08 September 2009 Direct Vision lolos dari pailit

Perusahaan belum barada dalam keadaan insolvensi

Oleh Elvani Harifaningsih
Bisnis Indonesia

Jakarta: Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan pailit yang diajukan terhadap PT Direct Vision oleh tiga perusahaan yang mengkalim sebagai kreditur perusahaan itu.

Hal itu diungkapkan oleh ketua majelis hakim Reno Listowo dalam sidang pembacaan putusan perkara permohonan pailit yang diajukan PT Mitracomm Ekasarana, PT Jaring Synergi Mandiri, dan PT Masdi Kerta Putra, terhadap PT Direct Vision, kamarin.

Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menyebutkan PT Direct Vision selaku termohon memang membenarkan adanya hubungan bisnis berdasarkan kerja sama dengan ketiga para pemohon.

Akan tetapi, menurut dalil termohon yang dimasukkan dalam pertimbangan hukum majelis hakim, utang kepada para pemohon dinilai belum jatuh tempo karena jumlah tagihan dianggap masih bersifat sementara dan memerlukan klarifikasi lebih lanjut.

Sementara, lanjut majelis hakim, dalam permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh ketiga pemohon, ada tagihan-tagihan baru yang ditambahkan, sehingga dengan demikian utang dianggap belum jatuh tempo.

Di bagain lain, mejelis hakim juga menerima dalil termohon yang menyatakan perusahaan itu balum berada dalam keadaan insolvensi (dalam keadaan tidak mampu membayar), sehingga tidaklah memenuhi asas keadilan jika dimohonkan pailit.

Kendati saat ini kegiatan operasional PT Direct Vision berhenti, menurut majelis hakim, penghentian tersebut hanya bersifat sementara karena masih adanya sengketa antara para pemegang saham perusahaan itu.

Apalagi, sambung majelis hakim, perusahaan yang sudah berhenti beroperasi sejak 20 Oktober 2008 tersebut masih mampu membayar gaji karyawannya, meskipun saat ini berhenti beroperasi untuk sementara waktu.

Kuasa hukum para pemohon pailit, Mappajanci Ridwan Saleh, mempertanyakan putusan dan pertimbangan hukum majelis hakim tersebut. Majelis hakim, menurutnya, memasukkan dalam pertimbangan hukum mengenai kemampuan termohon yang masih membayar gaji keryawannya kendati saat ini tengah berhenti beroperasi.

Padahal, klaimnya, termohon tidak menyerahkan bukti-bukti terkait dengan pembayaran gaji karyawan pada saat proses pemeriksaan perkara berlangsung di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Terkait dengan jumlah tagihan, dia mengklaim nilainya sudah final, karena kedua pihak, pemohon dan termohon, sudah membuat kesepatakan terlebih dahulu sebelum dibuatkannya invoice tagihan.

Pikir-pikir kasasi
Kendati demikian, dia belum bisa memastikan apakah akan menempuh upaya hukum kasasi atau tidak. “Kami masih 3P, yaitu pikir, pikir, dan pikir,” ujarnya, seusai sidang pembacaan putusan, kemarin.

Di lain pihak, kuasa hukum termohon pailit, Abimanyu K. Wenas, berpendapat putusan majelis hakim sudah sesuai dengan fakta-fakta dan bukti-bukti yang diajukan oleh pihaknya di persidangan.

Sebelumnya, ketiga pemohon pailit mengklaim termohon, PT Direct Vision, mempunyai dua atau lebih kreditur, di mana minimal satu kewajiban utangnya dapat ditagih dan telah jatuh tempo.

Hingga 27 Novemver 2008, menurut pemohon, PT Direct Vision mempunyai kewajiban yang nilainya sekitar Rp1,43 miliar kepada PT Mitracomm, yang timbul sebagai kewajiban atas pelayanan call center.

Perusahaan itu disebutkan mempunyai utang lain senilai Rp1,610 miliar kepada PT Jaring Synergi, yang timbul sebagai biaya jasa layanan data entry dan jasa layanan customer loyalty center.kepada PT Masdi Kerta Purta sekitar Rp755,719 juta, yang timbul sebagai akibat pelayanan jasa pengiriman dokumen, berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Pengiriman Dokumen antara kedua pihak tertanggal 18 Juni 2007.

Di bagian lain, kuasa hukum para pemohon dalam permohonan pernyataan pailitnya juga menyertakan mengenai kondisi terakhir PT Direct Vision tersebut, yakni terkait dengan sengketa bisnis secara internal yang dialami perusahaan itu.

Perusahaan yang dimaksud para pemohon adalah sengketa dengan Astro All Asia Network Plc, yang berujung pada pemutusan penghentian dukuangan dan layanan dari Astro Malaysia terhadap perusahaan itu.

Akibat sengketa itu, menurut para pemohon, nasib 311 karyawan tetap dan, 1.300 karyawan outsourcing, dan 4.000 karyawan tidak tetap lainnya menggantung karena hingga 28 Oktober 2008 perusahaan itu belum memutuskan apakah memberhentikan karyawannya atau tidak. (elvani@bisnis.co.id)

0 komentar: