirna ditelan zaman.

Hati rakyat menjadi pedih melihat PT Inti yang terpaksa menutup kegiatan fabrikasinya dan mencoba mereposisi usahanya dari perusahaan manufaktur dan menjadi sekadar perusahaan jasa. Tak pelak lagi langkah penutupan fabrikasi itu menyebabkan posisi PT Inti dalam aspek rantai suplai industri perangkat telekomunikasi terdegradasi. Kondisinya semakin tidak menggembirakan karena strategi penyelamatan oleh pemerintah belum tuntas.

Hal itu terlihat dari gagalnya kebijakan restrukturiassi hingga rencana akuisisi oleh PT Telkom. Semestinya pemerintah memiliki komitmen yang tinggi untuk mengatasi deindustrialisasi PT Inti. Komitmen itu dalam konteks model nasional pengembangan kemampuan industri dalam negeri dengan cara melibatkan secara total industri jasa telekomunikasi, lembaga riset telekomunikasi dan elektronik, industri manufaktur, dan perguruan tinggi.

Dominasi vendor asing dalam industri telekomunikasi nasional saat ini merupakan tantangan yang harus dihadapi. Strategi pembangunan yang hanya meningkatkan teledensitas atau jumlah satuan sambungan telepon lewat pengembangan industri jasa telematika kurang tepat. Kondisinya akan pincang jika tidak disertai dengan pengembangan industri perangkat atau komponen telekomunikasi nasional beserta produk turunannya.

Semestinya potensi dan kemampuan PT Inti sebagai industri perangkat telekomunikasi, jaringan telekomunikasi, operator telekomunikasi, dan aplikasi tidak semata-mata dilihat dari kacamata entitas ekonomi. Ada aspek strategis lain yang belum dioptimalkan, yakni bisa dimanfaatkan untuk mempercepat cita-cita menuju negeri harapan, berupa kokohnya wawasan nusantara dan sistem pertahanan negera. Seharusnya kompetensi dan produk PT Inti mampu menjadi solusi terhadap sistem telekomunikasi di sepanjang perbatasan negara, pulau terluar, daerah tertinggal, serta peralatan telekomunikasi bagi TNI dan kepolisian.

Kelemahan penelitian dan pengembangan
Jangan lupa, PT Inti pernah memiliki kemampuan atau kompetensi sebagai andalan industri manufaktur telekomunikasi dalam negeri. Hal itu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang cukup tinggi pada era 1980-an hingga 1990-an. Para era itu pengembangan industri manufaktur telekomunikasi dalam negeri cukup berhasil. Akibat krisis ekonomi, kemampuan tersebut menurun cukup drastis. Namun, aset perusahaan dalam bentuk kompetensi serta tacit and knowledge management yang menempel dalam postur sumber daya manusia masih terpelihara, tersedia dalam jumlah yang cukup memadai, serta siap dipacu. Jika upaya restrukturisasi berhasil dilakukan, PT Inti dapat segera tumbuh lagi pada masa mendatang.

Ada beberapa kelemahan mendasar yang menjadi penyebab terpuruknya PT Inti, antara lain dalam bidang penelitian dan pengembangan. Kelemahan ini juga menyangkut tindak lanjut dari produk unggulannya. Kelemahan yang lain, PT Inti tidak berdaya menghadapi pesaing dari negera-negara manufaktur yang mengandalkan biaya produksi rendah, baik di pasar ekpor maupun domestik. Kelemahan itu semakin dalam karena masih lemahnya upaya bersama atau sinergi antar BUMN.

Kelemahan tersebut menjadi paradoks karena pasar telematika dalam negeri masih akan tumbuh sejalan dengan perbaikan perekonomian nasional dan masih rendahnya teledensitas ataupun akses informasi. Sebagai gambaran makro, potensi belanja di sektor komunikasi bangsa Indonesia sekitar Rp500 triliun. Belanja investasi industri telekomunikasi sebesar Rp60 triliun – Rp80 triliun per tahun. Pertumbuhan industri telekomunikasi pun masih cukup tinggi, yaitu 40 persen pada 2008 dan 20 persen pada 2009.

Sementara itu, PT Inti baru mampu melakukan penjualan Rp 680 miliar per tahun atau hanya mendapatkan sekitar 1 persen dari belanja investasi industri telekomunikasi. Ironisnya lagi, keberadaan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pengadaan Barang dan Jasa untuk proyek-proyek pemerintah belum dijadikan senjata untuk mendongkrak captive market yang akan membantu kelangsungan perusahaan. Peluang yang tidak boleh disepelekan adalah outsourcing untuk PT Inti, khususnya pada sektor manufaktur umum jika perusahaan multinasional melakukan relokasi industri.

Liberalisasi impor
Kini eksistensi PT Inti terancam dari berbagai penjuru. Kondisi deindustriliasisasi PT Inti bisa semakin parah karena liberalisasi impor semakin cepat. Hal lain yang memperparah adalah pelaksanaan perjanjian antarnegara yang memungkinkan produk impor masuk dengan hambatan minimal. Akibatnya, semakin kuat pesaing dari manufaktur berbiaya rendah yang membanjiri pasar dalam negeri. Dari aspek rivalitas, persaingan PT Inti dengan perusahaan multinasional sangat tinggi dan umumnya posisi industri dalam negeri relatif lemah.

Pemerintah pusat dan daerah harus memiliki tekad dan kesadaran bahwa industri perangkat telekomunikasi nasional adalah entitas yang tidak hanya berperan sebagai agen atau distributor dari perusahaan multinasional, tetapi juga harus memiliki kemampuan rekayasa (engineering). Oleh sebab itu, pemerintah harus menekankan visi PT Inti yang bisa menjadi lokomotif industri telekmunikasi andalan serta pelopor bagi industri kecil dan menengah menuju bisnis bertarif internasional.

Para pengelola PT Inti harus memiliki strategi jangka pendek, yakni optimalisasi terhadap portofolia perusahaan. Optimalisasi itu tidak harus dengan cara menutup kegitan produksi atau fabrikasi, tetapi tetap fokus pada kegiatan jasa rekayasa dan atau pengembangan produk-produk untuk meraih ceruk pasar yang diabaikan perusahaan multinasional. Adapun strategi jangka menengah dan panjang adalah mempersiapkan diri menjadi industri komponen atau semikonduktor dan industri perangkat, baik perangkat jaringan, maupun aplikasnya.

HEMAT DWI NURYANTO
Chairman Zamrud Technology,
Alumnus UPS Toulouse, Perancis

0 komentar: