13 Juli 2009 Surutnya perang tarif perkokoh XL

Kredit sindikasi bank Rp1,5 triliun tuntas bulan ini

Oleh Arif Gunawan S.
Wartawan Bisnis Indonesia

Krisis finansial ‘memaksa’ perang tarif seluler sedikit mereda pada tahun ini menyusul keterbatasan dana murah. Kondisi ini menjadi peluang bagi perusahaan seluler memperbaiki layanan dan mempertahankan kinerja.

Aksi banting harga yang marak 2-3 tahun terkahir tahun ini mulai ‘berat’ dijalankan, karena operator seluler barhati-hati mengelola dana di tengah susutnya dana murah akibat krisis finansial.

Di tengah gejala tersebut, PT Excelcomindo Pratama Tbk, pemain GSM (global system for mobile communication) terbesar ketiga nasional, tahun ini memilih memperkuat layanan kepada pelanggannya dan mengurangi biaya pemasaran.

Senior Vice President Corporate Finance Excelcomindo Johnson Chan mengatakan perseroan masih tetap berekspansi memperluas jaringan dan meningkatkan kinerja tahun ini, tetapi dilakukan secara selektif.

“Ekspansi kami lakukan secara terbatas, tidak jorjoran seperti tahun lalu karena biaya pendanaan saat ini tinggi. Ekspansi hanya dilakukan kewilayah yang menjanjikan pendapatan besar,” tuturnya kepada Bisnis, kemarin.

Perseroan, lanjutnya, telah mengantongi komitmen PT Bank Negara Indonesia Tbk menyediakan dana Rp1,5 triliun (US$150 juta). Nilai kredit itu bisa naik karena BNI menjajaki sindikasi beberapa bank pembangunan daerah (BPD) yang akan tuntas bulan ini.

Analisa PT CIMB-GK Securities Indonesia Kelvin Goh mencatat, Excelcomindo tahun ini tidak sedang mengantisipasi kondisi buruk seperti pada tahun-tahun sebelumnya, terlihat dari turunnya belanja modal.

Perseroan mematok belanja modal 2009 senilai US$300 juta, turun drastis dari posisi 2008 senilai US$1,2 miliar. Ditambah pengalihan (carry over) belanja modal tahun lalu senilai US$350 juta, dana yang keluar tahun ini berkisar US$600 juta-US$650 juta.

“Belanja modal yang lebih rendah mengindikasikan XL tidak sedang berupaya mengantisipasi kondisi buruk. Sinyal dari perseroan sejalan dengan pandangan kami bahwa perang harga sepertinya tidak terjadi pada tahun ini,” tutur Kelvin dalam laporan riset per 13 Mei.

Perkokoh posisi
Dia menilai manajemen XL tahun ini memilih memperkokoh posisi, setelah kinerjanya naik signifikan pada tahun lalu. Kelvin mencatat biaya pemasaran XL per triwulan I/2009 turun 30%, yang menunjukkan kondisi kompetisi melemah.

Meski biaya pemasaran turun, kinerja operasional per triwulan I/2009 masih sejalan dengan ekspektasi. Jumlah pelanggan turun 6% setelah perseroan merapikan jumlah pelanggan yang terdaftar, tetapi segmen prabayar yang banyak menghasilan pendapatan justru naik 2%.

Secara triwulan, pendapatan per Maret turun 2%, dengan penurunan tipis EBITDA sebesar 1%. Namun, penurunan itu lebih kecil dibandingkan dengan Telkomsel yang pendapatannya turun 6%.

“Meski demikian, pendapatan dan EBITDA XL masih di bawah perkiraan pasar sebesar 25% dan 26%,” papar Kelvin.

Perseroan tidak memberikan proyeksi kinerja pada 2009, selain ekspektasi pemasukan tumbuh lebih tinggi dari industri. Margin EBITDA ditargetkan membaik dari posisi triwulan I/2009 sebesar 37,7%, tetapi tidak melampaui level 2008 sebesar 42%.

Menurut Kelvin, XL tidak akan memosisikan diri layaknya pendatang baru seperti pada 2008, karena belanja modal mulai dikurangi. Selain itu, manajemen menilai pendapatan suara per menit kembali stabil, setelah sempat anjlok 22% secara triwulanan dan 72% secara tahunan ke level Rp70.

“Manajemen melihat kondisi tersebut masih terjaga. Ini sejalan dengan pandangan kami yang melihat persaingan mulai surut.”

Setelah memperluas jaringannya ke 90% wilayah Indonesia dan memangkas harga, XL saat ini fokus pada upaya memuaskan pelanggan.

Pemanfaatan jaringan selama jam sibuk yang baru mencapai 70% diperkirakan bisa membaik menjadi 80%-85% tanpa menganggu pemakaian pelanggan.

Sebagai pelaku pasar, Johnson mengakui persaingan di kalangan telepon seluler tahun ini tidak akan seintensif seperti pada tahun lalu. “Tarif normal tidak akan diubah, namun hanya bermain di bonus layanan gratis.”

Turunnya nuanasa persaingan harga di industri seluler tersebut membuat CIMB-GK mempertahankan rekomendasi netral untuk XL. Rekomendasi serupa juga diberikan pada sektor telekomunikasi secara umum.

“Kami masih percaya kompetisi sepertinya akan menurun,” ujar Kelvin.

Saat ini, berembus kabar di pasar bahwa Telkomsel mulai menyewakan menara BTS (base transceiver station) miliknya kepada pihak ketiga. Hasil penyewaan itu disebut-sebut masuk sebagai item pemasukan terpisah dalam laporan keuangan per triwulan I/2009.

Sewa menara
“Jika ini benar, pasar bisa dibanjiri menara untuk disewakan, yang menempatkan Telkomsel sebagai kompetitor langsung dengan XL dalam bisnis penyewaan menara dan berpotensi mempersulit rencana XL menjual menara,” komentar Kelvin.

Menanggapi itu, Johnson memaparkan jika Telkomsel ikut menyewakan menara, kondisi tersebut justru berdampak positif bagi perseroan karena akan menghemat biaya ekspansi.

“Itu malah lebih bagus, karena justru XL bisa ikut menyewa BTS di tempat yang kami belum memiliki jaringan untuk mempermudah ekspansi,” papar Kelvin.

Pemegang saham XL berkomitmen menyuntikkan dana senilai US$300 juta hingga US$600 juta untuk memperkuat permodalan perusahaan telekomunikasi itu.

Rencana ini akan direalisasikan pada semester II tahun ini dan dananya akan dialokasikan untuk belanja modal sebesar 50% dan sisanya untuk membiayai kembali (refinancing) utang.

Namun, menajemen perseroan bersiap-siap mencari dana pinjaman senilai US$100 juta hingga US$150 juta apabila suntikan modal dari pemegang saham tidak terealisasi pada tahun ini.

Axiata Group Berhad memiliki 83,8% saham XL melalui Indocel Holding Sfn Bhd, Emirates Telecommunications Corporation Indonesia Ltd (Etisalat) memiliki 16%, dan publik mempunyai 0,2%. (arif.gunawan@bisnis.co.id)

0 komentar: