20 Oktober 2009 Mengintip superportal pertama di Indonesia

Oleh Fita Indah Maulani
Bisnis Indonesia

PT Telekomuniaksi Indonesia Tbk (Telkom) akhir pekan lalu merilis perubahan identitas korporasi yang menandakan dimulainya transformasi bisnis perusahaan. Di balik logo barunya tersebut, Telkom mengembangkan misi bisnis baru, yaitu menguasai industri new wave atau gelombang baru.

Pengertian gelombang baru adalah bisnis baru di industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK) atau telematika yang tidak hanya mengandalkan sektor telekomunikasi tetapi beralih kepada konten, portal, media, dan solusi teknolgi informasi. Infrastruktur telekomunikasi dijadikan sebagai tulang punggungnya.

Sebagai perusahaan telekomunikasi dan informasi terbesar di Indonesia, Telkom sebelumnya telah tiga kali melakukan transformasi. Namun, baru kali ini perusahaan ini akhirnya berani melakukan perubahan arah bisnisnya.

Telkom berambisi menjadi satu-satunya perusahaan telecommunication, information, media, dan edutainment (TIME) di Indonesia. Ambisinya, meningkatkan kontribusi pendapatan non telekomunikasi menjadi 60% dari posisi sekarang baru 20%.

“Selama ini kontributor terbesar pendapatan masih berasal dari sektor telekomunikasi sebesar 60%,” ujar Direktur Utama PT Telkom Tbk, Rinaldi Firmansyah pekan lalu.

Kebijakan ini dilandasi perubahan nilai pada bisnis telekomunikasi. Infrastruktur dahulu memegang peranan penting, disusul portal dan konten. Sekarang terjadi sebaliknya, konten memiliki nilai jauh lebih besar.

Di dunia, tiga besar perusahaan konten dengan total pendapatan US$35 miliar memiliki nilai pasar hingga US$264,3 miliar atau sekitar 7,8 kali lipat, sementara itu tiga besar perusahaan telekomunikasi dengan total pendapatan US$282,5 miliar hanya memiliki nilai pasar sebesar US$250,1 miliar atau kurang dari satu kali lipat.

Superportal
Guna melengkapi portofolio sebagai perusahaan TIME, Telkom pun berencana membangun superportal pertama di Indonesia dalam waktu dekat.

“Kami sudah memulainya dengan Metranet yang akan segera merilis plasa.com sebentar lagi,” ujar Direktur Enterprise & Whole Sale Telkom Arif Yahya.

Seluruh langkah perusahaan disinergikan ke arah superportal. Rencana menjual dua anak perusahaan serta mendirikan atau mengakuisisi dua perusahaan lainnya termasuk bagian dari pendirian portal ini.

Anak usaha yang mungkin akan dilepas oleh Telkom adalah Patrakom dan CSM (PT Citra Sari makmur). Adapun, dua perusahaan tengah dibidik, yaitu satu perusahaan konten dan satu perusahaan di bidang edutainment.

“Ada tiga strategi yang dilakukan, yaitu injeksi dana, akuisisi, atau beraliansi dengan perusahaan eksisting yang telah lama bermain di media dan edutainment. Kami sekarang bekerjsa sama dengan Bubu.com,” tambah Rinaldi.

Telkom juga membeli Infomedia Nusantara dengan produknya Yellow Pages yang diyakini sebagai cikal bakal bisnis konten pada masa mendatang.

Melihat beberapa perusahaan yang telah dibeli maupun diajak bekerja sama, superportal Telkom ini bergerak ke arah bisnis e-commerce. Besar kemungkinan portal tersebut menyerupai Amazon.com atau Ebay.com.

Shinta W. Dhanuwardoyo, pendiri Bubu.com, mitra bisnis portal Telkom, sekaligus CEO PT Metranet, menambahkan portal ini tidak sekadar sebagai media pasar tetapi juga sebagai penyedia infrastruktur bagi usaha mikro kecil menengah.

“Tujuannya menumbuhkan enterpreneurship,” ujarnya.

Berdirinya portal ini dianggap sebagai pendorong bagi perusahaan konten lokal untuk meningkatkan kreasinya, apalagi jumlah konten lokal saat ini jauh sangat kurang dibandingkan dengan konten asing.

Masuknya Telkom diharapkan lebih menyehatkan bisnis media dan edutainment. Apalagi perusahaan pelat merah ini sudah siap secara infrastruktur, mulai dari kekuatan bandwidth, hingga jaringan pendukung transaksi.

Superportal ini dipastikan bisa berjalan dengan normal mulai tahun depan, dikelola oleh sebuah perusahaan baru – anak perusahaan dari Telkom. Shinta menegaskan Metranet bukan menjadi satu dengan Bubu.com.

Dari riset pasar sejauh ini, pasar e-commerce di Indonesia cukup banyak menyerap produk fashion dan kerajian tangan. Konsumen sendiri masih melihat merek dan hanya mau belanja dari portal terpercaya.

Sayangnya, masih ada kekhawatiran langkah Telkom ini diambil terlalu awal karena jumlah masyarakat melek Internet di Indonesia baru di kota besar saja. Hal ini memicu lamanya biaya investasi dan edukasi tanpa pemasukan yang sepadan.

Di lain pihak, Telkom terlihat berniat memanfaatkan momentum berjalannya program Desa Pinter yang direncanakan pemerintah bisa berjalan mulai tahun depan. Perusahaan ini sendiri sudah mempersiapkan masa edukasi sekitar 3 hingga 5 tahun.
(fita.indah@bisnis.co.id)

0 komentar: