10 Juli 2009 Gugatan IMOCA Masuk Tahapan Mediasi

Content Provider Tolak Pungutan BHP dan USO

Rakyat Merdeka – Di tengah perseteruan antara Asosiasi penyedia konten IMOCA (Indonesia Mobile & Online Content Association) dan Depkominfo Cs terkait gugatan pungutan Biaya Hak Pengguna (BHP) telekomunikasi dan Universal Service Obligation (USO), dua penyelenggara komunikasi (content provider) berbalik arah menarik gugatan.

“Memang semula 15 perusahaan yang menggugat. Tapi dua perusahaan, yakni Monstermob dan I-Pop Indonesia tiba-tiba mundur. Karena ada perjanjian dengan investor, mereka tidak akan berurusan dengan perkara hukum dalam waktu tertentu,” kata kuasa hukum IMOCA Andreas Tri Suwito Adi usai sidang perdana gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, baru-baru ini.

Namun, walaupun menarik surat kuasa, Andreas meyakinkan, keduanya (MonsterMob dan iMob-red) tetap mendukung gugatan yang diajukan oleh asosiasi.

Seperti diberitakan, sebelumnya IMOCA menggugat Menkominfo Mohammad Nuh, Anggota BRTI Heru Sutadi serta tergugat Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar senilai Rp 2 triliun.

Gugatan diajukan, terkait pungutan Universal Service obligation (USO) dan Biaya Hak Penggunaan (BHP) pada penyelenggara jasa telekomunikasi yang dituangkan dalam Permenkominfo Nomor 1 tahun 2009. perusahaan yang menggugat, antara lain, Kompas Cybermedia, Agranet Multicitra Siberkom, Triyakom, Bolehnet, Mocoplus Technology, Arto Selaras Mandiri, Nexnation Prisma, Alpha Omega Wahana Nusantara, Ovis Sensave, Asia Perkasa Raya, Cometa Mobile, Antarmitra Perkasa.

Sidang yang dilayangkan IMOCA terhadap regulator ini sudah memasuki sidang perdana. Kedua pihak, penggugat dan tergugat, saat ini diberi waktu mempersiapkan mediator menapaki jalan mediasi.

Namun proses mediasi terganjal tarik ulur pemilihan mediator. Pihak penggugat diwakili Andreas Tri Suwito Adi, mengajukan nama Safitri Hariani sebagai mediator.

Di lain pihak, Ketua Majelis Hakim pengganti Makassau menyarankan menggunakan mediator gratis yang disediakan PN Jakarta Pusat. Hal ini didukung pihak tergugat yang diwakili Kabag Hukum Ditjen Postel I Ketut Prihadi selaku penerima kuasa.”

Pilihan mediator dari pengadilan itu biar lebih terjamin independensinya,” kata Ketut.

Namun, kuasa hukum IMOCA Andreas mengaku khawatir mediator gratis pengadilan tidak menguasai masalah telekomunikasi. “Takutnya mereka hanya menguasai masalah formal, bukan yang menguasai spesifik soal telekomunikasi,” ujarnya.

Sekedar catatan, kasus ini menguak karena IMOCA merasa keberatan dengan tarikan BHP telekomunikasi serta pungutan USO pada penyelenggara jasa telekomunikasi yang dituangkan Permenkominfo No. 1 tahun 2009.

Dalam aturan itu, terjadi perbedaan pendapat regulator dengan Content Provider (CP), dimana regulator menganggap CP sebagai penyelenggara telekomunikasi, sehingga harus menerima pungutan BHP sebesar 0,5 persen dan USO 1,25 persen dari pendapatan kotor mereka per tahun.

Sebaliknya, pihak IMOCA menolak jika CP dianggap sebagai penyelenggara telekomunikasi, karena merasa tidak berhubungan dengan user dan hanya mendapat short code. ■ DWI

0 komentar: