01 September 2009 Dari Simpanse hingga Bispak

Koran Jakarta – Persaingan ketat di industri telekomunikasi tidak hanya terkait masalah skema penarifan atau jasa yang ditawarkan. Sisi pencitraan melalui komunikasi pemasaran juga tak kalah seru.

Banyak cara dilakukan operator untuk menarik perhatian calon pelanggannya agar melirik produk yang ditawarkan. Mulai dari cara komunikasi biasa hingga menyerang lawan secara frontal.

Tahun lalu, jagat telekomunikasi dihebohkan dengan penggunaan simpanse dan tema kawin dengan kambing oleh Excelcomindo (XL) untuk mengomunikasikan tarif murah yang dimilikinya.

Banyak pihak mencaci iklan yang ditayangkan XL. Bahkan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengimbau operator tersebut menghentikan penayangan iklan karena tidak mendidik dan seirama dengan napas industri telekomunikasi yang mengedepankan intelektualitas.

Tidak berhenti sampai di situ, tahun ini, BRTI diperkirakan akan mengeluarkan imbauan serupa. Namun korbannya adalah Bakrie Telecom dengan penggunaan kata bispak.

Di masyarakat, bispak identik dengan istilah prostitusi jalanan. Istilah tersebut berawal dari idiom kalangan anak muda untuk wanita yang bisa dipakai (bispak). Sedangkan bagi Bakrie Telecom, bispak dijadikan slogan pemasaran yang bermakna “Bisa Pakai Tarif Mana Pun”.
“Persaingan bolah saja keras, tetapi etika harus dijaga,” kata Ketua BRTI/PLT Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar, Senin (31/8).

Anggota Komite BRTI Heru Sutadi menjanjikan, masalah slogan Bakrie Telecom akan dibahas dalam pleno mingguan BRTI pada minggu ini.

“Kami memperlakukan semua operator sama. Jika slogan tersebut meresahkan masyarakat, tentu akan diminta untuk dicabut,” kata dia.

Langkah Bakrie Telecom menggunakan slogan tersebut saat bulan Ramadan juga disayangkan. Apalagi dikhawatirkan para pesaing Bakrie akan membalas dengan slogan yang nyaris sama.

Direktur Kibijakan dan Perlindungan Konsumen Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala mengatakan jika Bakrie Telecom bersikeras menggunakan istilah yang berkonotasi negatif tersebut, sama saja perusahaan tersebut ingin mengindentikkan pelanggannya dengan pekerjaan “tertua” yang ada di dunia.

“Komunikasi iklan selalu identik dengan pelanggan. Sebaiknya punggawa Bakrie Telecom mempertimbangkan hal itu sebelum memutuskan membuat suatu slogan," kata dia.

Praktisi telematika, Ventura Elisawati, menilai langkah yang dilakukan Bakrie Telecom seperti merendahkan nilai dari industri. Padahal telekomunikasi merupakan industri strategis dan menjadi salah satu indikator pertumbuhan ekonomi negara.

Ventura mengkhawatirkan, jika para pemain di industri telekomunikasi saling “berkompetisi” dengan cara yang kurang mendidik dan tidak saling menghargai, industri lain tidak akan menghargainya.

Praktisi telematika lainnya, Bayu Sumodiyo, juga menganggap komunikasi pemasaran dari Bakrie Telecom cenderung kasar karena menjelekkan pesaingnya.

“Kenapa dipakai istilah Basmi atau Kartu Asal? Itu kan saling menjelekkan. Tidak sehebat bagi industri,” ungkap dia.

Bergantung Kreativitas
Aksi komunikasi pemasaran bagi operator, seperti yang dilakukan Bakrie Telecom, dianggap berasal dari krativitas. Semuanya bergantung pada kreativitas bagian pemasaran mengemas komunikasinya.

“Semuanya bertujuan untuk menarik pelanggan ke produk yang ditawarkan. Ada baiknya semua diserahkan ke pelanggan karena mereka yang menentukan,” kata VP Marketing Communication XL Turina Farouk.

Chief of Sales Indosat Syakieb Sungkar menilai komunikasi pemasaran yang ditawarkan Bakrie Telecom seperti sosok yang tidak memiliki kepribadian karena pelanggan diminta mencoba tarif dari pesaing.

“Bagi saya aneh saja. Apa tidak percaya diri dengan tarif sendiri sehingga meminta pelanggan mencoba tarif operator lain?” katanya.

Namun, bagi Wakil Direktur Bidang Pemasaran Bakrie Telecom Erik Meijer, kata Bispak dipakai untuk menunjukkan tarif Esia bisa digunakan untuk jasa operator seluler masa saja. “Istilah itu paling pas menurut internal kami. Jika ada yang berpikir kata itu identik dengan istilah tidak mengenakkan, itu tergantung masing-masing individu.” ■ dni/E-2

0 komentar: