08 Desember 2009 Aksi Korporasi XL Axiata

Buyback Obligasi EXCL Tak Terkait Aturan Pajak

Jakarta, Kontan (07/12/2009) – PT XL Axiata Tbk (EXCL) membantah kabar bahwa aksi pembelian kembali atau buyback obligasi mereka untuk mengantisipasi peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 62/PJ/2009. Beleid ini memaksa emiten yang menerbitkan obligasi global di luar negeri menggunakan special purpose vehicle (SPV), memungut pajak bunga obligasi sebesar 20%.

Nah, investor obligasi global terbitan perusahaan telekomunikasi yang sebelumnya bernama PT Excelcomindo Pratama Tbk ini sejak awal telah terkena pajak 20%. Pasalnya, para pemegang obligasi EXCL tidak bisa terindentifikasi keberadaannya.

Senior Vice President Corporate Finance and Treasury EXCL Johnson Chan menjelaskan, obligasi XL yang tercatat di Bursa Efek Singapura semenjak 18 Januari 2006 memang sempat hanya kena pajak bunga 10%. “Tapi sejak dua tahun lalu, kami membayar pajak 20%,” ujarnya kepada KONTAN, akhir pekan lalu.

Semula, XL sempat keberatan dan meminta banding ke Pengadilan Pajak. Namun, hitungan yang dilakukan Dirjen Pajak dengan akuntan XL berbeda. Akibatnya, obligasi senilai US$250 juta ini tetap harus terkena pajak bunga obligasi sebesar 20%.

Karena merasa keberatan, EXCL memiliki membeli kembali seluruh obligasinya tersebut. “Sejak lama, kami memang mempunyai rencana buyback. Hanya karena keterbatasan dana, kami membelinya secara bertahap,” ungkap Johnson.

Aksi pembelian obligasi pertama telah mereka lakukan pada 30 Juni 2008. Kala itu, XL membeli US$122,29 juta. Buyback kedua pada 20 April 2009 senilai US$3,63 juta. Selanjutnya, pada 1 Desember 2009, XL membeli kembali obligasi senilai US$64,63 juta. Hasilnya, obligasi XL yang tersisa di pasar hanya US$54,43 juta. “Kami tidak tahu apakah akan membelinya lagi,” kata Johnson.

Dia menjelaskan, selama ini, XL mengandalkan kas internal untuk melancarkan aksi buyback. Maklum, per 30 September 2009, kas internal EXCL mencapai Rp1,58 triliun.

Selanjutnya, EXCL berencana mengurangi surat utang berbentuk dollar AS. “Tahun depan, kami memproyeksikan, bisa mengubah proporsi utang dollar AS dari 50% menjadi 35%,” imbuhnya. Avanty Nurdiana

0 komentar: