20 Oktober 2009 Depkominfo Ingin Terapkan BHP Berdasarkan Pita Frekuensi

Operator Kecil Minta Transisi 10 Tahun

Oleh Rizagana dan Imam Suhartadi

Jakarta, Investor Daily (19/10/2009) – Depkominfo berniat mengubah penetapan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi bagi operator seluler dan fixed wireless access (FWA) dari pola Izin Stasiun Radio (ISR) menjadi lebar pita frekuensi (Pita). Namun, operator kecil minta masa transisi 10 tahun.

Demikian dikatakan Kepala pusat Informasi dan Humas Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkomiinfo) Gatot S Dewa Broto dalam siaran pers di Jakarta, Minggu (18/10).

Oleh karena itu, lanjut Gatot, Depkominfo mengundang masyarakat mendiskusikan White Paper mengenai penerapan BHP Pita itu. White Paper ini merupakan draf kebijakan pemerintah untuk diterapkan di kemudian hari.

“Penyesuaian BHP ISR menjadi BHP Pita yang diatur dalam White Paper ini ditujukan bagi para penyelenggara telekomunikasi bergerak seluler pada frekuensi 850/900/1800 MHz dan FWA 850 MHz, kecuali penyelenggara bergerak seluler dengan alokasi pita frekuensi 450 MHz,” kata Gatot.

Dengan demikian, kebijakan baru itu akan mengena pada hampir seluruh operator telekomunikasi, kecuali PT Sampoerna Telecom yang beroperasi pada frekuensi 450 MHz. Sedangkan operator GSM (PT Telkomsel, PT Indosat, PT Excelcomindo Pratama, PT Natrindo Telepon Seluler, dan PT Hutchison CP Telecom) mendapat jatah frekuensi pada 900 MHz – 1800 MHz, operator CDMA (PT Mobile-8 Telecom, dan PT Smart Telecom) menadapat jatah pada frekuensi 800 MHz, dan FWA (Telkom Flexi, Indosat-StarOne dan Bakrie Telecom) pada frekuensi 850 MHz.

Depkominfo, kata Gatot, juga berharap melalui White Paper ini, pengguna spektrum frekuensi dapat lebih efektif dan efisien, sehingga mendorong percepatan dan pemerataan pembangunan. Kebijkan baru ini juga diharapkan menghasilkan formula tarif BHP yang sederhana, netral terdahap perubahan dan penerapan teknologi pada pita yang sama serta tidak memerlukan pengawasan dan pengendalian yang kompleks.

“Ujung-ujungnya White Paper ini mengoptimalkan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) bagi penggunaan spektruk frekuensi eksklusif, seperti penggunaan frekuensi oleh operator.

Transisi 10 Tahun
Presdir PT Mobile-8 Telecom Merza Fachys mengatakan, masalah ini sebenarnya sudah dibahas sejak lama antara regulator (Depkominfo dan BRTI) dan operator telekomunikasi. Yakni, ketika ia masih menjadi ketua umum Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI).

“Waktu itu, operator setuju dengan kebijakan itu (BHP Pita), asal ada masa transisi selama 10 tahun,” kata Merza.

Masa transisi itu, lanjut Merza, untuk memberi kesempatan kepada operator yang kecil-kecil (di luar Telkomsel, Indosat dan XL) untuk tumbuh. Penetapan BHP Pita bukan didasarkan pada jumlah BTS yang dibangun, tapi berdasarkan lebar pita yang diberikan pemerintah.

Nah, kalau operator besar (seperti Telkomsel, Indosat dan XL) mendapat jatah frekuensi yang sama dengan operator kecil (seperti Hutchison, Bakrie Telecom, Smart Telecom atau Mobile-8), misalnya, sama-sama 20 MHz. Lalu, BHP yang dibebankan sama besar, ini jelas tidak fair buat operator kecil. Operator kecil bisa nangis dibuatnya,” kata Merza.

Oleh karena itu, lanjut Merza, operator yang kecil-kecil itu mengajukan syarat berupa masa transisi itu. “Masa transisi itu bukan berarti, kebijakan itu diberlakukan 10 tahun lagi. Kebijakan itu bisa saja langsung diberlakukan sekarang, tapi pada tahun pertama operator besar dibebankan BHP, misalnya Rp1.000 per MHz dan operator kecil Rp100. hanya saja, BHP operator kecil itu tiap tahun naik 100 sehingga pada 10 tahun mendatang sama-sama Rp1.000 per MHz,” kata Merza.

Sementara itu, Sekjen ATSI Dian Siswarini, yang juga Direktur Jaringan PT Excelcomindo Pratama mendukung ajakan Depkominfo untuk membahas White Paper tentang penetapan BHP frekuensi itu. “Penetapan BHP pola Pita ini lebih baik ketimbang pola ISR yang kini diberlakukan. Perhitungan BHP pola Pita ini juga lebih mudah, karena tak perlu menghitung berapa BTS yang dibangun,” kata dia.

Penetapan BHP pola ISR itu, kata Dian, rumit, karena setiap operator menambah BTS, beban BHP juga bertambah, kecuali BTS yang tidak berijin. “Sedangkan BHP pola Pita itu kami bayar BHP berdasarkan pita frekuensi. Makin efisiensi menggunakan pita, makin murah bayar BHP-nya,” kata Dian.

Oleh karena itu, lanjut Dian, bila pemerintah jadi menetapkan BHP frekuensi berdasarkan Pita ini, seluruh operator, baik GSM maupun CDMA akan mendukung kebijakan ini. “Saya yakin, seluruh anggota ATSI akan mendukung pembahasan BHP Pita ini,” kata dia.

0 komentar: