28 Agustus 2009 Pendapatan warnet turun hingga 30%

Tarif operator seluler sudah irasional

Oleh Muhammad Sufyan
Bisnis Indonesia

Bandung (27/08/2009): Pendapatan warung internet/warnet di Jabar rata-rata menurun 20%-30% setelah meledaknya layanan Interent di ponsel (net mobile) yang umumnya memiliki skema akses secara unlimited.

Irwin Day, Ketua Umum Asosiasi Warnet Indonesia (Awari), mengungkapkan tarif Internet yang rata-rata Rp2.000-Rp3.000 per jam sudah tidak kompetitif setelah operator seluler mengeluarkan tarif tanpa batas itu.

Contohnya adalah paket promosi StarOne hanya Rp1 per Mb, juga layanan BlackBerry Internet Service baik dari Telkomsel, Indosat, XL, dan Axis yang masing-masing tarifnya berkisar Rp4.200 sampai Rp6.000 per hari.

“Situasinya sudah berubah. Jika dulu akses Internet diponsel itu mahal sehingga masyarakat memilih warnet, maka kini yang dipilih adalah net mobile yang sangat terjangkau dan praktris,” katanya kepada Bisnis, kemarin.

Awari mencatat sejak meledaknya layanan di ponsel pada akhir semester tahun lalu, sejumlah warnet di beberapa lokasi telah gulung tikar. Akan tetapi, pihaknya belum menginventarisir jumlah persisnya.

Menurut Irwin, mereka yang terpaksa menutup usahanya adalah pengusaha yang berlokasi pada kantong-kantong pengguna ponsel Internet yang biasanya berada di pusat kota-kota besar di Indonesia,

Net mobile itu banyak diakses pemilik ponsel cerdas, yang notabene berlokasi pada pusat inti kota. Misalnya, di kawasan pusat bisnis dan perdagangan, lokasi kampus dan sekolah, dan perumahan utama,” katanya.

Populasi pada wilayah tersebut rata-rata memiliki mobilitas tinggi dalam kesehariannya, sehingga kegiatan berseluncur di dunia maya dengan akses statis malah menghambat aktivitasnya tersebut.

Sementara itu, di wilayah outter city dan kota sekunder yang layanan selulernya belum sebaik di pusat kota tadi, bisnis jasa warnet masih prospektif. Apalagi, masyarakatnya pun tidak memiliki mobilitas tinggi.

Bahkan, bukan hanya oleh pelaku usaha ritel Internet, meledaknya layanan tersebut juga dikhawatirkan perusahaan penyedia jasa (ISP/internet service provider) yang berbasis layanan kabel.

Tidak rasional
Vice President Marketing
PT Melvar Lintasnusa (Melsa) Vivi Mariska mengatakan tarif yang ditawarkan operator seluler sudah cenderung tidak rasional karena merusak tarif pasaran yang ada.

Hotspot yang dulu menjadi primadona wireless Internet, sekarang sudah sedikit memudar. Mungkin orang ingin serba cepat dan mudah, daripada harus buka laptop atau komputer dahulu.”

Melsa sendiri mengaku mengalami penurunan jumlah pelanggan ritel, khususnya dari segmen residensial setelah demam Internet ponsel melanda negeri.

Dede Mulyana, seorang pengusaha warnet di daerah Dipatiakur, Kota Bandung, mengakui jika pendapatannya sekarang menurun antara 20%-30% dibandingkan saat sebelum layanan Internet ponsel naik.

Apabila rata-rata pendapatan harian pada paruh semester kedua 2009 sebesar Rp200.000, maka saat ini berkisar Rp160.000 per hari. Padahal, posisi warnetnya diapit pelbagai perguruan tinggi di kawasan itu.

“Memang itu tidak bisa dihindari, manakala ada tarif pembanding yang jauh lebih murah. Akan tetapi, bagaimanapun yang sedang terjadi, kami masih tetap optimistis dengan masa depan warnet di Bandung.”

Menurut dia, warnet masih tetap jadi pilihan bagi tipikal pengguna yang senang mengunduh (download) file lagu, film, atau program perangkat lunak gratisan yang mayoritas berukuran besar.

Sementara itu, pengakses Internet di ponsel umumnya penyuka layanan situs jejaring sosial macam Facebook dan Twitter atau juga maniak pesan instan yang seketika seperti Yahoo Messanger, Gtalk, dan lainnya.

“Menurut saya masing-masing ada segmennya. Kalau yang senang download, leluasa surfing, dan bisa sekalian nongkrong, warnet adalah pilihan utama. Tapi kalau yang maniak Facebook misalnya, pasti pilih ponsel,” katanya. (muhammad.sufyan@bisnis.co.id)

0 komentar: