22 Juli 2009 Yang tersisa dari tender WiMax

Oleh Arif Pitoyo
Wartawan Bisnis Indonesia

Tender Broadband wireless access (BWA) atau WiMax selesai sudah. Dan di luar dugaan PT Berca Hardayaperkasa sukses merebut 14 blok BWA, adapun operator incumbent yang sebelumnya diprediksi mendominasi frekuensi 2,3 GHz malah hanya menjadi penghuni minoritas.

Berca merupakan anak perusahaan Central Cipta Murdaya (CCM) milik pengusaha nasional Siti Hartati Murdaya. Berdasarkan catatan, PT Berca selama ini bergerak di bidang teknologi informasi dengan unit bisnis Berca Cakra Teknologi, Berca Sistem Integrator, Berca Consulting Services, Berca Telecommunication Measurement & Infrastructure, dan Berca Jasatel (Integrated Services of Telematic).

Perusahaan itu selama ini belum pernah berkiprah di sektor jasa telekomunikasi, apalagi mengelola sejumlah kanal frekuensi. Karena kemenangannya di sejumlah blok tersebut, Berca harus menyetor sejumlah dana ke pemerintah sebesar Rp145,4 miliar.

Adapaun Telkom dan Indosat yang sebelumnya disebut-sebut akan menguasai pita 2,3 GHz ternyata hanya mendapatkan masing-masing lima blok dan satu blok.

Telkom mengklaim pihaknya secara otomatis sudah menguasai BWA di seluruh Indonesia meski di pita 2,3 GHz hanya meraih lima blok atau 10 MHz.

Sebagai hasil dari proses tender BWA di pita 2,3 GHz, BUMN telekomunikasi itu memiliki lisensi untuk 12 zona (tujuh lisensi 3,3 GHZ dan lima lisensi 2,3 GHz tanpa overlap) dari 15 zona di Indonesia.

Harga lelang yang begitu tinggi tentunya akan menimbulkan dampak yang sangat besar, terutama terhadap tarif ritel ke pelanggan. Padahal, tujuan semula digelarnya lelang WiMax adalah untuk menekan tarif Internet di tengah melambungnya harga local loop atau leased line milik operator incumbent.

Namun, anggota Dewan Pengawas Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Teddy A. Purwadi mengatakan sebagian besar perusahaan yang ikut tender BWA lebih mengejar lisensi jaringan tetap lokal packet switch dan alokasi frekuensi yang akan dikelola.

Persoalan Telkomsel
Yang luput dari pemikiran pemerintah adalah keberadaan lisensi BWA milik Telkomsel di wilayah Universal Service Obligation (USO) yang berpotensi menimbulkan polemik pada kemudian hari.

Dirut Telkomsel Sarwoto Atmosutarno mengungkapkan pihaknya akan meminta Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) untuk memfasilitasi penggunaan pita pemenang tender yang bersinggungan dengan pita milik Telkomsel di wilayah USO.

Kepada Pusat Informasi Depkominfo Gatot S. Dewa Broto berkilah pihaknya sudah memperhitungkan hal itu sejak jauh-jauh hari karena kebutuhan di area komersial dan perdesaan adalah berbeda meski provinsinya sama.

“Layanan BWA diperkirakan tidak sampai ke remote area seperti USO karena pasti pemenang tender berpikir komersial,” tegasnya.
Namun, pemerintah lupa bahwa lisensi yang diberikan ke operator di suatu blok frekuensi adalah mengikat di wilayah yang dikuasainya.

Pemerintah juga lupa bahwa pada suatu saat nanti tentunya daerah remote area bisa menjadi daerah komersial apabila pembangunan infrastruktur USO berhasil sehingga batas-batas layanan BWA antara satu operator dan operator lain dalam satu provinsi harus dikaji kembali.

Kemenangan muka-muka baru memang layak disambut gembira, karena akan menimbulkan kompetisi yang makin ketat sehingga faktor tarif ke pelanggan bisa ditekan asalkan frekuensi yang dimenangi tidak diperjualbelikan seperti yang terjadi pada masa lalu. (FITA INDAH MAULANI) (arif.pitoyo@bisnis.co.id)

0 komentar: