Tampilkan postingan dengan label Content. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Content. Tampilkan semua postingan

09 Desember 2009 ‘RBT selamatkan industri rekaman’

Bundling musik tekan pembajakan lagu

Oleh Muhammad Sufyan
Bisnis Indonesia

Bandung (08/12/2009): Bisnis nada sambung pribadi (ring back tone/RBT) dianggap telah menyelamatkan industri rekaman, sehingga mendorong terciptanya kerja sama lebih intensif dengan operaor seluler.

Yusak, Ketua Asosiasi Rekaman Indonesia (Asiri), memprediksikan 20% dari total pelanggan seluler di Indonesia sebanyak 170 juta nomor, telah menggunakan RBT di ponselnya.

Dari jumlah tersebut, katanya, yang terus aktif berlangganan setiap bulannya mencapai sekitar 2 juta nomor per operator, dengan konsumen terbesar berasal dari generasi muda.

“Pada periode 2002 sampai 2009, aktivasinya tumbuh terus setiap tahun. Khususnya pada 2007 dan 2008, Ini penghasilan tambahan bagi label, sekaligus yang menyelamatkan di tengah maraknya pembajakan,” katanya kemarin.

Dia menilai skema pembagian keuntungan (revenue sharing) antara perusahaan rekaman dan operator seluler relatif adil, transparan, dan saling menguntungkan dengan skema standar 50:50.

Menurut dia, selain manfaat material, layanan nada sambung juga bermanfaat dalam jangka panjang yaitu menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat Indonesia agar kembali membeli lagu secara legal.

“Apalagi, tarifnya pun makin kompetitif dengan benefit makin tinggi. Dengan Rp1.000 per hari, bisa unduh 30 lagu, misalnya. Kami coba ciptakan pasar beli lagu legal yang besar, karenanya masyarakat dimudahkan,” katanya.

Download lagu
Erik Meijer, Wakil Direktur Utama PT Bakrie Telecom Tbk, melihat hampir 90% pembelian lagu di dalam negeri melalui jalur pembajakan. “Hanya 10% yang orisinal.”

Di sisi lain, sambungnya kontribusi pendapatan dari divisi value added service (VAS/layanan nilai tambah), yang menaungi layanan musik dalam beberapa tahun ini berkisar 4%-5%, sering dengan tren penggunaan konten di ponsel.

Oleh karena itu, Esia sebagai merek dalam Bakrie Telecom, bertekad ikut membesarkan bisnis musik legal dengan merilis layanan unduh lagu penuh bertarif terjangkau serta merilis tiga seri bundling musik.

Dengan menggandeng vendor utamanya, Huawei, paket ponsel tersebut bernama Hape Esia Idolaku, Hape Esia Musicbox serta Hape Esia Musicbox 2.0. Esia juga menawarkan layanan tarif langganan Rp1.000 per hari untuk unduh 30 lagu.

Operator ini menggandeng pula empat label rekaman ternama di dalam negeri yakni Sony Music Entertainment Indonesia, serta Warner Music Indonesia.

“Selain menggarap pasar, kami juga ingin beri pemahaman, buat apa beli bajakan kalau harganya sudah murah dan tidak perlu repot ke toko kaset untuk mendapatkan lagu favoritsnya. Cukup download di Hape Esia Musik, ada jutaan lagu di dalamnya.”

Erik melanjutkan dengan tarif tersebut, pihaknya tidak mengenakan biaya akses data saat mengunduh lagu. Hal ini berlainan dengan operator lain yang dianggapnya sudah mengenakan tarif Rp1000 untuk biaya akses datanya.

“Pikiran kami serupa dengan Asiri. Yakni ingin membudayakan masyarakat membeli atau unduh musik resmi, bukan beli bajakan. Masalah keuntungan, kami kesampingkan terlebih dulu,” ungkapnya. (muhammad.sufyan@bisnis.co.id)

Read more.....

26 November 2009 Aplikasi lokal butuh inkubator

Hanya 10% peserta inkubator berhasil

Oleh Roni Yunianto
Bisnis Indonesia

Jakarta (23/11/2009): Aplikasi lokal dinilai sudah siap bersaing dalam mutu dan inovasi hanya sayangnya mereka masih mengalami hambatan ke pasar, sehingga dibutuhkan inkobator untuk memperkuat posisi tawar mereka.

Suhono Harso Supangkat, Guru Besar Teknologi Informasi Institut Teknologi Bandung (ITB), berpendapat karya pengembang lokal sudah inovatif, tetapi masih membutuhkan sentuhan untuk dapat bersaing di pasar.

“Ide-idenya sudah inovatif, namun karena dibuat masih berbentuk prototipe, sehingga masih perlu di-tune atau dikustomisasi agar memiliki nilai jual,” ujarnya kepada Bisnis pekan lalu.

Menurut Suhono, pengembang tersebut masih membutuhkan peran inkubator untuk dapat sampai ke pasar yang menggabungkan kekuatan teknologi, pasar, dan konsep.

“Ini pun bukan jaminan, karena biasanya tidak semua yang bekerja sama dengan inkubator mulus ke pasar, umumnya yang berhasil [ke pasar] hanya 10%,” paparnya.

Menurut Suhono, tingkat keberhasilan itu berdasarkan pengalaman yang berlaku umum termasuk di dunia internasional. Namun demikian, hal itu sangat bergantung pada banyak faktor termasuk penerimaan pasar.

Dia mengatakan banyak pengembang mulai menjalin kerja sama denga pusat inkubator. “Inkubator ITB sendiri sudah menangani 20 tenant,” ujarnya.

Guntur S. Siboro, Chief Marketing Officer PT Indosat Tbk, menuturkan Indonesia memiliki sumber daya manusia yang andal dalam menghasilakn karya aplikas software untuk telekomunikasi nirkabel atau konten digital seluler yang inovatif dan bermutu.

“Sangat inovatif, sayangnya pengembang karya-karya inovatif [sering kali] tidak mengetahui bagaimana meluncurkannya secara komersial ke pasar,” ujarnya baru-baru ini.

Kekuatan inovator lokal tersebut tersermin dari pelaksanaan kontes aplikasi di ajang Indosat Wireless Innovation Contest (IWIC) 2009.

Buka jaringan aliansi
Menurut Guntur, ajang IWIC 2009 menyediakan wadah sekaligus memberikan apresiasi dan mempromosikannya ke dunia internasional melalui jaringan aliansi seluler terbesar Asia, yaitu Conexus Mobile Alliance.

“Di Alainsi ini kami terlibat dalam pengembangan layanan mobile maupun peningkatan kerja sama jelajah internasional,” ujarnya.

Dalam IWIC 2009, bentuk dukungan Indosat selain member hadiah total ratusan juta rupiah juga diwujudkan dengan penyediaan dana riset Rp500 juta kepada pemenang penelitian dan pengembangan (litbang) teknologi nirkabel.

Suhono yang juga menjadi anggota dewan juri IWIC 2009 menilai karya inovasi peserta menunjukkan peningkatan mutu yaitu aplikasi memungkinkan sistem dapat bekerja lebih baik dan lebih detail.

IWIC 2009 menjaring 300 karya dimana 21 karya finalis menjadi pemenang dalam dua kategori yaitu kategori aplikasi bergerak nirkabel dan kategori litbang untuk teknologi nirkabel serta empat subkategori yang meliputi business & comerce, social networking, learning & education serta aplikasi berbasis Android.

Pemenang IWIC kali ini di antaranya diraih Sandy Marly Colondam dari Jakarta dengan aplikasi Cell Id Getter, yaitu fitur antarmuka protokol aplikasi yang menambahkan fitur layanan berbasis lokasi ke semua mobile web dengan integrasi yang mudah. Misalnya pengguna dapat mengetahui stasiun bus terdekat tanpa menggunakan peranti global positioning system. (roni.yunianto@bisnis.co.id)

Read more.....

23 November 2009 Omzet konten seluler diprediksi naik 2 kali lipat

Oleh Muhammad Sufyan
Bisnis Indonesia

Bandung (20/11/2009): Potensi pendapatan dari bisnis konten seluler pada 2010 diperkirakan mencapai sedikitnya Rp7 miliar atau naik dua kali lipat dari saat ini.

Ramon Bangun, Direktur Industri Telematika Dirjen Industri Alat Transportasi dan Telematika Departemen Perindustrian, mengungkapkan peningkatan pendapatan terjadi seiring dengan peningkatan kebutuhan atas fitur seluler yang lebih beragam.

Menurut dia, setelah penetrasi dan teledensitas ponsel meluas dengan layanan dasar berbasis suara dan SMS, kebutuhan selanjutnya akan meningkat ke konten aplikasi.

“Peluang bisnis konten sangat menjanjikan. Kami perkirakan nilai bisnisnya melonjak hingga 100% pada tahun depan menjadi Rp7 miliar,” katanya dalam seminar bertema Industri Konten: Tren dan Perkembangannya di PT Inti Bandung, Rabu lalu.

Selain pasarnya sudah terbentuk, menurutnya, implementasi bisnis konten semakin beragam, mulai dari game, animasi, musik online, kuis, trivia kuis, konten personal, dan seterusnya.

Namun, sambung Ramon, sebagai sebuah industri baru, kreator konten dituntut kreatif agar ciptaannya bisa diserap pasar. Kalau diumpamakan, kreativitas merupakan amunisi dari sebuah senapan yang akan dibidik ke pasar.

“Jadi, sekalipun peluangnya ada dan semua sepakat bahwa masa depan industri telematika ada di bidang konten, game, dan animasi, terapi kata kuncinya tetap kreativitas,” ungkapnya.

Dimitri Mahayana, Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, mengungkapkan pertumbuhan konten seluler di dalam negeri merupakan keniscayaan, jika mengacu pada lanskap industri telematika global.

Berdasarkan data Merill Lynch Global Wireless Matrix, rata-rata pendapatan bulanan (ARPU) operator dari suara cenderung menurun, sementara layanan data yang mencakup konten naik.

ARPU global layanan suara yang sempat memberi kontribusi pendapatan 98% pada 2003 perlahan menurun hingga 91% pada 2005.

Sebaliknya, pasokan pendapatan layanan data mencapai 9% pada 2005, setelah hanya 2% pada 2003.

“Karenanya, tidak perlu heran, jika Korea Telecom Freetel langsung mendapat 42.000 pengguna baru dalam tempo 10 hari setelah meluncurkan konten game The World of Magic,” ungkapnya.

Read more.....

M-commerce temukan momentum

Pengguna T-Cash dan Dompetku naik

Oleh Roni Yunianto & Fita Indah Maulani
Bisnis Indonesia

Jakarta (20/11/2009): Layanan mobile commerce terutama dompet bergerak (mobile wallet) akan meraih momentum pada 2010, yang didorong oleh kampanye operator, bank, dan regulasi.

Bambang Supriogo, VP T-Cash Management PT Telkomsel, menuturkan tren tersebut diprediksi meraih momentum pada tahun depan.

“Ini akan semakin marak pada 2010. Bank operator telekomunikasi tengah bersiap mendorongnya ke pasar, sementara regulasinya juga mendukung,” ujarnya kepada Bisnis kemarin.

Layanan m-commerce Telkomsel diberikan bendera dagang T-Cash. Bambang mengakui sejak 2007 saat layanan diluncurkan hingga sekarang, operator belum terlalu gencar mempromosikan m-commerce. Operator lebih memilih edukasi dan penyebaran informasi secara internal melalui SMS broadcast atau flyer terutama untuk penawaran menarik seperti diskon item-item tertentu.

Kami menyesuaikan dengan target segmen pelanggan kami, terutama di prabayar dengan nominal isi ulang [top-up] tertentu,” paparnya.

Vita Prastyana, Mobile Commerce Marketing Manager PT Indosat Tbk, mengatakan pihaknya mendorong penggunaan layanan m-commerce Dompetku ke segmen menangah bawah meskipun layanan dapat digunakan seluruh kartu layanan Indosat.

“Pelanggan dapat menggunakan handset mereka untuk bertransaksi dengan aman dengan proses cash in lebih mudah dan lebih luas jaringannya,” paparnya.

Vita mencontohkan Indosat sudah memperluas penambahan saldo Dompetku melalui jaringan ATM Bank Permata yang memiliki link dengan 30 bank lainnya dan melalui SMS ke short code 789.

Dengan izin dan ketentuan baru yang diberlakukan Bank Indonesia, pengguna layanan m-commerce kedua operator itu juga dapat meningkatkan batas alokasi saldo maksimal pada masing-masing layanan sampai Rp5 juta dari sebelumnya Rp1 juta.

Indosat dan Telkomsel saat ini juga masih melengkapi proses administrasi perizinan untuk menyediakan layanan remitansi atau jasa pengiriman uang. Namun, status Telkomsel yang sudah terdaftar di Bank Indonesia memungkinkan operator tersebut menertapkan remitansi secara komersial.

Animo pengguna
Bambang menambahkan saat ini layanan T-Cash Telkomsel sudah digunakan lebih dari 600.000 pengguna meningkat pesat dibandingkan posisi awal tahun yang mencapai 101.000 pengguna.

“Bila program berjalan baik, kami dapat meraih antara 800.000 dan 1 juta pengguna akhir tahun ini,” tuturnya.

Dia mengatakan populasi merchant atau toko-toko pendukung transaksi T-Cash juga diperbanyak. Saat ini untuk mendukung T-Cash, Telkomsel sudah bekerja sama dengan 50 merchant dengan total 4.000 toko yang tersebar di berbagai lokasi di pulau Bali, Jawa dan Sumatra. Merchan ritel T-Cash diantaranya Indomaret.

Indosat sudah bermitra dengan lebih dari 10 merchant dan toko ritel Alfamart yang sudah memiliki lebih dari 3.000 gerai. Kerja sama Indosat-Alfamart saat ini dilakukan bertahap di Jabodetabek.

Sejalan dengan rencana memasuki bisnis jasa pembayaran pengiriman uang melalui jaringan telekomunikasi (remittance), Indosat juga mengembangkan layanan pembayaran person to merchant melalui layanan Dompetku.

Guntur S. Siboro, Chief Marketing Officer Indosat, menjelaskan pengembangan layanan ini tidak mudah karena harus membangun ekosistem, memberikan edukasi kepada masyarakat dan merchant, hingga membiasakan pelanggan.

“Kami selama ini bekerja sama dengan Alfamart dalam layanan Dompetku. Sejauh ini rata-rata transaksi sekitar Rp5 juta per bulan dengan total pelanggan sekitar 2.500 nomor pelanggan Indosat,” ujarnya. (fita.indah@bisnis.co.id/roni.yunianto@bisnis.co.id)

Read more.....

Video streaming akan tumbuh 40%

Telkomsel upgrade perangkat video gateway Dilithium

Oleh Arif Pitoyo
Bisnis Indonesia

Jakarta (20/11/2009): Pertumbuhan aplikasi video streaming di Indonesia diprediksi mencapai 20%-40% tahun depan yang dipicu oleh peningkatan konten lokal dan penyediaan infrastruktur video gateway oleh operator telekomunikasi.

Ruli Hardjowidianto, Regional Director South East Asia Dilithium, penyedia video gateway, mengatakan selama ini aplikasi video streaming atau video on demand masih kurang diminati pengguna telekomunikasi di Indonesia.

“Hal tersebut dipicu oleh promosi yang kurang dari operator, penyedia konten juga kurang memproduksi konten-konten yang menjual,” ujarnya disela-sela kick off pembangunan infrastruktur vidoe gateway Dilithium untuk Telkomsel, kemarin.

Ruli berharap penyedia di Indonesia memperbanyak penyediaan konten lokal berupa video, baik mengenai edukasi, iklan, film, atau video musik, dan tidak hanya berisi konten SMS premium karena nilai bisnisnya akan meningkat tahun depan.

Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi mengakui penyedia konten di Indonesia masih sibuk dengan memproduksi beragam konten SMS premium kuis, ramalan, dan ring back tone (RBT).

“Penyedia konten pasar dengan meningkatkan kreativitas,” tuturnya.

Menurut Heru, di luar negeri, film baru yang belum ditayangkan di bioskop bisa diakses lewat video on demand dengan tarif tertentu. Di Indonesia, lanjutnya, bisa juga menanamkan video sinetron yang belum ditayangkan di televisi.

Dari sisi ketersiaan bandwidth, regulator melihat operator telekomunikasi juga belum sepenuhnya siap dengan aplikasi video streaming karena belum semua wilayah memiliki akses bandwidth yang bagus.

Trafik meningkat
Di Indonesia, Dilithium sudah membangun infrastruktur video gateway di Telkomsel, Indosat, dan XL Axiata. Saat ini vendor asal AS tersebut akan meng-upgrade perangkat video gateway milik Telkomsel seiring dengan trafik data yang makin meningkat dari operator tersebut.

“Selain itu,perangkat video gateway baru Dilitihium juga memiliki reability dan availability yang tinggi,” ujar Ruli.

Video gateway sendiri berisi aplikasi video call, video on demand (streaming), video push, video blogging, avatar, dan video surveilance. Dalam membangun video gateway Telkomsel, Dilithium menggandeng PT Vanilin untuk sistem integrator dan support-nya.

Saat ini Dilithium menguasai pangsa pasar video gateway di dunia sampai 60%. Dilithium juga menyediakan infrastruktur Dilithium Content Adaptor yang bisa mengirim video sesuai dengan ukuran layan dari beragam jenis peranti genggam. (arif.pitoyo@bisnis.co.id)

Read more.....

20 Oktober 2009 Operator Optimistis Pelanggan RBT Tumbuh Pesat

Jakarta, Investor Daily – Telkomsel, PT Excelcomindo Pratama (EP), dan Indosat optimistis, pelanggan nada panggil (ring back tone/RBT) atau i-ring terus bertambah. Penambahannya karena RBT telah menjadi simbol status seseorang.

Demikian disampaikan General Marketing Communications Telkomsel Nirwan Lesmana, Public Relation Manager PT EP Febriati Nadira, serta Group Head Strategic Marketing Indosat Fuad Fachroeddin di Jakarta, akhir pekan lalu.

Dari hampir 80 juta pelanggan Telkomsel, kata Nirwan, sebanyak tujuh juta pelanggan yang aktif mengunduh lagu-lagu tertentu untuk menjadi RBT. Sedangkan total pelanggan value added services (VAS) mencapai 20 juta pelanggan.

Sekarang ini, sebagian besar pelanggan telah mengaktifkan i-ring sehingga penelepon akan menikmati sajian lagu tunggu. Lagu tersebut tidak mesti lagu terkenal, melainkan pilihan pelanggan yang disesuaikan dengan perasaannya.

Pergeseran perlaku tersebut membuat Telkomsel optimistis terjadinya peningkatan pengunduh lagu untuk RBT. “Sudah pasti naik jumlahnya dan bisnis ini potensial sekali,” kata Lesmana tanpa menyebutkan angka pertumbuhannya.

Sementara itu, Febriati Nadira dari XL mengatakan, pertumbuhan pelanggan RBT mencapai 100% dalam 10 bulan terakhir. Dan. Gelagatnya akan terus bertambah. “Kami targetkan pelanggan RBT pada akhir tahun 2009 ini mencapai 13 juta,” kata dia.

Sekarang ini, sebanyak 8,5 juta pelanggan merupakan pelanggan aktif RBT. Dengan waktu yang tersisa tiga bulan ini, XL memastikan tambahan sekitar lima jutaan bakal tercapai.

Proses pergantian dari satu lagu ke lagu lain sangat cepat. Hasil pemantauannya rata-rata satu bulan sekali pelanggan ganti lagu. Menurut Fuad dari Indosat, cepatnya pergantian lagu karena operator terus memberikan kemudahan bagi pelanggan untuk mengaktifkannya. Dulu, pelanggan harus meregistrasi dengan beberapa tahapan prosedur. Sekarang semuanya sudah berubah karena pelanggan cukup menekan tanda bintang (*), nada sambung lagu tertentu pun sudah tersambung.

Indosat membukukan 2,5 juta pelanggan yang aktif memasang lagu favorit untuk RBT. Pelanggannya terdiri atas pelanggan baru, pelanggan dualcard atau pelanggan memakai dua kartu, serta pelanggan pindahan.

Tapi, operator dengan ciri khas warna kuning ini tidak bisa menyebutkan kontribusi RBT terhadap pendapatan perusahaan. Soalnya, pendapatan (revenue) berasal dari suara, SMS, dan VAS yang di dalamnya terdapat unsur RBT. (cep)

Read more.....

06 Agustus 2009 Jumlah pengusaha digital bakal meningkat

Oleh Muhammad Sufyan
Bisnis Indonesia


Bandung: Tren digitalpreneurs (pengusaha digital) di Indonesia diperkiraknan kian masif, menggantikan pengusaha konvensional yang mengandalkan kemampuan modal dan sumber daya alam.

Direktur Enterprise & Wholesale PT Telkom Tbk Arief Yahya mengungkapkan pengusaha digital, bermodal ide kreatif dengan etalase usaha sepenuhnya di Internet, di Indonesia semakin banyak.

Dia menjelaskan salah satu indikator itu terlihat dari membeludaknya jumlah peserta kompetisi digitalpreneurship dengan diselenggarakannya Indigo Fellowship, yang berhadiah dana hibah Rp500 juta.

“Saat pertama kami rilis lomba ini pada Mei, target kami tidak muluk-muluk, hanya 100 peserta saja. Ternyata, lomba baru akan ditutup akhir bulan ini, pesertanya sudah 35,” katanya kepada Bisnis baru-baru ini.

Dengan jumlah peserta tersebut, Telkom optimistis bisa memperoleh 500 peserta sampai akhir Agustus ini, untuk kemudian diseleksi dan diumumkan hasilnya pada Oktober.

Menurut Arief, pihaknya antusias dengan jumlah peserta sekaligus dengan asal pendaftar yang tidak hanya berasal dari kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, tetapi juga berasal dari sejumlah kota kecil.

Inigo Fellowship sendiri akan memilih 50 pengusaha pemula digital yang masing-masing diberi dana hibah Rp50 juta untuk selanjutnya mengembangkan situs kreatif yang aplikastif dan bernilai komersial.

Kontes yang tercakup dalam wadah besar bernama Indonesia Digital Community (Indigo) ini membagi empat kriteria usaha digital di bidang permainan (game), pendidikan, musik, dan animasi.

Program Indigo yang telah menghasilkan 150 mitra bisnis pemasok konten bagi Telkom Group ini, juga membuka wadah bisnis kreatif di bidang nada tunggu pribadi (Indigo musik), pendidikan (Education For Tomorrow), dan lainnya.

Layanan data
Menurut Arief, pertumbuhan pengusaha digital yang fokus di bidang konten adalah keniscayaan di tengah tren meningkatkan layanan data sekaligus menurunnya layanan konvensional yakni suara dan SMS.

“Masyarakat mengakses Internet karena tertarik melihat isinya, selain memang pasar konvensional mulai masuk fase jenuh. Jadi operator telekomunikasi seperti kami, sudah harus mengantisipasi dengan menyiapkan konten.”

PT Telkom Tbk bahkan menilai valuasi bisnis yang dimiliki digitalpreneur yang sukses bisa berkali-kali lipat dari aset yang dimilikinya, sebaliknya operator seluler yang tidak kreatif tidak bisa meningkatkan kekayaannya.

Read more.....

12 Juli 2009 Imoca berkompromi soal BHP

Pemberlakukan BHP bisa naikkan tarif SMS premium

Oleh Fita Indah Maulani
Bisnis Indonesia

Jakarta (10/07/2009) : Penyedia konten akhirnya bersedia memenuhi ketentuan regulasi seputar SMS premium dan berencana membatalkan tuntutan pencabutan Permenkominfo No.01/2009 mengenai Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium.

Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi menegaskan ada tanda-tanda upaya perdamaian yang dilakukan pihak penyedia konten seiring dengan makin berkurangnya dukungan terhadap pihak yang menuntut pencabutan aturan BHP (biaya hak pengguna).

“Menurut informasi yang saya dengar, mereka tidak lagi mempermasalahkan BHP. Artinya, sudah tidak ada masalah lagi,” ujarnya kepada Bisnis, kemarin.

Terbelahnya sikap penyedia konten juga terlihat dari keluarnya dua penyedia konten dan disusul satu penyedia konten dari pengajuan gugatan kepada regulasi sehingga saat ini jumlahnya tinggal 12 perusahaan.

Kabar damai tersebut dibantah oleh para pengusaha penyedia konten yang menggugat regulator di pengadilan.

“Tidak benar kalau kami memutuskan berdamai dan mau membayar BHP [biaya hak penyelenggaraan] SMS premium kepada regulator,” ujar Sapto Anggora, juru bicara perusahaan penyedia konten yang menggugat regulator.

Sekjen Indonesia Mobile and Online Content Provider Association (Imoca) ini juga menjelaskan sebanyak 13 perusahaan penuntut yang tersisa, dari semula 15 perusahaan sudah sepakat menunjuk mediator dari PN Jakarta Pusat bernama Cokorda. Saat ini masih berlangsung proses mediasi untuk kembali sidang 15 Juli mendatang.

Andreas Tri Suwito Adi, kuasa hukum penyedia konten, menjelaskan dalam perkara gugatan 198 tahap yang harus dilalui adalah mediasi dari para pihak ketiga dalam waktu 40 hari sejak penunjukan hakim mediator.

“Sejauh ini belum ada perkembangan, baru pekan depan dilakukan mediasi di pengadilan,” ujarnya.

Gugatan terhadap regulator ini semula mengatasnamakan Imoca, tetapi dalam pendaftarannya ternyata hanya ada 15 perusahaan yang resmi mengajukan gugatan.

Berdampak besar
Ketua Komite Tetap Bidang Kreativitas, Musik, dan Telekatika Kadin Indonesia Anton A. Nangoy mengatakan kewajiban membayar BHP kepada SMS premium seharusnya tidak ada karena dampaknya cukup signifikan kepada industri kreatif.

“Industri kreatif perlu didukung dengan berbagai insentif, pembebanan seperti ini bisa menghabat pertumbuhan industri,” ujarnya.

Dia menjelaskan opsi menaikkan tarif SMS premium jika perusahaan penyedia konten membayar BHP bukanlah kebijakan yang bisa menyelesaikan masalah. Tingkat permintaan konsumen pasti akan terpengaruh dengan kenaikan tarif layanan.

Kadin meminta para pengusaha penyedia konten bersama melakukan pembicaraan dengan Depkominfo untuk mencari solusi terbaik yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Regulator menyamakan penyedia konten SMS premium dengan penyedia jasa premium call yang selama ini membayar BHP, apalagi pada saluran SMS, karena penyedia SMS biasa pun selama ini membayar BHP. (ARIF PITOYO) (fita.indah@bisnis.co.id)

Read more.....

10 Juli 2009 Gugatan IMOCA Masuk Tahapan Mediasi

Content Provider Tolak Pungutan BHP dan USO

Rakyat Merdeka – Di tengah perseteruan antara Asosiasi penyedia konten IMOCA (Indonesia Mobile & Online Content Association) dan Depkominfo Cs terkait gugatan pungutan Biaya Hak Pengguna (BHP) telekomunikasi dan Universal Service Obligation (USO), dua penyelenggara komunikasi (content provider) berbalik arah menarik gugatan.

“Memang semula 15 perusahaan yang menggugat. Tapi dua perusahaan, yakni Monstermob dan I-Pop Indonesia tiba-tiba mundur. Karena ada perjanjian dengan investor, mereka tidak akan berurusan dengan perkara hukum dalam waktu tertentu,” kata kuasa hukum IMOCA Andreas Tri Suwito Adi usai sidang perdana gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, baru-baru ini.

Namun, walaupun menarik surat kuasa, Andreas meyakinkan, keduanya (MonsterMob dan iMob-red) tetap mendukung gugatan yang diajukan oleh asosiasi.

Seperti diberitakan, sebelumnya IMOCA menggugat Menkominfo Mohammad Nuh, Anggota BRTI Heru Sutadi serta tergugat Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar senilai Rp 2 triliun.

Gugatan diajukan, terkait pungutan Universal Service obligation (USO) dan Biaya Hak Penggunaan (BHP) pada penyelenggara jasa telekomunikasi yang dituangkan dalam Permenkominfo Nomor 1 tahun 2009. perusahaan yang menggugat, antara lain, Kompas Cybermedia, Agranet Multicitra Siberkom, Triyakom, Bolehnet, Mocoplus Technology, Arto Selaras Mandiri, Nexnation Prisma, Alpha Omega Wahana Nusantara, Ovis Sensave, Asia Perkasa Raya, Cometa Mobile, Antarmitra Perkasa.

Sidang yang dilayangkan IMOCA terhadap regulator ini sudah memasuki sidang perdana. Kedua pihak, penggugat dan tergugat, saat ini diberi waktu mempersiapkan mediator menapaki jalan mediasi.

Namun proses mediasi terganjal tarik ulur pemilihan mediator. Pihak penggugat diwakili Andreas Tri Suwito Adi, mengajukan nama Safitri Hariani sebagai mediator.

Di lain pihak, Ketua Majelis Hakim pengganti Makassau menyarankan menggunakan mediator gratis yang disediakan PN Jakarta Pusat. Hal ini didukung pihak tergugat yang diwakili Kabag Hukum Ditjen Postel I Ketut Prihadi selaku penerima kuasa.”

Pilihan mediator dari pengadilan itu biar lebih terjamin independensinya,” kata Ketut.

Namun, kuasa hukum IMOCA Andreas mengaku khawatir mediator gratis pengadilan tidak menguasai masalah telekomunikasi. “Takutnya mereka hanya menguasai masalah formal, bukan yang menguasai spesifik soal telekomunikasi,” ujarnya.

Sekedar catatan, kasus ini menguak karena IMOCA merasa keberatan dengan tarikan BHP telekomunikasi serta pungutan USO pada penyelenggara jasa telekomunikasi yang dituangkan Permenkominfo No. 1 tahun 2009.

Dalam aturan itu, terjadi perbedaan pendapat regulator dengan Content Provider (CP), dimana regulator menganggap CP sebagai penyelenggara telekomunikasi, sehingga harus menerima pungutan BHP sebesar 0,5 persen dan USO 1,25 persen dari pendapatan kotor mereka per tahun.

Sebaliknya, pihak IMOCA menolak jika CP dianggap sebagai penyelenggara telekomunikasi, karena merasa tidak berhubungan dengan user dan hanya mendapat short code. ■ DWI

Read more.....

07 Juli 2009 Imoca mau damai soal SMS Premium

Oleh Elvani Harifaningsih
Bisnis Indonesia

Jakarta: Indonesia Mobile and Online Content Provider Association (Imoca) dan Depkominfo sepakat untuk menyelesaikan perkara gugatan terkait dengan Permenkominfo no.01/2009 tentang SMS dan MMS premium.

“Pada prinsipnya, kami selalu ingin damai,” ujar Andreas Tri Suwito Adi, kuasa hukum Imoca, seusai sidang perdana gugatan terhadap Menkominfo di PN Jakarta Pusat, kemarin.

Majelis hakim sudah memeriksa kelengkapan surat kuasa dari setiap pihak.

Ketua majelis hakim pengganti, Makassau, menyarankan agar kedua pihak melakukan upaya hukum mediasi.

Andreas mengusulkan agar proses mediasi dipimpin oleh mediator dari luar pengadilan, yakni Savitri Haryani. Dia berpendapat mediator yang ditunjuk dari luar ini memiliki pengetahuan yang lebih komprehensif mengenai duduk persoalan antara kedua pihak.

Akan tetapi, I Ketut Prihadi, Kepala Divisi Hukum Depkominfo, mengusulkan agar mediator ditunjuk dari pengadilan. Dia berharap permasalahan antara kedua pihak dapat diselesaikan secara damai.

“Kami belum menyiapkan poin-poin mediasinya. Namun, kami berharap tercapai perdamaian.”

Mengingat kedua pihak belum sepakat untuk menentukan mediator, ketua majelis hakim pengganti akhirnya menunda persidangan pada Kamis mendatang, antara lain untuk memutuskan siapa yang akan ditunjuk sebagai mediator.

Sebelumnya, Imoca menggugat Menkominfo Mohammad Nuh dan anggota BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) Heru Sutadi, berturut-turut ditarik sebagai tergugat I dan II.

Selain kedua tergugat tersebut, penggugat juga menyertakan Basuki Yusuf Iskandar dalam kapasitasnya sebagai Dirjen Postel Depkominfo dan Ketua BRTI sebagai turut tergugat dalam perkara itu.

Dalam gugatannya, penggugat menuntut para tergugat membayar ganti rugi hingga Rp2 triliun karena merasa dirugikan dengan diterbitkannya Permenkominfo No.01/2009 tentang SMS atau MMS premium.

Read more.....

Penyedia konten diprediksi pecah

Postel akan terapkan ULO konten

Oleh Fita Indah Maulani
Bisnis Indonesia

Jakarta: Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia yakin jumlah penyedia konten (content provider/CP) yang meminta pencabutan Permenkominfo No.01/2009 mengenai Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium akan terus menyusut.

Anggota BRTI Heru Sutadi mengungkapkan jumlah perusahaan yang mengajukan tuntutan kemungkinan besar akan semakin berkurang karena sebagian besar sudah mulai paham akan niat baik regulator.

BRTI menilai perusahaan penyedia konten merasa dirinya sama dengan production house yang menyuplai konten sinetron ataupun tayangan lain kepada televisi.

Mereka, menurut Heru, tidak terima harus membayar biaya hak penggunaan (BHP) sementara produkction house tidak wajib membayar BHP.

Regulator menyamakan penyedia konten SMS premium dengan penyedia jasa permium call yang salama ini membayar BHP, apalagi pada saluran SMS, karena penyedia SMS biasa pun selama ini membayar BHP.

Premium call juga konten, sama dengan production house. Sudah jelas juga dalam ataruan bahwa penyelenggara telekomunikasi itu tidak harus menjadi penyelenggara jaringan, bisa juga penyelenggara jasa,” ujarnya.

Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar menambahkan selama ini SMS yang menetapkan harga lebih mahal kepada masyarakat, padalah produknya sama.

BHP, ungkap dia, prinsipnya gross revenue dari layanan telekomunikasi, bisa bayar sendiri atau dititipkan kepada operator telekomunikasi.

Selama ini, operator telekomunikasi belum ada yang membayar BHP SMS premium.

Apabila nanti aturan ditegakkan semua, maka isi dari setiap konten yang akan dikeluarkan melalui SMS premium akan dicek terlebih dahulu sesuai dengan aturan uji lain operasi (ULO).

“Setiap konten yang keluar dipastikan bebas dari pembodohan publik dan penipuan. Tidak ada lagi cerita reg tapi tidak bisa unreg,” ujarnya.

Sejumlah perusahaan penyedia konten sedang menuntut Menkominfo, Dirjen Postel, dan salah seorang anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi terkait dengan kewajiban membayar BHP.

Menyusut
Namun, tidak seluruh anggota Imoca (Indonesia mobile and Online Content Provider Association) sepakat untuk mengajukan pencabutan Permenkominfo No.01/2009.

Sebelumnya, terdapat 15 perusahaan yang mengajukan tuntutan hukum, tetapi kemudian menyusut menjadi hanya 13 perusahaan saja.

Sekjen Imoca Sapto Anggoro membantah terjadi perpecahan di tubuh CP.
“Alasan dua CP yang keluar karena masuknya investor baru yang mengajukan syarat perusahaan tidak sedang dalam mitigasi. (ARIF PITOYO) (fita.indah@bisnis.co.id)

Read more.....

17 Juni 2009 BERAGAM LAYANAN VAS

Ada Teks, Musik, Games, hingga Siaran TV Digital

Kontan – Dari sisi komersial, layanan bernilai tambah (VAS) bermuatan teks yang mencantumkan kegiatan artis, ramalan, dan pesan-pesan inspiratif menduduki peringakat pertama. Urutan berikutnya dihuni layanan ring back rone (RBT) dan games. “RBT dan text content saling bersaing,” kata VP VAS and New Services Execlcomindo I Made Harta Wijaya.

Menurut General Manager Pemasaran VAS Hutchison Charoen Phokpand Patricia Tedjasendjadja, pelanggan menggemari konten teks dan RBT karena beberapa hal. Pertama, tidak memerlukan jenis handset tertentu. Kedua, mayoritas pelanggan menyukai musik dan ada dukungan dari industri rekaman (label). Ketiga, menggunakan mekanisme berlangganan.

Selain RBT, teks, dan games, nyaris tidak ada invoasi baru dalam layanan VAS. Kendati begitu, operator berupaya mendatangkan hal-hal baru. Ambil contoh, “3” memberikan layanan konten Manchester United berupa logo dan foto pemain dengan tarif hanya Rp300 per konten. Lebih murah daripada tarif VAS lain yang bertarif diatas Rp1.000 per konten.

Sementara operator seperti Indosat memilih memperbarui tampilan VAS di layar ponsel. Operator seluler terbesar kedua ini juga berupaya membenahi layanan VAS dengan meluncurkan TV digital.

Layanan TV digital tersebut bernama Digital Video Broadcasting - Handheld (DVB-H) atawa siaran TV digital yang dapat dinikmati langsung dari layar ponsel.

Siaran TV digital tersebut saat ini bisa dinikmati secara gratis hingga akhir Desember 2009. layanan tersebut diakses dari berbagai jenis ponsel, tapi dengan tipe tertentu. Seperti Nokia, LG, Samsung, Philips, Gigabyte (G-smart), Sagem dan ZTE.

Siaran TV digital ini juga dapat dinikmati melalui jaringan hotspot atau WiFi IndosatNet di berbagai lokasi umum. Seperti di mal, restoran dan pertokoan.

Bagi Anda pengguna handset yang sudah memiliki aplikasi DVB-H, silakan mencari frekuensi TV digital tersebut di kanal 24 UHF. Sedangkan bagi Anda pengguna Notebook atau handset yang memiliki akses WiFi, cukup aktifkan WiFi ketika sedang berada di lokasi hotspot Indosatnet. Setelah terhubung, pelanggan tinggal melakukan koneksi ke hotspot tersebut.

Keunggulan siaran TV digital terletak pada kualitas gambar dan suara yang tajam dan jernih, berbeda dengan TV analog yang gampang terputus. “Kami berharap masyarakat dapat mengakses informasi siaran TV di mana saja dan kapan saja melalui ponsel dengan kualitas gambar dan suara yang jauh lebih baik,” ungkap Suharso, Group Head Value Added Service Marketing Indosat. Siaran TV ini masih gratis. *Dian Pitaloka

Read more.....

11 Juni 2009 Operator Seluler Seriusi Layanan Konten

Oleh Imam Suhartadi dan Encep Saepudin
Investor Daily

Jakarta – Operator telepon seluler berkonsentrasi mengembangkan layanan konten sehingga bisa berkontribusi besar pada pendapatan. Depperin, bahkan menargetkan, pertumbuhan industri konten untuk telepon seluler mencapai 100% pada 2010 dengan total pendapatan Rp7 triliun.

Demikian dikatakan Dirjen Industri Alat Transportasi dan Telematika (IATT) Departemen Perindustrian (Depperin) Budi Darmadi, Group Head Brand Marketing PT Indosat Tbk Teguh Prasetya, Vice President Public and Marketing Communication PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) Eddy Kurnia, serta Direktur Corporate Service PT Bakrie Telecom Tbk Rakhmat Djunaidi di Jakarta, Rabu (10/6).

Teguh Prasetya mengatakan, potensi pendapatan dari konten sangat besar. Tahun ini, Indosat menargetkan kontribusi pendapatan dari konten mencapai Rp1 triliun atau sekitar 5% dari total pendapatan perseroan. Tahun lalu, kontribusi konten sebesar Rp700 miliar.

“Meski lagi krisis begini, tentu kami optimistis dapat mencapai target sebanyak itu. Kita tunggu saja, ya,” kata dia.

Namun, pendapatan konten terbesar berasal dari SMS registrasi, seperti i-ring, ramalan, dan lain-lain. “Kalau dibilang pasti pada tertawa. Tapi, itulah kenyataannya yang disukai masyarakat,” kata dia.

Untuk memenuhi berbagai permintaan konten, kata Teguh, Indosat menggaet 150 content provider (CP) menjadi pemasok konten bagi Indosat.

Sedangkan Eddy Kurnia mengatakan, cukup banyak CP yang menjadi mitra kerja Telkom. Mereka memproduksi beragam konten untuk Group Telkom, yang di antaranya termasuk Telkomsel dan Telkom Vision. “Jumlahnya saya nggak tahu persis. Tapi, (jumlahnya) cukup banyak,” kata dia.

Sementara itu, Rakhmat Djunaidi mengatakan, bakrie Telecom akan fokus memberikan nilai tambah pada suara (voice) dan SMS. Sedangkan layanan data belum menjadi prioritas. “Yang kami tambahkan nilai pada suara dan SMS,” kata Rakhmat.

Dia mengambil contoh, Hape Esia Hidayah yang ternyata banyak peminatnya dan sudah dihentikan penjualannya. Keberhasilan ini memacu Bakrie Telecom untuk menghadirkan konten-konten lain yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

Industri Mobile Content
Depperin mengargetkan, pertumbuhan industri aplikasi konten untuk telepon seluler (mobile content) secara nasional mencapai 100% pada 2010 dengan total pendapatan senilai Rp7 triliun. Target ini didasarkan pada perkembangan industri animasi nasional.

Dirjen IATT Depperin Budi Darmadi berharap, industri animasi dan konten nasional mampu menjadi tuan rmah di pasar dalam negeri. Maraknya pengembangan industri kreatif saat ini akan memicu upaya percepatan dan perkembangan industri animasi dan konten nasional.

“Kami sudah melakukan serangkaian road show sejak 2007 ke sejumlah negara di kawasan Asia Timur,” ujranya beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan, saat ini ada tiga unsur utama yang harus dicermati dalam pengembangan industri animasi nasional. Pertama, sebuah karya animasi perlu menciptakan cerita yang baik. Kedua, karakter yang ditampilkan juga harus memiliki originalitas tinggi sekaligus kuat.

Ketiga, ini yang paling baik di industri animasi kita, yakni kemampuan animator, SDM (sumber daya manusia) dalam menggambar (drawing),” jelas dia.

Untuk itu, dengan potensi animator yang berkualitas, jelas dia, strategi utama industri ini dalam pengembangannya adalah menangkap order animasi dari negara lain. Selain itu, pelatihan dan sertifikasi dengan taraf internasional diperlukan sehingga animator lokal bisa menembus pasar dunia.

“Sampai sekarang, posisi kita sebagai sub outsourching animator, jadi belum yang utama. Ini yang coba kita tingkatkan,” jelasnya.

Dia menjelaskan, saat ini Indonesia memiliki sebanyak 220 software house yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlahnya diperkirakan akan terus meningkat, dan dalam perkembangannya akan menjadi basis jaringan industri animasi nasional.


Read more.....

28 Mei 2009 IMOCA minta UU Telekomunikasi direvisi

Oleh Fita Indah Maulani

Jakarta, Bisnis Indonesia – Indonesia Mobile and online Content Provider Association (IMOCA) meminta pemerintah mengubah status perusahaan penyedia konten (content provider/CP) menjadi perusahaan jasa telekomunikasi sebelum membayar biaya hak penyelenggaraan (BHP).

Haryawirasma, Ketua Umum IMOCA, mengatakan pihaknya meminta pemerintah tidak hanya mengubah isi Permenkominfo No.01/2009 saja, tetapi juga UU No.36/1999 tentang Telekomunikasi.

“Kalau pemerintah ingin CP membayar BHP, tolong ubah kami menjadi peruahaan jasa telekomunikasi sehingga kesempatan bisnis juga semakin luas,” ujarnya, kemarin.

IMOCA secara resmi telah mengajukan tuntutan hukum terkait dengan isi Permenkominfo No.01/2009 melalui Pengadilan negeri Jakarta Pusat dengan pihak tergugat Menkominfo Muhammad Nuh, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi, dan Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar.

Asosiasi menolak isi peraturan yang mendifinisikan penyelenggara jasa telekomunikasi dan terkena kewajiban membayar BHP sebesar 0,5% dari pendapatan kotor perusahaan.

Andres Tri Suwito, kuasa hukum IMOCA, mengatakan gugatan IMOCA berkaitan dengan kerugian materiel dan immateriel dengan nilai gugatan lebih dari Rp2 triliun.

“Anggota BRTI Heru Sutadi juga dikenakan gugatan pencemaran nama baik terkait dengan ucapannya pada sebuah seminar beberapa waktu lalu. Dengan satu gugatan kami menuntut semuanya,” ujarnya.

Kuasa hukum IMOCA mengaku ucapan tersebut dikeluarkan dalam sebuah diskusi di kantor Kadin yang melibatkan wartawan.

Namun, beberapa wartawan yang hadir dalam pertemuan tersebut mengaku ucapan anggota BRTI tersebut berbeda dengan kutipan langsung dalam keterangan resmi yang disebarluaskan kuasa hukum IMOCA.

Diskusi terbuka
Heru Sutadi, anggota BRTI yang ikut digugat langsung, mengatakan BRTI sudah menerima dua surat dari asosiasi tersebut sebanyak dua kali, tetapi ketika regulator akan mengundang, sudah ada kabar bahwa IMOCA membawa masalah ini ke Mahkamah Konstitusi.

“Mengenai gugatan langsung kepada saya, kebenaran akan terlihat pada akhirnya,” ujarnya.

Dia menjelaskan pada dasarnya pihaknya selalu terbuka dengan diskusi sepanjang semua pihak yang terlibat saling menghormati. Dalam diskusi di Kadin saat itu, tambah Heru, semula kan pertemuan terbatas untuk mencari persamaan pandangan mengenai Permenkominfo yang di permasalahkan.

“Saya hanya menjawab pandangan presentasi IMOCA yang menganggap nomor itu punya operator, itu pun hanya sebagai bahan diskusi. Setelah pertemuan itu, IMOCA sendiri masih beberapa kali bertemu dengan pemerinah dan BRTI, termasuk dengan operator telekomunikasi,” ujarnya.

BHP selama ini dikenakan bagi perusahaan yang menyelenggarakan jasa telekomunikasi seperti operator seluler atau penyedia jasa Internet. Besaran BHP yang dikenakan, menurut PP No.7/2009 adalah 0,75% dari pendapatan kotor.

Peraturan mengenai pengenaan BHP dan pungutan USO tersebut sebenarnya sudah diprotes oleh IMOCA mulai dari pembahasan hingga ditetapkan pada 8 Januari.

Selain persoalan BHP, permenkominfo tersebut meminta adanya pendaftaran CP kepada BRTI yang paling lambat dilakukan 8 April lalu, tetapi dalam sebuah pertemuan disepakati untuk diundur sebulan hingga 8 Mei 2009.

Read more.....

20 Mei 2009 Kadin minta pembatasan asing di industri konten

Oleh Fita Indah Maulani

Jakarta, Bisnis Indonesia – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta adanya regulasi yang mengatur kepemilikan maupun komposisi pemain asing di industri konten agar posisi perusahaan lokal tidak semakin terjepit.

Ketua Komite Tetap Bidang Kreativitas, Musik, dan Telematika Kadin Indonesia Anton A. Nangoy mengatakan terjadi kesenjangan cukup besar di industri ini antara perusahaan penyedia konten (content provider) lokal dan perusahaan penyedia konten asing.

“Cukup banyak penyedia konten lokal yang sudah hampir gulung tikar tekena imbas krisis keuangan global, sementara beberapa pemain asing malah menjadi pemasang iklan terbesar di media massa. Hal itu terjadi karena ada gap modal yang sudah jauh,” ujarnya kepada Bisnis di sela-sela sosialisasi UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), kemarin.

Pemain lokal sebenarnya tidak kalah kreatif dibandingkan dengan pemain asing, hanya ada beberapa keterbatasan yang masih harus dibantu.

Salah satu Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) ini juga meminta pemerintah bersedia membantu masalah permodalan karena sebagian besar pemain lokal skala usahanya masuk kategori usaha mikto kecil menengah (UMKM).

Dalam diskusi Kadin beberapa waktu lalu terungkap bahwa para pengusaha penyedia konten ini hampir tidak bisa memperoleh kredit perbankan karena nilai aset usaha secara fisik yang bisa mereka jaminkan sangat kecil.

“Industri ini kan bisnis kreativitas, hasilnya dalam benuk layanan, bukan barang. Para pemain lokal harus bisa lebih dihargai, jangan sampai mereka akhirnya terus lari memilih berkarya di luar negeri,” ujarnya.

Anton meminta pemerintah mau membantu masalah permodalan. Namun, tambahnya, para pemain lokal juga harus bisa meningkatkan kinerja menjadi lebih profesional.

Belanja Iklan
Hasil riset Nielsen mencatat pada kuartal I/2009 sektor industri telekomunikasi menghabiskan uang sebanyak Rp523 miliar untuk belanja iklan di media.

Pembelanjaan iklan terbesar pada periode itu dipegang oleh iklan SMS premium oleh perusahaan penyedia konten, secara keseluruhan yang mencapai Rp250,02 miliar.

Riset dilakukan dengan survei pengamatan langsung eksposure iklan (gross rate card) di tiga jenis media, yakni 102 jenis koran, 19 stasiun televisi, dan 163 jenis majalah tanpa menghitung diskon, promo, dan iklan baris.

Rata-rata penghasilan perusahaan penyedia konten per bulan di bagi menjadi tiga kategori perusahaan, besar, sedang, dan kecil. Pendapatan perusahaan kecil mulai dari Rp10 juta – Rp100 juta per bulan, sedang mulai dari Rp100 juta-Rp500 juta per bulan, dan perusahaan besar lebih dari Rp500 juta per bulan.

Read more.....

08 Mei 2009 Menkominfo: UU ITE tidak menakutkan

Oleh Arif Pitoyo

Jakarta, Bisnis Indonesia – Pemerintah berjanji tidak akan mengekang kebebasan pengguna Internet dalam mengekspresikan tulisannya di situs jejaringan sosial dan mailing list.

Menkominfo Muhammad Nuh mengungkapkan pihaknya menghormati masukan dari sejumlah kalangan telematika yang meminta adanya perbaikan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tersebut.

“UU ITE tidak menakutkan. Dengan adanya keputusan dari mahkamah Konstitusi, maka memberikan keyakinan kepada pemerintah bahwa sesuatu yang sudah kami buat itu sudah benar,” tuturnya kepada Bisnis, kemarin.

Sejumlah kalangan dari pemilik warung Internet (warnet) menilai pemerintah kurang melakukan sosialisasi isi dan substansi dari UU ITE tersebut sehingga dianggap meresahkan.

Nuh mengatakan pihak yang mengajukan judicial review tentunya sudah sangat memahami isi dari UU ITE tersebut sehingga alasan kurang adanya sosialisasi oleh beberapa kalangan kurang tepat.

Ketua Asosiasi Pengusaha Warnet Komunitas Telematika (APWKomtel) Rudi Rusdiah mengatakan masyarakat informasi Indonesia akan memasuki kemunduran karena dibayang-bayangi oleh beberapa pasal pidana dengan hukuman yang sangat berat yaitu maksimum 6 tahun dan denda Rp 1 miliar.

“Kemunduran karena bahkan UU KUHP mengenai pencemaran nama baik tidak sekeras ini dan lebih jelas substansinya, apalagi dibandingkan dengan UU di bidang informasi seperti UU KIP [Kebebasan Menerima Informasi Publik] yang dendanya hanya Rp5 juta,” ujarnya kemarin.

Pengusaha warnet mengingatkan moderator milis, pemilik facebook, dan blog untuk berhati-hati sebab terdapat UU ITE yang memberikan hukuman yang masif yang dapat menjerat siapa saja bukan saja penulis dari berita, tetapi termasuk yang mendistribusikan (milis/blog) dan mentransmisikan (penyelenggara infrastruktur) seperti pada pasal 27 ayat 3.

Mahkamah Konstitusi secara resmi menolak permohonan judicial review UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE) Ayat 3 dan nomor 45 Ayat 1 karena dianggap tidak bertentangan dengan demokrasi dan prinsip hak asasi manusia (HAM) seperti yang dituduhkan.

Read more.....

07 Mei 2009 Penyedia Konten Tolak Bayar BHP

Regulator hormati langkah hukum Imoca

Oleh Fita Indah Maulani

Jakarta, Bisnis Indonesia – Para penyelenggara jasa konten yang tergabung dalam Indonesia Mobile and Online Content Provider Association (Imoca) memutuskan tidak akan membayar biaya hak penyelenggaraan (BHP) hingga putusan judicial review keluar.

Imoca kemarin (Rabu) resmi mengajukan judicial review terhadap Permenkominfo No.01/PER/M.KOMINFO/01/2009 ke Mahkamah Konstitusi. Asosiasi ini memutuskan tidak akan membayar BHP yang diatur dalam salah satu poin keputusan menteri itu.

Andreas Tri Suwito, kuasa hukum Imoca, mengatakan pembayaran BHP ditunda penyedia konten hingga keluarnya keputusan atas judicial review yang dilakukan karena perundingan dengan regulator tidak menemukan titik temu. Dua kali somasi yang dilayangkan kepada regulator, lanjutnya, juga tidak diapresiasi.

“Imoca merasa permen yang dikeluarkan Menkominfo tidak sesuai dengan peraturan yang ada dalam usaha ini, khususnya masalah pengenaan BHP jasa telekomunikasi terhadap penyelenggara jasa konten,” ujarnya kemarin.

BHP selama ini dikenakan bagi perusahaan yang menyelenggarakan jasa telekomunikasi seperti operator seluler atau penyedia jasa Internet. Besaran BHP yang dikenakan, menurut PP No.7/2009 adalah 0,75% dari pendapatan kotor.

Peraturan mengengai pengenaan BHP dan pungutan USO tersebut sebenarnya sudah diprotes oleh Imoca sejak dari pembahasan hingga ditetapkan pada 8 Januari.

Selain persoalan BHP, permenkominfo tersebut meminta adanya pendaftaran CP kepada BRTI yang paling lambat dilakukan 8 April lalu, tetapi dalam sebuah pertemuan disepakati untuk diundur sebulan hingga 8 Mei 2009.

“Untuk pendaftaran, klien kami tetap beriktikad baik dengan melakukan pendaftaran secara kolektif besok [7 Mei]. Langkah ini bukan sebuah pengakuan terhadap Permenkominfo No.1/2009,” ujarnya.

Pada periode Februari hingga Maret sempat dilakukan beberapa kali pertemuan antara Imoca, regulator dan opertator telekomunikasi untuk menemukan titi temu.

Pertemuan tersebut dianggap Imoca tidak menghasilkan kesepakatan apa pun sehingga ditempuh langkah mengajukan somasi kepada Badan Regulasi Telkeomunikasi Indonesia (BRTI) hingga dua kali.

Penilaian Regulator
Dirjen Postel Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar mengatakan sebagai pemerintah pihaknya menghormati upaya hukum yang dilakukan Imoca, termasuk melalui pengajuan judicial review ini.

“Kami hormati upaya hukum yang dilakukan Imoca,” ujarnya.

Ketaua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) ini sebelumnya mengatakan bahwa SMS biasa saja terkena PNBP dalam bentuk BHP, apalagi SMS premium.

Dalam pengertiannya SMS adalah jasa telekomunikasi, jadi perusahaan yang menyediakan harus membayar BHP.

Regulator sudah menetapkan besar BHP jasa telekomunikasi sebesar 0,75% ditarik dari pendapatan CP. (fita.indah@bisnis.co.id)

Read more.....

06 Mei 2009 Ditjen Postel Hormati Upaya Hukum Imoca

Jakarta, Investor Daily (5/5/2009) – Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar mengatakan, pemerintah menghargai keputusan yang diambil Indonesia Mobile Content Provider (Imoca) melakukan judical review terhadap Peraturan Menkominfo (Permen) No. 1/2009. Pemerintah juga siap memberikan argumentasi hukum soal isi peraturan yang dianggap memberatkan Imoca itu.

Langkah Imoca untuk judicial review kami hargai,” kata Basuki di jakarta, pekan lalu.

Dalam Permen No.1/2009 terdapat bisaya hak penyelenggaraan (BHP) jasa telekomunikasi yang dibebankan kepada penyedia konten (CP) telekomunikasi, yang menjadi anggota Imoca. Seharusnya hal itu tidak usah dipersoalkan lagi mengingat operator yang mengirimkan SMS juga dikenakan BHP.

“SMS yang bukan premium saja kena BHP apalagi SMS premium. Ini kan bagian dari produk telekomunikasi. Nanti saja di pengadilan kami jelaskan,” kata Basuki.

Sebelumnya, Ketua Imoca Haryawirasma mengatakan, Imoca sudah mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) pada Selasa (28/4) untuk membatalkan Permen No.1/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium itu pada pekan ini.

Selain masalah BHP, Imoca juga keberatan degan izin pendirian CP yang harus melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Padahal dalam Undang-Undang No 36/1999 tentang Telekomunikasi pasal 11, izin dikelaurkan menteri, dalam hal ini Depkominfo cq Ditjen Postel.

Upaya hukum ini dilakukan karena pertemuan-pertemuan yang dilakukan antara Depkominfo, BRTI, dan Imoca untuk membahas usulan revisi Permen No.1/2009 itu tidak membuahkan hasil. Masing-masing pihak tetap pada pendiriannya.

Menurut Haryawirasma, pihaknya tidak bisa menyepakati isi Permen No.1/2009 yang menyebutkan bahwa penyedia konten harus meminta izin dari BRTI. Selain itu penyedia konten dimasukkan sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi dan diharuskan membayar biaya hak penyelenggaraan jasa telekomunikasi. (mam)

Read more.....

01 Mei 2009 PERIODE 2007-2009

BRTI Jatuhkan Sanksi ke 10 CP Nakal

Jakarta, Investor Daily – Selama periode 2007-2009, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah memberikan sanksi terhadap 10 perusahaan penyedia konten (content provider/CP) ‘nakal’. Bentuk sanksi yang diberikan mulai dari surat peringkat, penghentian tayangan, hingga penutupan kuis seperti yang dilakukan terhadap jasa konten 9090 dan 9554.

“Kami sangat menyesalkan masih terjadinya upaya dari sejumlah oknum CP untuk mengeruk keuntungan dengan cara ilegal. Sanksi sudah kami berikan mulai dari surat peringatan, penghentian tayangan, hingga penutupan kuis untuk jasa konten 9090 dan 9554,” kata anggota BRTI Heru Sutadi di Jakarta, belum lama ini.

Heru menambahkan, pihaknya juga memberikan peringatan keras kepada penyedia jasa konten 9877 dan 9887. Kedua penyelenggara jasa ini dinilai telah mengelabui regulator dengan menyediakan jasa kuis. Padahal, saat mengajukan izin adalah untuk ‘reg’ lagu.
Untuk menjerat kesalahan perusahaan CP ‘nakal’ itu, pemerintah menggunakan UU Perlindungan Konsumen dan Peraturan Menkominfo (Permen) No 1/2009. Permen itu mengatur tentang penyelenggaraan jasa pesan premium dan pengiriman jasa pesan singkat (SMS) ke banyak tujuan (broadcast).

Selain BRTI, lanjut Heru, Departemen Sosial juga sudah memberikan peringatan kepada kedua penyelenggara jasa konten tersebut. Peringatan dari BRTI dan Depsos itu, menurut Heru, disikapi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan mengeluarkan surat yang meminta agar iklan keduanya di media cetak maupun televisi segera ditarik.

Hingga akhir Desember 2008, sambung Heru, BRTI mencatat sekitar 150 ribu CP yang terdaftar. Namun demikian, dia menyesalkan hanya sebagaian kecil bergabung dengan Indonesia Mobile Content Provider (Imoca).

“Sebenarnya urusan tinda-menindak CP nakal itu termasuk pekerjaan Imoca. Tetapi kalau mereka tidak bisa menindaknya, kami terpaksa turun tangan,” kata dia.

Di tempat terpisah, Ketua Imoca A Haryawirasma mendukung langkah regulator untuk menindak CP nakal. Imoca juga siap memberikan teguran kepada anggotanya yang melanggar aturan. Tindakan tegas diperlukan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat.

“Bila masih sebagai anggota Imoca, pengurus akan melakukan teguran yang diawali teguran lisan. Surat teguran dilayangkan bisa teguran lisan tidak diindahkan tetapi bagi CP non-anggota langsung diberikan surat peringatan,” tegas dia. (cep)

Read more.....

17 April 2009 IMOCA Minta Permen No 1/2009 Direvisi

Jakarta, Investor Daily – Indonesia Mobile and Online Providers Association (IMOCA) mendesak Peraturan Mekominfo (Permen) No 01/2009 terkait pengenaan Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi dan Universal Service Obligation (USO) direvisi.

Direktur Operational IMOCA Tjandra Tedja mengatakan, ada beberapa alasan atas penolakan pembebanan dana BHP dan USO itu. Pertama, selama dua tahun IMOCA menjadi mitra diskusi dalam penyusunan draf Permen dan dalam diskusi itu tidak pernah menyinggung soal BHP. Kedua, penyedia konten bukan penyelenggara jasa telekomunikasi melainkan penyedia konten ke operator telekomunikasi.

“Dengan memakai analogi jasa penyiaran, hubungan penyedia konten dengan operator telekomunikasi adalah sama halnya dengan hubungan rumah produksi dengan stasiun televisi,” kata Tjandra di Jakarta, Kamis (16/4).

Dia juga menyesalkan, pernyataan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pada pertemuan yang difasilitasi Kadin Indonesia pada 28 Januari 2009 bahwa penggunaan nomor kode akses empat digit yang selama ini dipakai para penyedia konten adalah ilegal. Menurut BRTI, semua nomer atau kode akses harus diatur dan dikuasai oleh negara sehingga wahib dikenakan BHP.


Menurut Tjandra, pernyataan BRTI itu bertentangan dengan Keputusan Menteri Perhubungan (KMP) No 28/2004 Bab V butir 4.2.3 bahwa nomor atau kode akses empat digit yang digunakan penyedia konten adalah routing internal jaringan lokal operator telekomunikasi yang penomorannya tidak diatur negara.

Upaya membuka jalur negosiasi antara IMOCA dengan Menkominfo, BRTI, dan Dirjen Postel sudah beberapa kali dilakukan, tapi tak menghasilkan kesepatan. Oleh karena itu, lanjut Tjandra, IMOCA bersiap mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) untuk merevisi Permen No 01/2009.

Menanggapi tuntutan IMOCA, Heru menegaskan, BRTI tetap pada pendapatnya bahwa penggunaan nomor kode akses empat digit sama sekali belum diatur, sehingga masih milik negara. “Selama belum ada aturannya, itu masih ilegal,” kata dia.

Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar menegaskan, penggunaan nomor kode akses empat digit masih belum ada aturannya. “Belum ada aturannya itu,” ujarnya. Basuki juga menegaskan, SMS premium yang dikeluarkan penyedia jasa konten merupakan produk telekomunikasi.

IMOCA juga mendesak agar penyedia konten tidak lagi dibawah Ditjen Postel Depkominfo, tapi Ditjen Aplikasi dan Telematika (Aptel) Depkominfo. Namun, Heru menilai, hal itu menjadi kewenangan menteri. (mam)

Read more.....