07 Oktober 2009 ‘Industri satelit berisiko tinggi’

Filing hanya untuk perusahaan lokal

Oleh Fita Indah Maulani
Bisnis Indonesia

Jakarta (06/10/2009) : Asosiasi satelit Indonesia (Assi) menilai pola kemitraan dalam pengelolaan satelit adalah wajar karena besarnya risiko dalam pelaksanaannya.

“Tidak mengherankan jika banyak pelaku bisnis yang ingin membaginya dengan berbagai pola kemitraan, apalagi jika hal tersebut menguntungkan usahanya,” ujar Tonda Priyanto, Ketua Assi kepada Bisnis, kemarin.

Hal tersebut diungkapkan menyusul rencana pemerintah mengeluarkan aturan baru mengenai satelit yang merupakan revisi Permenkominfo No.37/2006 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang Menggunakan Satelit, sebelum akhir tahun ini.

Tonda menuturkan apa pun revisi aturan nantinya harus memberikan kebaikan bagi semua pihak, pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat. Assi menilai biaya investasi satelit yang sangat mahal pada awal dengan risiko tinggi harus dipahami semua pihak.

“Bagaimanapun, satelit bersifat strategis nasional bagi negara-negara Asia sehingga menjadi sesuatu yang strategis. Vietnam saja kini agresif dengan merencanakan peluncuran satelit kedua mereka,” ujarnya.

Assi sendiri mengaku belum mengetahui adanya rencana revisi kembali aturan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi yang menggunakan satelit.

Plt (pelaksana tugas) Dirjen Pos dan Telekomunikasi Basuki Yusuf Iskandar mengatakan pihaknya sudah menyelesaikan seluruh poin yang diperbaiki, salah satunya mengenai badan hukum pengguna filing satelit Indonesia. “Aturan baru akan kami keluarkan setelah bulan ini,” ujarnya.

Pemerintah akan mewajibkan pengguna filing satelit Indonesia harus merupakan perusahaan berbadan usaha dalam negeri, sehingga bisa dikenai kewajiban pungutan USO (universal service obligation) dan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi.

Slot orbit adalah sumber daya terbatas yang dimiliki secara bersama oleh seluruh negera. Yang dimiliki negara adalah filing satelit, di mana pada satu slot orbit dimungkinkan mendaftarkan beberapa filing satelit dari beberapa negara.

Filing satelit sendiri diwujudkan pada satu fisik satelit yang didaftarkan ke ITU agar tidak terjadi interferensi.

Selama pemrosesan, pemilik filing diwajibkan melakukan koordinasi dengan pemilik filing lain, baik dalam satu negara atau negara lain agar nantinya tidak terjadi interferensi yang kemudian hasil koordinasi tersebut dilaporkan kepada ITU.

Mencegah asing
Pemerintah merevisi kembali beberapa pasal dalam Permenkominfo No.37/2006 untuk mencegah kepemilikan dan pengelolaan satelit di tangan asing.

Basuki mengatakan bisnis model sekarang berubah, perusahaan bisa berinvestasi yang kemudian nilainya menjadi biaya sewa jangka panjang kepada pengelola satelit, sehingga perusahaan yang dikatakan sebagai pengelola sebetulnya pemilik.

Model bisnis seperti itu, lanjutnya, akan berbahaya bagi Indonesia karena filing satelit yang dimiliki berpotensi hilang.

Sebagai gambaran, ada perusahaan Indonesia berinvestasi dan mengatakan satelit ini miliknya yang dikelola oleh perusahaan asing, tetapi ternyata biaya investasi tersebut merupakan saham yang terdilusi menjadi biaya sewa.

Masalah seperti ini kini muncul ketika Protostar Ltd dinyatakan bangkrut dan menjual seluruh asetnya kepada pihak ketiga beberapa waktu lalu. (fita.indah@bisnis.co.id)

0 komentar: